Akademisi: Pentingnya hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu

id pemilu

Akademisi: Pentingnya hak politik penyandang disabilitas dalam pemilu

Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas, Dewi Anggraini. (Antara/HO-Pribadi).

Padang (ANTARA) - Demokrasi yang inklusif menjadikan kesetaraan hak politik bagi semua warga negara sebagai elemen penting. Pada dasarnya, hak politik adalah hak yang dimiliki warga negara untuk terlibat dalam proses politik yang dijamin oleh negara yang bisa dinikmati tanpa diskriminasi oleh sumua warga negara. Sebagai contoh hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum bagi kelompok penyandang disabilitas.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menegaskan bahwa penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon Anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon presiden /wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, termasuk sebagai penyelenggara Pemilu.

Pasal ini dengan tegas menyatakan bahwa para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih dalam pemilu. Pasal 350 Ayat 2 undang-undang ini juga mengatur tentang pentingnya menetapkan lokasi tempat pemungutan suara (TPS) di tempat yang mudah dijangkau oleh semua, termasuk penyandang disabilitas, tidak mengabungkan dengan desa, memperhatikan aspek geografis, dan menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.

Langkah ini diambil untuk memastikan hak politik penyandang disabilitas terpenuhi melalui aksesibilitas yang menciptakan kesempatan yang setara. Sementara itu dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabiltas menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Pasal 4 menyebutkan bahwa penyandang disabilitas dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu penyandang disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, dan/atau disabilitas sensorik. Kondisi normatif penyandang disabiltas yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut, kadangkala dalam realitasnya tidak sejalan. Ada beberapa kasus penyandang disabiltas mendapatkan diskriminasi dalam menyalurkan hak-hak politiknya seperti adanya polemik saat pencalonan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden pada Pemilu tahun 2004.

Dalam penelitian yang dilakukan Ardani (2019), meski saat itu secara inteligensi Gus Dur lebih unggul dibanding kandidat lain, keterbatasan beliau dalam penglihatan tetap menjadi suatu permasalahan. Penelitian lain yang dilakukan Fajri Hidayatullah (2020) mencatat bahwa seorang penyandang disabilitas telah mencalon sebanyak tiga kali dalam pemilu namun selalu gagal. Kegagalan tersebut juga tak lepas dari kondisi disabilitas yang membuat masyarakat enggan memilih mereka dalam pemilu. Penyandang disabilitas kerap diabaikan dalam dinamika politik, tanpa mendapatkan peluang yang setara untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan umum.

Kendala fisik, aksesibilitas, dan isu-isu sosial seringkali menjadi penghambat bagi penyandang disabilitas untuk terlibat sepenuhnya dalam arena politik. Hal ini berkontribusi pada terjadinya kesenjangan representasi politik yang merugikan kesetaraan dalam konteks demokrasi. Berkaca dari pemilu-pemilu sebelumnya, ada beberapa hambatan bagi penyandang disabilitas dalam pemilu yang kerap terjadi di antaranya keterbatasan dalam mengakses informasi pemilu, keterbatasan pengetahuan dalam mengakses nama-nama calon anggota legislatif, tidak tersedianya instrumen teknis pemilu yang dapat menjangkau pemilih disabilitas, struktur sosial dan budaya masyarakat yang masih menganggap rendah kelompok pemilih disabilitas, kurang maksimalnya pendataan dari KPU mengenai jumlah penyandang disabilitas dan posisi mereka yang tidak terpetakan sehingga banyak penyandang disabilitas yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan tentu saja hambatan-hambatan tersebut harus segera diselesaikan agar tidak ada lagi hak para penyandang disabilitas yang dilanggar dalam pelaksanaan Pemilu 2024 nantinya.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh KPU dan Bawaslu dalam memastikan penyandang disabilitas memiliki kesetaraan dalam hak politik untuk pemilu 2024, yaitu semua penyelenggara pemilu harus croscek kembali keberadaan penyandang disabilitas di seluruh wilayah kerjanya dan memastikan seluruh penyandang disabilitas yang diatur oleh undang-undang sudah terdaftar sebagai pemilih dalam DPT. Kedua, penyelenggara pemilu harus melakukan rekoordinasi, sosialisasi dan pendidikan politik kepada kelompok penyandang disabilitas melalui kegiatan workshop, pembekalan, dan simulasi yang bekerja sama dengan sejumlah stakeholder terkait, misal dokter, psikiater, guru disabilitas, pembina-pembina disabilitas dan pihak rumah sakit dalam rangka pemberian hak pilih pada pemilu 2024.

Ketiga, Penyelenggara pemilu harus memastikan kembali ketersediaan sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas, seperti kertas suara khusus, alat bantu, kemudahan tempat, penerjemah, hingga pendampingan kepada kelompok disabiltas. Keempat, menerima dan melibatkan penyandang disabilitas sebagai penyelenggara pemilu ad hoc, misal sebagai anggota PPK, Panwascam, PPS, KKPS, PTPS, relawan demokrasi, dll. Kelima, melibatkan penyandang disabilitas sebagai relawan pemilu dan agen demokrasi di komunitas mereka.

Keenam, menghimbau kesadaran akan pentingnya partisipasi dan peran stakeholder, masyarakat, serta keluarga penyandang disabilitas untuk tidak merasa malu dan membantu penyandang disabilitas dalam memberikan akses dan informasi terkait pemilu. Dan tentu saja bagi masyarakat umum bahwa ikut serta mendorong dipenuhinya hak-hak politik penyandang disabilitas merupakan usaha yang harus dilakukan secara maksimal.

Dalam memastikan representasi yang setara bagi penyandang disabilitas pada pemilu 2024, mewujudkan representasi yang seimbang bagi penyandang disabilitas dalam Pemilu 2024 menjadi tanggung jawab kita bersama. Penting untuk terus memperjuangkan hak politik penyandang disabilitas, mendorong inklusivitas dalam proses pemilihan umum, serta memberikan dukungan kepada inisiatif dan organisasi yang berupaya mencapai tujuan ini. Dengan kerja sama dan kesadaran bersama, kita dapat membentuk pemilu yang inklusif dan memberikan platform yang adil bagi semua warga negara, tanpa memandang kondisi fisik atau kemampuan. Mari bersama-sama berkolaborasi untuk memastikan representasi yang seimbang bagi penyandang disabilitas dalam Pemilu 2024

Penulis adalah Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas, Dewi Anggraini.