Mengasah sensitivitas budaya generasi muda dengan sumbang 12

id Sumbang 12, SMA 6 padang, hidayat, fadly Oleh Miko Elfisha

Mengasah sensitivitas budaya generasi muda dengan sumbang 12

Anggota Komisi V DPRD Sumbar Hidayat berupaya agar budaya kembali jadi mata pelajaran di sekolah. (ANTARA/Miko Elfisha)

Padang (ANTARA) - Arus informasi yang tidak lagi memiliki sekat seiring berkembangnya teknologi kian memudahkan generasi muda untuk mengakses segala hal tentang budaya dari berbagai belahan dunia. Mereka semakin fasih menghafal dan meniru tokoh-tokoh budaya populer yang tanpa sadar telah menjadi panutan.

Akar budaya tokoh-tokoh populer itu, seperti artis-artis hollywood, artis korea yang memiliki puluhan juta penggemar di Indonesia termasuk Sumatera Barat itu sebenarnya sangat jauh dari nilai-nilai luhur budaya Minangkabau yang berdasarkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Semakin lama, generasi muda semakin tercerabut dari akar budaya sendiri dan lebih menerima budaya luar yang kadang tidak sejalan lagi dengan agama islam, yang menjadi dasar adat Minang seperti pepatah Syarak Mangato Adat Mamakai.

Celakanya, pada saat bersamaan materi tentang kebudayaan Minangkabau menghilang dari kurikulum. Materi Budaya Alam Minangkabau (BAM) yang dahulu pernah menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal, sekarang sudah tidak ada lagi.

Jika ditilik lebih jauh, porsi BAM dalam kurikulum itu sebenarnya sangat kecil. Tidak cukup untuk memberikan pemahaman yang dalam tentang Budaya Minangkabau. Tapi setidaknya, saat mata pelajaran itu masih ada, generasi muda masih memiliki bisa mengenal budaya sendiri, meski sedikit.

Lalu saat sedikit porsi itupun hilang, bisa dikatakan sumber informasi dan pengetahuan budaya di bangku sekolah tereduksi hanya menjadi pengetahuan seni dan budaya secara umum, tidak spesifik pada Budaya Minangkabau.

Kondisi tersebut menurut Bundo Kanduang Prof. Raudha Thaib sangat memprihatinkan. Sumber informasi dan ilmu tentang budaya Minangkabau, mau tidak mau, hanya bisa ditemukan di luar bangku sekolah. Itupun kalau generasi muda mau mencari dan tidak terlena dalam arus budaya global yang semakin menggila.

Dengan kondisi seperti itu, pada akhirnya Budaya Minangkabau akan menjadi anak tiri di rumah sendiri. Tersuruk dalam teks-teks kumal di perpusatakaan. Menjadi ilmu lapuk dalam ingatan para datuk-datuk dan bundo kanduang.

Maka perlu ada upaya luar biasa untuk bisa menghambat masa depan suram kebudayaan itu. Semua pihak harus bahu membahu untuk menciptakan ruang bagi generasi muda agar "dipaksa" untuk mengenal budaya Minangkabau dan pada akhirnya akan memahami dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bimbingan teknis kebudayaan yang digelar Dinas Kebudayaan Sumatera Barat dengan inisiatif anggota Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat perlu mendapatkan apresiasi dan didorong agar bisa menjadi program pemerintah terutama di dunia pendidikan.

Ia meyakini, jika pergulatan generasi muda dengan budaya Minangkabau semakin intens dengan dorongan pemerintah daerah, akan muncul tunas-tunas muda yang tertarik untuk mendalami akar budaya sendiri karena dalam pejabaran filosofi Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK) akan ditemukan kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Dikatakannya, orang Minangkabau yang ideal itu adalah orang yang, ba budi baiak, ba baso katuju. Budi gunanya untuk kesempurnaan hidup bamasyarakat. Baso gunanya untuk keselarasan hubungan antar manusia.

Dasar untuk menentukan budi yang baik, Raso jo pareso (pemikiran dan perasaan). Alua jo patuik (kepantasan dan kepatutan). Ukua jo jangko (ukuran dan alokasi waktu). Barih jo balabeh (hukum dan aturan). Anggo tanggo, Agama (akhlak, moral, etika) dan Budaya.

"Seluruhnya tertuang dalam tingkah laku sehari-hari. Terutama dalam tatacara bersikap, berbicara, bergaul, berpakaian, berpikir dan bertindak,"katanya.

Kepribadian

Secara individual tampak dalam dan tampak luar. Segala sesuatu yang dimiliki individu akan tercermin dari, ahklak, tingkah laku, etika, estetika dan bahasa. Kesemuanya yang disebut juga dengan karakter.

Merujuk kepada filosopi orang Minangkabau ABS-SBK, syara’ mangato adat mamakai alam takambang jadi guru. Ajaran agama islam meletakan perempuan dan laki-laki sebagai pakaian dan pasangan dari masing-masingnya.

Kepribadian seseorang katanya, akan tercermin dari tata kelakuannya yang sesuai dengan norma agama dan nilai budaya. Seseorang yang berakhlak ke Islaman, pastilah orang itu penganut Islam yang baik dan mempunyai etika dan moral yang baik.

"Seseorang yang beretika baik menurut adat dan budayanya pastilah orang itu memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai adat dan budayanya. Akhlak berada dalam dua jalur yang jelas, secara horisontal pengaturan kehidupan sosial sesama makhluk. Secara vertikal mengatur tatacara peribadatan, pengabdian kepada Khalik,"ujarnya.

Kepribadian seseorang akan terbentuk sejauh mana seseorang itu menjaga dan memelihara hubungan kedua jalur tersebut. Dalam Undang-undang Adat Minangkabau, yaitu poin kedua dari undang-undang nan salapan tentang perangai Sumbang Salah ada 12 Sumbang.

Sumbang 12 yaitu perbuatan yang belum salah tetapi sudah mengarah ke salah, yakni Sumbang duduak, artinya duduak mangangkang, padusi duduak baselo. Perempuan duduk sendiri ditengah laki-laki. Sumbang tagak, tagak di pintu/janjang, di tengah jalan malam hari.

Selanjutnya, Sumbang jalan, Bajalan malasau, mandongkak-dongkak, co ayam gadih ka batalua. Bajalan berdua laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim malam hari. Sumbang kato, duduakan etongan ciek ciek nak faham urang mukasuiknyo, Jaan barundiang co murai batu, bak aie sarasah tajun;jaan mamotong urang mangecek; mancaliak urang sakik jan bacarito urang mati; jan manunggu utang di nan rami.

Sumbang caliak, pamatuik matuik diri, pajinak incek mato kok di rumah urang. Sumbang makan, jangan makan sambia tagak/mangunyah sapanjang jalan. Manyuok jo ujuang jari, suok indak buliah gadang, piriang diisi jan malanjuang, minum aie sataguak sataguak, jan sindao sadang makan.

Kemudian, Sumbang pakai, babaju sampik, jarang lah nampak rasio tubuah, Sumbang karajo, kakok-kakok i, cacau, karocoh pocoh. Sumbang tanyo, barundiang sasudah makan, batanyo salapeh arak, sadang makan jan batanyo. Sumbang jawab, elok-elok mambari jawab, piliah kato nan sopan supayo urang jaan salah faham.

Terakhir, sumbang tingga (perempuan bermalam di tempat banyak laki-laki yang bukan muhrim/familinya, tinggal bersama bapak tiri, masuk kekamar ayah ibu, ayah masuk ke kamar anak perempuannya yang telah dewasa. Sumbang kurenah, dari kurenah awak nan sumbang-sumbang itu dapat dijadikan indikator oleh orang lain tentang akhlak awak.

Kepala Dinas Kebudayaan Syaifullah mengamini, bahwa cepatnya perubahan dalam bidang teknologi informasi menyebabkan nilai-nilai budaya Minangkabau dari waktu ke waktu tergerus oleh budaya asing sehingga generasi muda Sumbar kurang mengetahui dan memahami nilai-nilai ABS – SBK.

"Untuk itu, Pemprov Sumbar melalui Dinas Kebudayaan mengambil peran dalam menjaga agar pemahaman nilai-nilai pada ABS – SBK terus terjaga dari generasi ke generasi, salah satunya melalui kegiatan bimtek ini,"ujarnya.
Kabid Bina Sejarah Adat dan Nilai Tradisi, Fadli Junaidi. (ANTARA/Miko Elfisha)
Ada beberapa permasalahan dalam pelestarian ABS-SBK di Sumbar, untuk itu melalui misi kedua Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut pihaknya telah mencoba merumuskan beberapa solusi untuk mengatasinya, diantaranya membuat peta jalan (roadmap) Adaik Basandi Syara’- Syara’ Basandi Kitabullah (ABS – SBK).

Menurutnya, peta jalan ini penting untuk dirumuskan agar pelaksanan ABS-SBK secara bertahap bisa di implementasikan serta adanya keberlanjutan program antar satu pemimpin dengan pemimpin berikutnya.

Kemudian menyediakan Muatan Lokal (Mulok) berisi materi ABS –SBK yang akan diajarkan di sekolah – sekolah, pewarisan budaya pada usia dini penting dilakukan dilakukan agar generasi Minangkabau mengetahui akar historis dan identitas kebudayaannya.

"Dan kami akan mengajak Bupati/ Walikota untuk bisa satu persepsi dalam hal ini. Serta memperkuat budaya literasi masyarakat Sumbar," katanya.

Dikatakannya, Pemprov Sumbar akan terus bergerak untuk pelestarian warisan budaya ABS-SBK ini. Sesuai amanat UU nomor 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan bahwa Pemerintah diberikan tanggung jawab dalam perlindungan, pembinaan, pengembangan dan pemanfaatan yang mana adat istiadat merupakan salah satu objeknya.

Dinas Kebudayaan Sumbar merupakan salah satu penunjang dalam pencapaian misi kedua Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat yaitu “Meningkatkan Tata Kehidupan Sosial Kemasyarakatan Berdasarkan Falsafah Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius mengatakan ke depan generasi muda harus mampu memahamiABS-SBK secara substansi. Kebenaran yang ada di dalamnya. Untuk itu perlu dilestarikan.

"ABS-SBK sangat penting, apalagi dengan tantangan informasi dan teknologi generasi muda bisa saja melupakan ABS-SBK,"pesan Barlius.

Anggota DPRD Sumbar dari Fraksi Gerindra, Hidayat mengatakan, kebudayaan merupakan kehidupan yang universal. Untuk itu kebudayaan perlu ditanamkan kepada generasi muda.

"Siswa sudah mendapat dasar tentang apa itu kebudayaan di sekolah, untuk itu kami ingin memperkokoh dasar itu dengan menyelenggarakan semacam diskusi dengan narasumber yang kompeten," ungkapnya.

Dikatakannya, generasi muda perlu mengetahui mengetahui akar historis dan identitas kebudayaannya. Sehingga kebudayaan tidak mudah tergerus oleh kemajuan zaman. Dia mencontohkan Jepang yang maju dalam berbagai bidang tetap tidak lupa akan akar budaya.

"Saya salut sama Jepang, walaupun sudah maju, tetapi mereka tidak lupa akan kebudayaan. Seperti budaya disiplin yang selalu mereka jaga. Kita harus juga seperti itu dalam menjaga budaya kita," tuturnya.

Ia bersama DPRD Sumbar akan berupaya agar materi Budaya Minangkabau kembali bisa dipelajari di sekolah-sekolah karena menurutnya pemerintah memberikan ruang untuk menerapkan kearifan lokal dalam kurikulum di sekolah.

"Ini akan menjadi salah satu agenda besar kita agar generasi muda bisa kembali mengenal dan mengimplementasikan budaya sendiri," ujarnya.

Kepala Bidang Sejarah Adat dan Nilai-nilai Tradisi, Fadli Junaidi mengatakan Bimtek tersebut diikuti oleh 100 peserta dari SMA 6 Padang. Menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya yakni, Anggota DPRD SUmbar, Hidayat dan Prof. Dr. Rhauda Thaib, yang merupakan Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat dengan materi “Implementasi Sumbang 12 dan Kato Nan 4”. ****