Disparitas Gender dan Pembangunan Ekonomi

id Berita padang, berita sumbar, kemenkeu

Disparitas Gender dan Pembangunan Ekonomi

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Sumbar Heru Pudyo Nugroho (Antara/Ikhwan Wahyudi)

Padang (ANTARA) - Meski isu keadilan gender telah diadopsi ke dalam hukum internasional yakni universal declaration of human rights sejak 1948, ketidakadilan gender masih menjadi salah satu permasalahan krusial dalam proses pembangunan di berbagai belahan dunia terutama negara berkembang termasuk Indonesia.

Disparitas perlakuan antara pria dan wanita tergambar dalam berbagai aspek kehidupan seperti akses dan kesempatan dalam politik, pendidikan, pekerjaan, pengembangan diri, fasilitas Kesehatan, ketersediaan nutrisi, hak atas kekayaan dan sebagainya. Mempertimbangkan pentingnya isu kesetaraan gender, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat isu kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita menjadi salah satu target Millenium Development Goals (MDG’s). Rilis data United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2019, indeks ketimpangan gender atau Gender Inequality Indeks (GII) yang mengukur ketidakadilan gender pada tiga dimensi utama yakni kesehatan reproduksi, pemberdayaan dan akses terhadap pasar tenaga kerja, nilai GII Indonesia tertinggi di ASEAN dengan skor 0,48 poin. Sementara negara ASEAN dengan skor GII terendah diraih Singapura dengan poin 0,065. Di level dunia, sesuai data tahun 2019 posisi GII Indonesia masih di peringkat 121 dari 162 negara bahkan nilai GII Indonesia masih di atas rata-rata nilai GII dunia yakni di angka 0,436 poin. Nilai GII Indonesia yang tinggi mencerminkan masih rendahnya perspektif keadilan gender dalam berbagai aspek pembangunan sehingga diperlukan upaya serius oleh pemerintah Indonesia melalui kebijakan yang mendukung keadilan gender dari sisi akses kesehatan, pendidikan, pemberdayaan politik, dan pasar tenaga kerja.

Disparitas Gender

Disparitas gender terjadi dalam berbagai bentuk yang menghambat partisipasi pria dan wanita secara adil dalam proses pembangunan. Ketidakadilan gender bukan merupakan fenomena homogen namun merupakan kumpulan disparitas dari berbagai permasalahan yang berkaitan. Pakar ekonomi penerima hadiah Nobel dan peneliti ketidakadilan gender Profesor Amartya Sen mengidentifikasi 7 (tujuh) bentuk ketidakadilan gender yakni : Ketidakadilan Mortalitas yakni tingginya angka rata-rata kematian wanita akibat ketidakseimbangan populasi antara pria dan wanita yang membatasi akses wanita terhadap layanan kesehatan dan gizi yang layak. Ketidakadilan Kelahiran adalah preferensi untuk memiliki anak laki-laki daripada anak perempuan, menyebabkan lebih banyak janin bayi wanita yang diaborsi daripada janin bayi laki-laki. Ketidakadilan fasilitas dasar yakni pandangan masyarakat bahwa laki-laki lebih berhak untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, menyebabkan banyak wanita di negara berkembang sulit mengakses pendidikan dan kesempatan yang sama dalam proses pembangunan. Ketidakadilan kesempatan khusus yakni disparitas gender dalam pendidikan tinggi dan pelatihan profesional yang bahkan masih terjadi meski di Negara maju sekalipun. Ketidakadilan Profesional merupakan ketidakadilan di dunia kerja seperti kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan di tempat kerja. Ketidakadilan Kepemilikan merupakan ketidakadilan dalam upaya kepemilikan aset bahkan untuk aset kebutuhan dasar seperti tanah dan rumah. Minimnya klaim atas properti, membatasi akses wanita pada dunia komersial, ekonomi dan aktivitas sosial. Ketidakadilan Peran Di Rumah Tangga merupakan disparitas gender yang paling umum terjadi dimana untuk meraih pekerjaan di luar rumah bagi wanita seringkali disertai persyaratan bahwa pekerjaan rumah seperti mengasuh anak, mengerjakan tugas-tugas rumah tangga harus beres terlebih dahulu, sementara hal yang sama tidak menjadi persyaratan bagi pria yang bekerja di luar rumah.

Perspektif Gender Dalam Pembangunan Ekonomi

Perspektif gender dalam proses pembangunan, telah diakomodasi oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Dalam aturan tersebut konsepsi gender dikontruksikan sebagai peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Pengarusutamaan gender merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Adapun keadilan gender merupakan proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa penelitian mengindikasikan korelasi positif antara keadilan gender dan pemberdayaan perempuan dengan pembangunan ekonomi suatu negara. Asian Development Bank (ADB) dalam kajian Economic Working Paper tahun 2016 dengan topik A Model of Gender Inequality and Economic Growth menyampaikan simpulan bahwa peningkatan keadilan gender berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika ketidakadilan gender dapat dihilangkan sama sekali, maka agregat pendapatan akan meningkat 6,6% dan 14,5% lebih tinggi dari kondisi awal setelah satu atau dua generasi. International Monetary Fund (IMF) dalam working paper tahun 2020 dengan tajuk Gender Inequality and Economic Growth: Evidence from Industry-Level Data menyampaikan simpulan bahwa dalam industri dimana andil perempuan tinggi, menyebabkan industri tumbuh relatif lebih cepat apabila dibarengi dengan adanya persamaan gender. Dengan memfokuskan penelitian pada perbedaan efek dari ketidakadilan gender terhadap pertumbuhan ekonomi antar negara dan antar jenis industri pada komposisi gender yang berbeda, didapati simpulan bahwa ketidakadilan gender memiliki causal effect terhadap capaian riil hasil ekonomi pada level industri. Semakin tinggi keadilan gender akan semakin tinggi dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi yakni dengan mengalokasikan tenaga kerja wanita pada sektor produktif. Mengacu pula berbagai kajian empiris terkait kinerja wanita pada berbagai bidang bisnis menyatakan simpulan bahwa setiap individu dilahirkan dengan membawa bakat alami masing-masing dan membatasi akses perempuan pada posisi manajerial akan membawa konsekuensi hilangya kesempatan untuk mendapatkan talenta terbaik yang paling produktif (World Development Journal, 156, 2022). Mengacu pada berbagai kajian ilmiah dan empiris di atas, pemangku kebijakan perlu untuk menyatukan komitmen agar pengarusutamaan gender sesuai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 dapat diimplementasikan secara efektif guna mengeliminasi berbagai disparitas gender yang dapat menghambat proses pembangunan ekonomi.

Pegawai Kemenkeu, Pemerhati Kesetaraan Gender