PT Agrowiratama Pasaman Barat beroperasi tanpa adanya HGU dan izin lingkungan di lahan Muaro Kiawai

id PT Agrowiratama Pasaman Barat,pasbar,sumbar

PT Agrowiratama Pasaman Barat beroperasi tanpa adanya HGU dan izin lingkungan di lahan Muaro Kiawai

Kantor Bupati Pasaman Barat. Pemerintah setempat menyatakan perusahaan kelapa sawit PT Agrowiratama di lahan Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh beroperasi tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak memiliki izin lingkungan. (ANTARA/Altas Maulana).

Simpang Empat (ANTARA) -

Perusahaan kelapa sawit PT Agrowiratama diduga melakukan aktifitas perkebunan kelapa sawit di Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak memiliki izin lingkungan.

Perusahaan kelapa sawit sawit yang beroperasi sejak 2011 itu hanya mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) pada 2011. HGU maupun izin lingkungan juga tidak ada sampai saat ini.

Sesuai IUP Nomor: 188.45/308/BUP-PASBAR/2011 luas lahan PT Agrowiratama di Nagari Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh adalah seluas 1.600 hektare.

Meskipun IUP telah diperoleh namun izin lingkungan dan HGU tidak ada sampai saat ini.

"Benar, sampai saat ini HGU perusahaan terhadap lahan yang digarapnya di Muaro Kiawai belum ada. Informasinya masih dalam pengurusan," kata Sekretaris Dinas Perkebunan dan Peternakan Pasaman Barat Afrizal di Simpang Empat, Selasa.

Mengenai diperolehnya IUP oleh PT Agrowiratama itu tanpa adanya dokumen lingkungan, Afrizal tidak mengetahuinya karena sudah lama prosesnya.

"Kita tidak mengetahui proses dan mekanismenya sebab dahulu pengurusannya sudah lama dan secara manual," katanya.

Menurutnya PT Agrowiratama itu membeli kebun dari PT Mutiara Agam di dari luas 1.600 hektar itu banyak berada di kawasan hutan lindung.

Saat ini, kata dia, perusahaan itu sedang mengurus HGU seluas 289 hektare namun masih terkendala ditingkat masyarakat.

Mengenai lahan seluas 1.600 haktare itu ada yang masuk kawasan hutan dibenarkannya, sehingga perusahaan saat ini mengurus lahan seluas 289 hektare.

"Untuk HGU prosesnya sudah sampai ke provinsi atau panitia B namun masih terkendala ditingkat bawah," sebutnya.

Mengenai izin lingkungan, dia tidak mau berkomentar lebih banyak. Namun, dia mengakui dalam pengurusan IUP salah satu syaratnya harus ada izin lingkungannya.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Pasaman Barat Ziad Abdul Rozaq membenarkan izin lingkungan PT Agrowiratama sampai sekarang belum ada.

Dia menegaskan dasar mengeluarkan IUP itu salah satunya harus ada izin lingkungan. Aneh menurutnya, IUP keluar namun izin lingkungan belum ada.

Apalagi, katanya, dari 1.600 hektare lahan yang dikelola itu banyak masuk ke kawasan hutan baik hutan produksi maupun hutan lindung.

Saat ini, perusahaan mengolah 300 hektare lebih, sisanya ada yang diolah masyarakat dan ada yang dibiarkan begitu saja. Padahal selama ini perusahaan yang mengelola dan menikmati hasilnya.

"Jika memang lahan yang dikelola selama ini berada di kawasan hutan tentu perusahaan harus bertanggung jawab. Selama ini mereka yang menikmati hasil. Begitu ribut dilepaskan begitu saja. Harus adalah pertanggungjawaban perusahaan yang mengolah kebun di kawasan hutan," tegasnya.

Dia mengakui beberapa kali perusahaan mengajukan permohonan izin lingkungan namun ditolak karena tidak sesuai dengan aturan yang ada.

"Jangankan izin lingkungan, HGU perusahaan saja sampai hari ini belum ada," tegasnya.

Manager Humas PT Agrowiratama Pasaman Barat Lelo Ritonga saat dikonfirmasi membenarkan HGU dan izin lingkungan PT Agrowiratama memang belum ada.

Pihaknya saat ini sedang mengurus HGU namun terhalang oleh aturan kementerian ATR/BPN karena mereka sedang evaluasi seluruh HGU perkebunan se-Indonesia.

"Proses pengurusan HGU telah kita lakukan sejak 2019 dan telah sampai ke provinsi atau panitia B," tegasnya.

Lambatnya proses pengurusan HGU, kata dia, disebabkan adanya dualisme ninik mamak di lapangan. Kedua kubu ninik mamak itu bersurat ke BPN agar jangan diproses HGU PT Agrowiratama.

"Kita akan terus berkoordinasi dengan BPN dan ninik mamak di tingkat sebagai pemilik tanah ulayat," sebutnya.

Mengenai IUP perusahaan, katanya, tidak ada masalah dahulunya. Namun, saat ini pihaknya sedang revisi karena dari luas 1.600 hektare itu yang bisa dikuasi saat ini hanya 289 hektare.

Selain itu mengenai tidak adanya izin lingkungan, dia menyebutkan karena terganjal oleh Peraturan Daerah Pasaman Barat. Padahal di Surat Keputusan Menteri Kehutanan lahan itu masuk ke APL.

"Menurut perda tidak mengakui. Izin lingkungan terhalang oleh perda itu. Padahal telah kami ajukan sejak lama," sebutnya.

Untuk itu, pihaknya, mengurus langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan semua prosesnya telah diikuti namun masih belum keluar.

"Sebenarnya kita telah diberikan sanksi mengenai izin lingkungan ini. Setelah diurus ternyata menurut perda lahan itu masuk dalam kawasan hutan. Padahal lahan itu tidak masuk dalam kawasan hutan," tegasnya.

Dia juga menegaskan dari 1.600 hektare itu pihaknya hanya mengelola seluas 315 hektare dan yang dalam pengurusan HGU saat ini hanya 289 hektare.

"Mengenai keluarnya IUP dahulunya saya tidak mengetahuinya karena sudah lama," ujarnya.

Dia juga mengatakan lahan di luar 289 hektare itu ada yang dikelola oleh perusahaan dan juga ada dari masyarakat.

Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, menegaskan pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada 537 perusahaan perkebunan sawit yang belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).

Nusron mengatakan besaran denda saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Mereka menanam dan beroperasi tanpa izin, tentu harus ada sanksi dan hukuman. Tidak hanya soal denda, tetapi juga bentuk sanksi lainnya.

Selain denda pajak terhadap perusahaan, pihaknya belum tentu akan memberikan atau menerbitkan HGU.

Tindakan perusahaan yang terus beroperasi tanpa izin mencerminkan ketidakpatuhan terhadap peraturan.

Presiden dan Jaksa Agung turut memantau perkembangan kasus ini. Keputusan terkait perpanjangan atau pemberian HGU masih dalam tahap pertimbangan di level tertinggi.