Padang (ANTARA) - Perusahaan kelapa sawit PT Agrowiratama Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat menegaskan usaha perkebunan yang mereka kelola di lahan Muaro Kiawai Kecamatan Gunung Tuleh telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku .
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum tetap PT Agrowiratama H Refman Basri SH MBA dan kawan-kawan melalui surat hak jawab yang diterima di Padang, pada Sabtu (15/2).
Pihaknya mengklarifikasi pemberitaan terkait PT Agrowiratama dalam kegiatan pengelolaan kebun kelapa sawit di Muaro Kiawai itu yang dianggap kurang tepat.
Ia menjelaskan faktanya kegiatan usaha perkebunan yang dilakukan oleh perusahaan itu telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurutnya PT Agrowiratama memperoleh lahan tersebut berdasarkan take over dari PT Mutiara Agam yang dilakukan sesuai dengan proses dan prosedur hukum yang berlaku dan dalam menjalankan kegiatan usahanya di areal tersebut dan telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan luas 1.600 hektere sesuai Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor : 188.45/308/BUP-PASBAR/2011 tentang pemberian IUP kepada PT. Agrowiratama Kabupaten Pasaman Barat tanggal 19 Mei 2011.
"Secara hukum berlaku selama klien kami masih melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit," katanya.
Lalu Izin Usaha Perkebunan (IUP) Nomor : 188.45/308/BUP-PASBAR/2O11 tanggal 19 Mei 2011 diterbitkan oleh Pemkab Pasaman Barat telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang /pdoman perizinan Usaha Perkebunan yang berlaku saat itu.
Sedangkan ketentuan tentang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pemberitaan tersebut baru ada pada tahun 2012 terhitung sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan pada tanggal 23 Februari 2012.
"Sehingga tidak tepat dan atau tidak relevan apabila melakukan penilaian atas sebuah produk hukum terdahulu secara post factum berdasarkan peraturan yang berlaku saat sekarang ini," tegasnya.
Kemudian secara hukum kegiatan usaha perkebunan yang dilakukan oleh PT Agrowiratama berdasarkan Izin Usaha Perkebunan (lUP) Nomor : 188.45/308/BUP-PASBAR/2O11 tanggal 19 Mei 2011 telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu (sebelum dilakukan judicial review) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 UU No. 39 tahun 2014 tentang perkebunan yang berbunyi. "Kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan atau usaha pengolahan
Hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau IUP"
Sehingga berdasarkan ketentuan pasal ini, katanya, kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan dan pengolahan hasil perkebunan telah dapat dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) saja atau berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) saja.
Karena di dalam ketentuan Pasal 42 UU No. 39 Tahun 2014 tentang perkebunan tersebut mempergunakan kata dan atau yang memiliki makna bersifat alternatif.
Sedangkan ketentuan yang mewajibkan pelaku usaha untuk terlebih dahulu memiliki hak guna usaha dan izin usaha perkebunan sebelum memulai kegiatan usaha perkebunannya baru muncul setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 tanggal 27 Oktober 2016 yang pada pokoknya merubah isi Pasal 42 UU No. 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, sehingga frasa hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan diubah menjadi hak atas tanah dan izin usaha perkebunan.
Bahwa secara hukum Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak berlaku surut terhadap kegiatan usaha perkebunan yang telah dilakukan sebelumnya baik yang telah dilakukan berdasarkan IUP saja atau yang dilakukan berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) saja, sebab ketentuan hukum acara Mahkamah Konstitusi baik yang diatur di dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor : 6,/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam perkara pengujian Undang-Undang, pada pokoknya menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat prospektif atau berlaku ke depan (tidak berlaku surut).
PT Agrowiratama telah mengajukan permohonan Hak Guna Usaha (HGU) kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Barat dan telah dilakukan pemeriksaan data fisik dan data yuridis atas tanah oleh Tim Panitia Pemeriksaan Tanah B pada bulan April 2024.
Akan tetapi hingga saat sekarang ini belum diterbitkan Surat Keputusan (SK) pemberian hak dikarenakan adanya permasalahan dualisme di Pucuk Keadatan Kenagarian Muara Kiawai.
Lalu dari areal seluas 1.600 hektare yang tercantum dalam IUP Nomor : 188.45/308/BUP-PASBAR/2011 tanggal 19 Mei 2011 faktanya hanya seluas 315 hektare saja yang dapat dikuasai dan diusahakan oleh PT Agrowiratama sedangkan sisa areal lainnya sudah dikuasai oleh masyarakat sekitar, sehingga di enclave dari permohonan HGU PT Agrowiratama pada saat dilakukan pengukuran kadasteral.
Selain itu juga disebutkan PT Agrowiratama tidak melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan dimana hal ini dikuatkan oleh SK Menteri Kehutanan Nomor 304/Menhut-II/2011 dan SK Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 serta hasil konfirmasi dari beberapa dinas atau instansi pemerintah terkait telah menyimpulkan bahwa areal yang dikelola oleh PT Agrowiratama lokasi Muara Kiawai adalah Areal Penggunaan Lain (APL) sebagai mana dimaksud
Dalam Surat Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan, Ditjend Planologi KelT tanan dan Tata Lingkungon. KLHK Nomor : S.38/BPKH I/PKH/1/2019 tertanggal 14 Januari 2019 menyatakan bahwa areal PT Agrowiratama Muara Kiawai seluas 315 hektare berada di luar kawasan hutan dan berada di APL
Lalu Surat Kepala Dinas Kehutanam Provinsi Sumbar nomor 522.1/1181/PRPH-2019 tertanggal 28 Maret 2019 menyatakan bahwa areal PT- Agrowiratoma - Muara Kiawai seluas 315 adalah APL dan berada di luar peta indikatif penundaan pemberian izin baru (di luar PIPPIB).
Kemudian Surat Bupati Pasaman Barat kepada Menteri LHK nomor 660/189/BLHKP/V-2016 tertanggal 23 Juni 2016 point Nomor 7 menyatakan berdasarkan peta kawasan dan konsevasi perairan serta wilayah tertentu yang ditunjuk sebagai kawasan hutan di Provinsi Sumbar skala 1: 250.000 sebagai lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK. 35/Menhut-ll/2013 tanggal 15 Januari 2013 lokasi perkebunan PT. Agrowiralama dimaksud statusnya tetap APL.