Bukittinggi (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Bukittinggi menanggapi pedagang daging dan peternak sapi yang merasa keberatan dengan aturan yang ditetapkan terkait pemotongan hewan yang baru saja diberlakukan.
"Sebenarnya ini adalah aturan yang sudah lama sesuai UU nomor 18 tahun 2009 jo Undang-Undang nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, diatur proses pemotong hewan di UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) Bukittinggi," kata Kepala DPP, Hendry, Senin (12/8).
Ia menjelaskan sesuai aturan, hewan ternak yang dipotong harus dilengkapi surat asal ternak atau surat jual beli, surat keterangan kesehatan hewan (SKKH).
Kedua, untuk ternak betina harus dilengkapi surat keterangan status reproduksi (SKSR).
"Ini penting, karena asal usul hewan harus jelas. Sedangkan hewan betina tidak boleh dipotong, kecuali sudah tidak produktif lagi," kata Hendry.
Ketiga, kedatangan ternak yang akan dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) paling lambat pukul 17.00 WIB dan sudah harus dilengkapi dengan dokumen untuk diperiksa ante mortem oleh medik veteriner RPH.
Setelah dokumen lengkap, ternak ditempatkan di kandang penampungan untuk diistirahatkan selama minimal 12 jam.
"Ini tujuannya untuk menjaga kualitas daging. Sapi atau kerban yang dipotong tidak boleh dalam kondisi stres," kata dia.
Tanggapan itu disampaikan setelah ratusan pedagang daging yang tergabung dalam Persatuan Saudagar Daging (Persada) mendatangi Kantor Dinas Pertanian dan Pangan Bukittinggi
Kedatangan para pedagang itu menuntut Pemkot Bukittinggi melalui dinas terkait untuk tidak mempersulit pedagang daging di Bukittinggi.
"Kami hari ini datang karena merasa Pemko Bukittinggi menerapkan aturan yang merugikan pedagang," kata Ketua Pemuda Pasar Daging, Sutan Rajo Endah didampingi Humas Persada, Elwi.
Sutan Rajo Endah menyebut, aturan yang mempersulit itu seperti, aturan karantina sapi selama 12 jam.
"Jika sapi sampai di Rumah Potong Hewan (RPH) jam lima pagi, maka dipotong sore. Kapan kami berdagang, siapa yang mau membeli kalau sudah sore," ujarnya.
Persda berharap, ada solusi dari permasalahan yang dihadapi pedagang.
Selain jam karantina, Persada juga mempertanyakan kenapa aturan itu hanya ditetapkan di Kota Bukittinggi.
Akibatnya, Los daging Pasar Bawah Bukittinggi sepi karena tidak ada pedagang yang berjualan. Tidak adanya yang berjualan buntut kekecewaan pedagang terhadap kebijakan Pemkot Bukittinggi yang dinilai mempesulit mereka.
Ketua Persada Bukittinggi, Suheri mengatakan, tuntutan yang disampaikan karena dinilai mempersulit pedagang.
Tuntutan pertama, Persada mempertanyakan soal aturan kedatangan ternak yang akan dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) paling lambat pukul 17.00 WIB dan sudah harus dilengkapi dengan dokumen untuk diperiksa ante mortem oleh medik veteriner RPH.
"Poin ini kami keberatan. Karena kalau menunggu 12 jam terlalu lama. Kapan lagi kami akan berjualan," kata Suheri.
Kemudian poin kedua, setelah dokumen lengkap, ternak ditempatkan di kandang penampungan untuk diistirahatkan selama minimal 12 jam.
"Seperti apa sebenarnya aturannya. Kenapa di daerah lain aturan tidak seketat itu," ujarnya.
Setelah melakukan aksi dan beraudiensi dengan Kadis Pertanian dan Pangan Bukittinggi, ratusan pedagang menuju DPRD setempat untuk menyampaikan aspirasi.
Di dalam audiensi itu terungkap, DPP harus menerapkan aturan karena adanya pelaporan ke kepolisian terkait adanya sapi betina produktif yang dipotong di RPH.
DPP didampingi beberapa anggota DPRD yang hadir meminta kesabaran dari pihak pedagang daging dan peternak sapi untuk menindaklanjuti keberatan itu hingga ke dinas terkait di Provinsi Sumbar.