Warga Kota Sawahlunto Lestarikan Musik Keroncong Asli

id Warga Kota Sawahlunto Lestarikan Musik Keroncong Asli

Warga Kota Sawahlunto Lestarikan Musik Keroncong Asli

Pendiri Orkes Keroncong Setia Abadi, Budi Santoso, alias Pak Mo memperagakan alat musik yang digunakan kelompok musiknya ketika memainkan musik keroncong. (Antara Foto)

Sawahlunto, (Antara) - Warga Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), melalui Orkes Setia Abadi yang berpusat di kawasan Kampung Wisata Tangsi Baru, Kecamatan Lembah Segar terus berupaya melestarikan musik keroncong asli yang sudah mulai jarang terdengar saat ini. Pendiri Orkes Keroncong "Setia Abadi", Budi Santoso, di Sawahlunto, Sabtu, mengatakan dia bersama sejumlah seniman musik di kota itu berjuang secara turun temurun untuk mempertahankan jenis musik yang mereka namakan "Keroncong Asli". "Keroncong yang kami mainkan masih menggunakan alat musik tua jenis akustik, seperti string bass, cielo, biola, gitar dan lain sebagainya," kata dia. Menurut dia, alat musik yang digunakan itu menjadi ciri khas kelompoknya dan dijadikan dasar pemberian nama keroncong asli," kata dia. Dia mengatakan, musik keroncong sudah mereka kenal secara turun temurun sejak zaman penjajahan kolonial Belanda, tepatnya di masa nenek moyang mereka menjadi buruh paksa di pertambangan batu bara di Sawahlunto, kala itu. "Orkes Keroncong Setia Abadi ini memang baru didirikan tahun ini, untuk mewadahi para musisi pengemar aliran musik tersebut, yang pada umumnya sudah berumur diatas 50 tahun," kata dia. Sebelumnya, lanjut dia, mereka pernah tergabung dalam Orkes Buana Lestari di tahun 2014 dan pernah secara sukarela mengisi acara pada peringatan Hari Pahlawan di kota itu. "Tapi akibat adanya perbedaan prinsip serta pengelolaannya yang tidak transparan, membuat saya dan beberapa pemusik lainnya memutuskan untuk mendirikan Orkes Setia Abadi,"ujar dia. Terkait latar belakang munculnya ide mendirikan orkes tersebut, dia mengatakan hal itu didasari keinginan mereka untuk mendukung program kampung wisata oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Sawahlunto. Namun, kata dia, dalam perjalanannya sejak dulu, musik yang mereka pertahankan selama tiga generasi itu, seolah-olah luput dari perhatian pihak terkait. "Kami sengaja mengadakan latihan di siang hari pada akhir pekan, agar wisatawan yang datang kesini bisa melihat langsung bagaimana musik keroncong dimainkan," kata dia. Sehingga, kata dia, kecintaan terhadap musik yang pernah menjadi ikon perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan, bisa kembali muncul di kalangan masyarakat luas. Dia mengatakan, bagi peminat musik keroncong yang ingin melihat langsung kelompoknya bermain, bisa datang langsung ke sekretariatnya di kawasan Tangsi Baru-Sukosari, Kecamatan Lembah Segar di akhir pekan. "Kami juga siap menghibur di acara resmi atau pesta, untuk tarifnya bisa dibicarakan lebih lanjut dengan menghubungi nomor telepon 0821 7014 9954," kata dia. Ketika penjajah kolonial Belanda menemukan potensi batu bara di Kota Sawahlunto tahun 1888 Masehi, tak kurang sebanyak 7000 pekerja paksa pun didatangkan dari pulau jawa dan pulau-pulau lainnya. Setelah lelah bekerja secara paksa seharian, para buruh tambang itu menjadikan musik keroncong sebagai hiburan dengan peralatan seadanya, disamping kesenian lain seperti wayang kulit, ludrug, wayang orang dan lain sebagainya. Kini, eksistensi musik keroncong menggantungkan nasibnya pada seniman-seniman musik yang mungkin jumlahnya sudah sangat sedikit di Indonesia. (**/cpw7)