Bagai melaju naik "Roller Coaster" menuju "sorga tersembunyi" KWBT Mandeh
Sekitar 13 tahun lalu, tepatnya Juli 2006, aku bersama belasan calon jurnalis yang tengah digembleng di Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (LPJA) Jakarta sebagai peserta Kursus Dasar Pewarta (Susdape) angkatan XIV mendapat kesempatan naik "Roller Coaster" di Dunia Fantasi (Dufan) Ancol.
Roller coaster adalah wahana permainan seperti kereta yang dipacu kecepatan tinggi pada jalur rel khusus, biasanya terletak di atas tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda-beda. Rel ini ditopang oleh rangka baja yang disusun sedemikian rupa.
Saat itu, kami para peserta Susdape XIV didampingi instruktur Indiwanseto dan Beni Siga Butarbutar diberi "refreshing" ke dufan sebuah destinasi wisata pinggir pantai. Di sana kami mendapat tantangan naik Roller Coaster.
Tidak banyak diantara kami yang berani mencoba tantangan itu dan aku salah seorang yang berani. Ketika naik Roller Coaster dengan durasi melaju beberapa menit, aku merasakan situasi yang luar biasa stessnya. Tegang, cemas dan riuh, itu yang terasa.
Rel yang naik menanjak hampir 40 hingga 70 derajat dan menurun curam serta belokan kiri dan kanan yang tajam serta melingkar membuat jantung berdebar-debar kuat. Mulut tanpa disadari mengeluarkan jeritan dan teriakan dan kadang terucap doa-doa mohon perlindungan pada tuhan.
Rasa takut juga timbul terutama saat Roller Coster berputar 180 derajat dengan kecepatan tinggi hingga air mata pun berderai karena takut.
Selama melaju kita juga disuguhi panorama pantai Ancol nan indah yang ditatap dari ketinggian hingga diatas 10 meter.
Dalam situasi melaju kecepatan puluhan kilometer/jam itu aku pun berharap Roller Coaster segera berhenti, agar stes ini pun segara berakhir.
Itulah pengalaman naik Roller Coaster yang pernah kualami 13 tahun lalu. Waktu itu aku masih bujangan, sehat, enerjik dan alhamdulilah darah masih kuat. Dalam kondisi demikian pun aku masih stess naik Roller Coaster. Pengalaman itu ibadat makan "nano-nano" dan buah simalakama serta slalu terkenang sampai saat ini.
Kini setelah waktu berlalu 13 tahun tantangan serupa kembali datang dan aku alami lagi. Namun kondisiku telah berbeda. Kini aku sudah jadi bapak beranak tiga dan sudah berkepala empat serta pernah jadi pasien "stroke".
Tantangan itu datang lagi setelah kantorku Perum ANTARA biro Sumatera Barat menggelar rapat kerja daerah di salah satu cottage di kawasan Mande.
Saat ini tantangannya tidak lagi naik Roller Coaster tapi mobil. Tidak pula melaju di rel besi tapi di jalan aspal.
Jalannya memang aspal yang mulus selebar sekitar 10 meter yang panjangnya puluhan kilometer dan baru selesai dibangun pemerintah pusat menggunakan dana APBN untuk menghubung Kota Padang atau Painan ke Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
KWBT Mandeh adalah objek wisata andalan Pesisir Selatan dan Sumatera Barat untuk menarik wisatawan dalam dan mancanegara sekaligus meraih pundi-pundi rupiah bagi daerah itu dan devisa negara.
Keindahan KWBT Mandeh berupa gugusan pulau-pulau kecil nan elok plus rancak. Didukung wisata bawah air nan cantik mempesona dan asri serta berhempas ombak yang lembut di pantai-pantai berpasir putih.
Dengan aneka pesona panorama bahari itu sehingga KWBT Mandeh dijuluki bagai "Surga tersembunyi" dan "Raja Ampat di Barat Indonesia".
Bahkan saat Raja Salman dari Saudi Arabia ke Indonesia baru-baru ini, sempat diberita kalau raja kaya raya itu berminat atau melirik Mandeh untuk berinvestasi dalam pengembangan kawasan itu.
Namun, karena Mandeh berada di daerah terpencil hingga pemerintah membuka jalan baru ke tempat itu. Dalam beberapa tahun belakangan pembangunan infrastruktur jalan dilakukan pemerintah sepanjang 41,08 kilometer oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di kawasan perbukitan nan masih perawan dan di bibir jurang dalam tepi pantai. Pembangunannya menelan dana hingga Rp500 miliar dan kini telah tuntas.
Badan jalan menuju Mandeh bisa masuk dari Sungai Pisang, dari kota Padang atau di Kecamatan Tarusan, jika kita dari Painan. Tapi, jalan yang dibuat itu ibarat jalur koster yang penuh tantangan. Beberapa kilometer pengendara yang menuju Mandeh harus melewati ruas jalan yang extrem.
Karena itu pengunjung yang mengendari mobil diminta agar punya kesehatan yang fit dan kondisi kendaraan juga harus prima. Jika tidak, bersiaplah mendapat halangan saat melaju menuju KWBT Mandeh.
Banyak tanjakan tajam dengan kemiringan hingga 45 derajat dan menurunan tajam meliuk-liuk di jurang-jurang pinggir laut. Saat mobil berada di puncak bukit setelah menanjak extrem kita disuguhi panorama deretan pulau-pulau KWBT Mandeh yang mempesona.
Saat menurun tajam supir agar berkonsentrasi supaya mobil tidak "terbang" masuk laut.
Menuju KWBT Mandeh dengan mobil terios yang saya tumpangi, benar-benar suatu tantangan bagiku. Jalan berkelok-kelok dan naik turun membuat "stress" dan peluh dingin sampai menetes meski kita dalam kabin mobil ber-AC.
Perut bagai "dikocok-kocok". Rasa mual mulai datang dan kepala pun agak pusing. "Ada aman bang," kata Agung yang mengendarai mobil saat melihat wajahku agak pucat. "Aman Gung, Saya hanya kurang tidur," jawabku mencoba menyembunyikan keteganganku.
Akupun berharap jalan bagai rel Roller Coaster ini segera berlalu, agar mual yang mulai terasa bisa berkurang dan aku tidak muntah.
Setelah sekitar 35 menit menyusuri jalan extrem ibarat jalur Roller Coaster itu, tibalah kami di tempat tujuan. Di pinggir jalan itu kami masuk dan melewati jalan menurun tajam ke pinggir laut dan di sana terdapat satu cottega bernama "Baga Beach Cottege".
Penginapan itu nampak sederhana nan asri. Terdapat beberapa bangunan kayu sebagai tempat menginap dan tempat makan yang sekaligus tempat rapat beratap rumbia dengan motif "bagonjong" ciri khas rumah adat Minangkabau.
Menurut pengelola cottage Elfi, penginapan tersebut dibangun dengan investor sejumlah penanam modal yang salah satunya mantan menteri yang juga bekas kepala Bappenas, Adrinof Chaniago.
Di cottege itu kami habiskan waktu untuk rapat kerja, mulai siang itu hingga larut malam dan dijeda waktu magrib dan Isya. Kami dipimpin Kepala Biro Maswandi juga mendapat sunguhan menu kuliner Minang berupa nasi putih, samba lado petai, pucuk daun singkong rebus dan tentunya see foot gulai ikan karang kuah kuning yang lezat. Hmmm yummy... kami pun bersantap hingga kenyang.
Sorenya, setelah pembukaan rapat kerja kami diberi waktu break yang kami manfaatkan mandi di laut berombak tenang dan bermain bola pantai. Acara rakerda sebelumnya dibuka Bupati Pesisir Selatan diwakili Kasubag Publikasi Humas Pemerintah setempat, Wildan yang juga dihadiri beberap staf humas setempat.
Menjelang matahari terbenam dimanfaatkan untuk berfoto-foto dan bersenda gurau di pinggir pantai. Usai Sholat isya Rapat Kerja dimulai membahas berbagai hal terkait Perum Antara Sumbar dan berakhir lepas tengah malam.
Setelah itu, acara bebas yang diisi bakar jagung dan ikan karang serta perut pun makin kenyang. Acara bebas dimanfaatkan sebagian peserta untuk bergitar, bernyanyi, main gample dan duduk-duduk menerima kunjungan Ketua Komisi II DPRD Pesisir Selatan, Meni Mardanus yang datang untuk bersilaturahmi.
Berbagai kegiatan itu berlangsung dengan tetap menyantap jagung dan ikan bagai yang disungguhkan pengelola cotagge, Elfi dan stafnya.
Meni Mardanus pada kesempatan itu menyebutkan sektor pariwisata kini menjadi andalan daerah dalam meraih pendapat asli daerah (PAD) daerahnya. Kebedaaan KWBT Mandeh semakin menguatkan pesano wisata khususnya bahari di daerah itu.
Ia pun mengapresiasi pembangunan infratukstur jalan oleh pemerintah pusat yang telah membuka daerah Mande. Walau jalannya extrem pengunjung disuguhi pemandangan panorama alam yang cantik, tambahnya.
Kami ngobrol akrab hingga mata mengantuk, dan akhir tertidur di cottege-cottege berpendingi berbaling-baling itu.
Wisata Bahari Menantang
Esok harinya sebahagian dari kami bangun agak siang, dan setelah semua mandi dan sarapan kembali kami dibawa menyusuri keindahan wisata bahari di kawasan bahari Mandeh dengan menumpang dua kapal kayu pesiar mini.
Sembari menyaksikan riak ombak kecil yang dimunculkan kapal, mata juga disuguhkan indahnya pemandangan hijaunya manggrove di teluk itu.
Ketika menoleh ke bukit nampak indah dan hijaunya hutan di perbukitan kawasan wisata tervaforit di Ranah Minang itu.
Di tengah terik matahari mulai meninggi, dua kapal yang mengangkut rombongan kami terus berlayar menuju titik atau spot snorkeling yang indah dengan air jernih membiru.
Tak sabar, ada anggota rombongan langsung melompat dari tepi badan kapal mini mencebur ke laut nan jernih itu. Satu persatu sudah menginjakkan kaki di terumbu karang, ada yang langsung menyelam sembari bermain dengan ikan hias.
Seorang pemandu rombongan Bernadi, menyebutkan kalau ingin ramai ikan hias menghapiri harus dikasi makanan, biasanya sebagian pengujung bawa roti.
Spot snorkeling yang satu ini, tidak terlalu jauh jaraknya dari pulau Cubadak --dikelola oleh turis asing--. Setelah berlangsung sekitar 30 menit rombongan menikmati air laut nan jernih itu, perjalanan dilanjutkan menuju ke pulau Sironjong Ketek.
Pulau Sironjong ketek lain yang disuguhkan ke wisatawan, bukan ikan hias, bukan berenang tetapi uji nyali dengan aksi cliff jumping.
Terdapat tiga platform tempat yang bisa digunakan bagi wisatawan untuk aksi jumping atau uji ardenaline.
Terdapat dua yang bisa jadi tempat uji nyali, platform pertama berada di ketinggian enam meter dari permukaan laut, sedang platform kedua berada di ketinggian sekitar 16 meter dari permukaan laut.
Rombongan kami hanya umumnya melakukan aksi jumping yang ditempat ketinggian lima meter, meskipun untuk memulainya membuat nyali kecut juga.
Bernadi yang sudah biasa jadi pemandu wisatawan ke Pulau Sironjong Ketek, mengingatkan rombongan kami agar memperhatikan hal-hal yang bisa berdampak buruk saat jumping.
Pertama saat jumping posisi kedua kaki jangan dijarakan, artinya harus dirapatkan. Kedua jangan ambil posisi terjun menelungkup atau menyelentang karena bisa berakibat fatal.
"Ada waktu itu, wisatawan lokal melakukan jumping pada platform yang ketinggian 16 meter itu, robek celananya. Untung yang bersangkutan tidak apa-apa," kata Bernadi.
Hampir semua rombongan telah melakukan aksi uji nyali itu dalam waktu sekitar 50 menit tersebut. Dulu belum ada jenjan untuk naik ke titik jumping, hanya menggunakan tali naik dibebatuan. Sejak beberapa tahun terakhir sudah ada tangga besi.
Tangg besi itu, kata Bernadi, merupakan bantuan dana corporate sosail responsbiliti (CSR) salah satu perusahaab swasta di Kota Padangberlayar kami kembali dilanjutkan.
Setelah puas disana, dua kapal mini menuju Pulau Setan, karena disana sudah dipesan makan siang untuk rombongan. Hanya sekitar sepuluh menit sudah merapat dan hidangan makanan ala masyarakat pantai sudah tersedia.
Suguhan gulai ikan karangnya menjadi menu utamanya. Nyopi dan seduhan kelapa muda tak lupa dinikmati anggota rombongan.
Sebagian dari anggota rombongan setelah makan siang, menyempatkan juga berenang dan swafoto di pasir putih Pulau Setan.
Waktu sekitar 45 menit berlalu, pemandu sudah memberi tanda-tanda untuk kembali ke dermaga Baga Cottege .
Kembali "Roller Coaster"
Lepas tengah hari, setelah puas menjelajahi kawasan pulau-pulau indah di KWT Mandi, termasuk Snokling dan menikmati tantangan terjun bebas dari atas tebing pulau ke laut bebas dan bersantap siang pun kembali ke cotagge.
Kami pun bersiap kembali ke Padang denga melewati jalur jalan ekstem yang naik turun dan kelok kiri-kanan yang tajam di sisi jurang pinggir laut.
Kemanpuan para pengemudi rombongan Antara itu kembali diuji untuk meliuk-liuk di jalan menantang. Hebat para pengemudi itu, Muklisun, Miko, Agung, Ilka, Maril dan Ikhwan dengan kemampuan mengemudi yang baik mampu melewati setiap tikungan kiri-kanan, tanjakan dan penurunan curam dengan baik.
Dari dalam mobil, kami juga disunguhi panorama alam pesisir pantai yang indah dan menarik untuk kembali dikunjungi.
Setelah hampir satu jam di jalan ekstim itu kami pun sampai di Sungai Pisang dan kembali harus melewati jalur penuh tantangan hingga sampai ke batas kota Padang.
Sampai di Padang juga harus melewati kawan wisata bungus yang indah dengan pantai-pantai mempesona. Dengan pelindungan sangpencipta mobil-mobil kami tiba di Kantor Antara dan selanjutnya pulang ke rumah masing-masing.*
Roller coaster adalah wahana permainan seperti kereta yang dipacu kecepatan tinggi pada jalur rel khusus, biasanya terletak di atas tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda-beda. Rel ini ditopang oleh rangka baja yang disusun sedemikian rupa.
Saat itu, kami para peserta Susdape XIV didampingi instruktur Indiwanseto dan Beni Siga Butarbutar diberi "refreshing" ke dufan sebuah destinasi wisata pinggir pantai. Di sana kami mendapat tantangan naik Roller Coaster.
Tidak banyak diantara kami yang berani mencoba tantangan itu dan aku salah seorang yang berani. Ketika naik Roller Coaster dengan durasi melaju beberapa menit, aku merasakan situasi yang luar biasa stessnya. Tegang, cemas dan riuh, itu yang terasa.
Rel yang naik menanjak hampir 40 hingga 70 derajat dan menurun curam serta belokan kiri dan kanan yang tajam serta melingkar membuat jantung berdebar-debar kuat. Mulut tanpa disadari mengeluarkan jeritan dan teriakan dan kadang terucap doa-doa mohon perlindungan pada tuhan.
Rasa takut juga timbul terutama saat Roller Coster berputar 180 derajat dengan kecepatan tinggi hingga air mata pun berderai karena takut.
Selama melaju kita juga disuguhi panorama pantai Ancol nan indah yang ditatap dari ketinggian hingga diatas 10 meter.
Dalam situasi melaju kecepatan puluhan kilometer/jam itu aku pun berharap Roller Coaster segera berhenti, agar stes ini pun segara berakhir.
Itulah pengalaman naik Roller Coaster yang pernah kualami 13 tahun lalu. Waktu itu aku masih bujangan, sehat, enerjik dan alhamdulilah darah masih kuat. Dalam kondisi demikian pun aku masih stess naik Roller Coaster. Pengalaman itu ibadat makan "nano-nano" dan buah simalakama serta slalu terkenang sampai saat ini.
Kini setelah waktu berlalu 13 tahun tantangan serupa kembali datang dan aku alami lagi. Namun kondisiku telah berbeda. Kini aku sudah jadi bapak beranak tiga dan sudah berkepala empat serta pernah jadi pasien "stroke".
Tantangan itu datang lagi setelah kantorku Perum ANTARA biro Sumatera Barat menggelar rapat kerja daerah di salah satu cottage di kawasan Mande.
Saat ini tantangannya tidak lagi naik Roller Coaster tapi mobil. Tidak pula melaju di rel besi tapi di jalan aspal.
Jalannya memang aspal yang mulus selebar sekitar 10 meter yang panjangnya puluhan kilometer dan baru selesai dibangun pemerintah pusat menggunakan dana APBN untuk menghubung Kota Padang atau Painan ke Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
KWBT Mandeh adalah objek wisata andalan Pesisir Selatan dan Sumatera Barat untuk menarik wisatawan dalam dan mancanegara sekaligus meraih pundi-pundi rupiah bagi daerah itu dan devisa negara.
Keindahan KWBT Mandeh berupa gugusan pulau-pulau kecil nan elok plus rancak. Didukung wisata bawah air nan cantik mempesona dan asri serta berhempas ombak yang lembut di pantai-pantai berpasir putih.
Dengan aneka pesona panorama bahari itu sehingga KWBT Mandeh dijuluki bagai "Surga tersembunyi" dan "Raja Ampat di Barat Indonesia".
Bahkan saat Raja Salman dari Saudi Arabia ke Indonesia baru-baru ini, sempat diberita kalau raja kaya raya itu berminat atau melirik Mandeh untuk berinvestasi dalam pengembangan kawasan itu.
Namun, karena Mandeh berada di daerah terpencil hingga pemerintah membuka jalan baru ke tempat itu. Dalam beberapa tahun belakangan pembangunan infrastruktur jalan dilakukan pemerintah sepanjang 41,08 kilometer oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di kawasan perbukitan nan masih perawan dan di bibir jurang dalam tepi pantai. Pembangunannya menelan dana hingga Rp500 miliar dan kini telah tuntas.
Badan jalan menuju Mandeh bisa masuk dari Sungai Pisang, dari kota Padang atau di Kecamatan Tarusan, jika kita dari Painan. Tapi, jalan yang dibuat itu ibarat jalur koster yang penuh tantangan. Beberapa kilometer pengendara yang menuju Mandeh harus melewati ruas jalan yang extrem.
Karena itu pengunjung yang mengendari mobil diminta agar punya kesehatan yang fit dan kondisi kendaraan juga harus prima. Jika tidak, bersiaplah mendapat halangan saat melaju menuju KWBT Mandeh.
Banyak tanjakan tajam dengan kemiringan hingga 45 derajat dan menurunan tajam meliuk-liuk di jurang-jurang pinggir laut. Saat mobil berada di puncak bukit setelah menanjak extrem kita disuguhi panorama deretan pulau-pulau KWBT Mandeh yang mempesona.
Saat menurun tajam supir agar berkonsentrasi supaya mobil tidak "terbang" masuk laut.
Menuju KWBT Mandeh dengan mobil terios yang saya tumpangi, benar-benar suatu tantangan bagiku. Jalan berkelok-kelok dan naik turun membuat "stress" dan peluh dingin sampai menetes meski kita dalam kabin mobil ber-AC.
Perut bagai "dikocok-kocok". Rasa mual mulai datang dan kepala pun agak pusing. "Ada aman bang," kata Agung yang mengendarai mobil saat melihat wajahku agak pucat. "Aman Gung, Saya hanya kurang tidur," jawabku mencoba menyembunyikan keteganganku.
Akupun berharap jalan bagai rel Roller Coaster ini segera berlalu, agar mual yang mulai terasa bisa berkurang dan aku tidak muntah.
Setelah sekitar 35 menit menyusuri jalan extrem ibarat jalur Roller Coaster itu, tibalah kami di tempat tujuan. Di pinggir jalan itu kami masuk dan melewati jalan menurun tajam ke pinggir laut dan di sana terdapat satu cottega bernama "Baga Beach Cottege".
Penginapan itu nampak sederhana nan asri. Terdapat beberapa bangunan kayu sebagai tempat menginap dan tempat makan yang sekaligus tempat rapat beratap rumbia dengan motif "bagonjong" ciri khas rumah adat Minangkabau.
Menurut pengelola cottage Elfi, penginapan tersebut dibangun dengan investor sejumlah penanam modal yang salah satunya mantan menteri yang juga bekas kepala Bappenas, Adrinof Chaniago.
Di cottege itu kami habiskan waktu untuk rapat kerja, mulai siang itu hingga larut malam dan dijeda waktu magrib dan Isya. Kami dipimpin Kepala Biro Maswandi juga mendapat sunguhan menu kuliner Minang berupa nasi putih, samba lado petai, pucuk daun singkong rebus dan tentunya see foot gulai ikan karang kuah kuning yang lezat. Hmmm yummy... kami pun bersantap hingga kenyang.
Sorenya, setelah pembukaan rapat kerja kami diberi waktu break yang kami manfaatkan mandi di laut berombak tenang dan bermain bola pantai. Acara rakerda sebelumnya dibuka Bupati Pesisir Selatan diwakili Kasubag Publikasi Humas Pemerintah setempat, Wildan yang juga dihadiri beberap staf humas setempat.
Menjelang matahari terbenam dimanfaatkan untuk berfoto-foto dan bersenda gurau di pinggir pantai. Usai Sholat isya Rapat Kerja dimulai membahas berbagai hal terkait Perum Antara Sumbar dan berakhir lepas tengah malam.
Setelah itu, acara bebas yang diisi bakar jagung dan ikan karang serta perut pun makin kenyang. Acara bebas dimanfaatkan sebagian peserta untuk bergitar, bernyanyi, main gample dan duduk-duduk menerima kunjungan Ketua Komisi II DPRD Pesisir Selatan, Meni Mardanus yang datang untuk bersilaturahmi.
Berbagai kegiatan itu berlangsung dengan tetap menyantap jagung dan ikan bagai yang disungguhkan pengelola cotagge, Elfi dan stafnya.
Meni Mardanus pada kesempatan itu menyebutkan sektor pariwisata kini menjadi andalan daerah dalam meraih pendapat asli daerah (PAD) daerahnya. Kebedaaan KWBT Mandeh semakin menguatkan pesano wisata khususnya bahari di daerah itu.
Ia pun mengapresiasi pembangunan infratukstur jalan oleh pemerintah pusat yang telah membuka daerah Mande. Walau jalannya extrem pengunjung disuguhi pemandangan panorama alam yang cantik, tambahnya.
Kami ngobrol akrab hingga mata mengantuk, dan akhir tertidur di cottege-cottege berpendingi berbaling-baling itu.
Wisata Bahari Menantang
Esok harinya sebahagian dari kami bangun agak siang, dan setelah semua mandi dan sarapan kembali kami dibawa menyusuri keindahan wisata bahari di kawasan bahari Mandeh dengan menumpang dua kapal kayu pesiar mini.
Sembari menyaksikan riak ombak kecil yang dimunculkan kapal, mata juga disuguhkan indahnya pemandangan hijaunya manggrove di teluk itu.
Ketika menoleh ke bukit nampak indah dan hijaunya hutan di perbukitan kawasan wisata tervaforit di Ranah Minang itu.
Di tengah terik matahari mulai meninggi, dua kapal yang mengangkut rombongan kami terus berlayar menuju titik atau spot snorkeling yang indah dengan air jernih membiru.
Tak sabar, ada anggota rombongan langsung melompat dari tepi badan kapal mini mencebur ke laut nan jernih itu. Satu persatu sudah menginjakkan kaki di terumbu karang, ada yang langsung menyelam sembari bermain dengan ikan hias.
Seorang pemandu rombongan Bernadi, menyebutkan kalau ingin ramai ikan hias menghapiri harus dikasi makanan, biasanya sebagian pengujung bawa roti.
Spot snorkeling yang satu ini, tidak terlalu jauh jaraknya dari pulau Cubadak --dikelola oleh turis asing--. Setelah berlangsung sekitar 30 menit rombongan menikmati air laut nan jernih itu, perjalanan dilanjutkan menuju ke pulau Sironjong Ketek.
Pulau Sironjong ketek lain yang disuguhkan ke wisatawan, bukan ikan hias, bukan berenang tetapi uji nyali dengan aksi cliff jumping.
Terdapat tiga platform tempat yang bisa digunakan bagi wisatawan untuk aksi jumping atau uji ardenaline.
Terdapat dua yang bisa jadi tempat uji nyali, platform pertama berada di ketinggian enam meter dari permukaan laut, sedang platform kedua berada di ketinggian sekitar 16 meter dari permukaan laut.
Rombongan kami hanya umumnya melakukan aksi jumping yang ditempat ketinggian lima meter, meskipun untuk memulainya membuat nyali kecut juga.
Bernadi yang sudah biasa jadi pemandu wisatawan ke Pulau Sironjong Ketek, mengingatkan rombongan kami agar memperhatikan hal-hal yang bisa berdampak buruk saat jumping.
Pertama saat jumping posisi kedua kaki jangan dijarakan, artinya harus dirapatkan. Kedua jangan ambil posisi terjun menelungkup atau menyelentang karena bisa berakibat fatal.
"Ada waktu itu, wisatawan lokal melakukan jumping pada platform yang ketinggian 16 meter itu, robek celananya. Untung yang bersangkutan tidak apa-apa," kata Bernadi.
Hampir semua rombongan telah melakukan aksi uji nyali itu dalam waktu sekitar 50 menit tersebut. Dulu belum ada jenjan untuk naik ke titik jumping, hanya menggunakan tali naik dibebatuan. Sejak beberapa tahun terakhir sudah ada tangga besi.
Tangg besi itu, kata Bernadi, merupakan bantuan dana corporate sosail responsbiliti (CSR) salah satu perusahaab swasta di Kota Padangberlayar kami kembali dilanjutkan.
Setelah puas disana, dua kapal mini menuju Pulau Setan, karena disana sudah dipesan makan siang untuk rombongan. Hanya sekitar sepuluh menit sudah merapat dan hidangan makanan ala masyarakat pantai sudah tersedia.
Suguhan gulai ikan karangnya menjadi menu utamanya. Nyopi dan seduhan kelapa muda tak lupa dinikmati anggota rombongan.
Sebagian dari anggota rombongan setelah makan siang, menyempatkan juga berenang dan swafoto di pasir putih Pulau Setan.
Waktu sekitar 45 menit berlalu, pemandu sudah memberi tanda-tanda untuk kembali ke dermaga Baga Cottege .
Kembali "Roller Coaster"
Lepas tengah hari, setelah puas menjelajahi kawasan pulau-pulau indah di KWT Mandi, termasuk Snokling dan menikmati tantangan terjun bebas dari atas tebing pulau ke laut bebas dan bersantap siang pun kembali ke cotagge.
Kami pun bersiap kembali ke Padang denga melewati jalur jalan ekstem yang naik turun dan kelok kiri-kanan yang tajam di sisi jurang pinggir laut.
Kemanpuan para pengemudi rombongan Antara itu kembali diuji untuk meliuk-liuk di jalan menantang. Hebat para pengemudi itu, Muklisun, Miko, Agung, Ilka, Maril dan Ikhwan dengan kemampuan mengemudi yang baik mampu melewati setiap tikungan kiri-kanan, tanjakan dan penurunan curam dengan baik.
Dari dalam mobil, kami juga disunguhi panorama alam pesisir pantai yang indah dan menarik untuk kembali dikunjungi.
Setelah hampir satu jam di jalan ekstim itu kami pun sampai di Sungai Pisang dan kembali harus melewati jalur penuh tantangan hingga sampai ke batas kota Padang.
Sampai di Padang juga harus melewati kawan wisata bungus yang indah dengan pantai-pantai mempesona. Dengan pelindungan sangpencipta mobil-mobil kami tiba di Kantor Antara dan selanjutnya pulang ke rumah masing-masing.*