Padang (ANTARA) - Hari Puisi Indonesia (HPI) merupakan momen perayaan para peyair nusantara. Setiap tahunnya, penyelenggaraan diadakan oleh banyak pihak komunitas maupun individual yang diisi oleh diskusi sastra, pertunjukan seni, kemah literasi, dan berbagai kegiatan lainnya.
Komunitas Seni Rumah Sunting, Riau merupakan salah satu pihak yang aktif menyelenggarakan Hari Puisi Indonesia (HPI) setiap tahunnya. Komunitas yang dibina oleh Kunni Masrohanti, Presiden Penyair Perempuan Indonesia tersebut kembali merayakannya di Talau Pusako, Danau PLTA Koto Panjang, Desa Koto Mesjid, Kabupaten kampar pada Jumat-Sabtu (3-4/9/2021).
Perayaan HPI tahun ini mengusung tema “dari Talau, untuk Indonesia” bertujuan memperkenalkan kawasan Talau Pusako yang menyimpan berjuta sejarah kepada publik. Talau Pusako sebelumnya adalah sembilan desa yang diubah menjadi kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Oleh karena itu, Rumah Sunting memiliki inisiatif untuk kembali menggali kenangan-kenangan sejarah yang ada di Talau Pusako.
Acara tahun ini dilaksanakan secara terbatas dan sederhana. Hal ini mengingat anjuran pemerintah untuk tidak memicu kerumunan di masa pandemi Covid-19. Kegiatan hanya dihadiri beberapa orang penulis dan penggiat seni. Meski terbatas, penyair dan seniman dari beberapa kota di Riau juga turut hadir. Hadir juga beberapa penyair dan seniman dari Sumatera Barat, di antaranya Dr. Hermawan seorang akademisi, Arbi Tanjung seorang seniman, Ubaidillah Al Anshori seorang Penyair, Ferry Guci seorang penggiat taman baca, dan A. Suwistyo seorang Penulis.
Perhelatan acara dimulai dengan pembacaan puisi oleh masing-masing penyair. Kegiatan dilaksanakan secara luring dan daring. Hingga malamnya, acara dilanjutkan dengan diskusi sastra yang terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama membincang tentang wisata dan pengembangan lokasi wisata melalui karya sastra dan keterlibatan penyair serta seniman. Lalu, sesi kedua diadakan khusus membincangkan puisi dan perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI).
Kunni mengatakan lokasi dan tema yang diangkat diambil dari tradisi dan budaya masyarakat di desa-desa bawah danau yang sekarang sudah tenggelam. Menurutnya, sejarah dan kearifan lokal yang tersisa masih bisa menjadi daya tarik destinasi wisata baru.
“Kita peringati HPI tahun ini di sini tidak lain tujuannya agar kenangan dan sejarah Talau Pusako tidak hilang. Penyair mesti menuangkannya dalam puisi. Sembilan desa yang hilang bukanlah kenangan yang mudah dilupakan.” Kata Kunni dalam diskusi pada Jumat malam (3/9).
Berbagai pemikiran dan harapan-harapan besar lahir dari diskusi malam tersebut. Sekaligus, lahir beberapa puisi dan lagu untuk mengenang Talau Pusako yang dilahirkan penyair-penyair. Panggung terasa megah namun eksotis karena dihiasi langsung oleh gugusan pulau, bintang-bintang, dan hamparan danau yang luas.
Diskusi dimoderatori oleh Siti Salmah dan dihangatkan oleh para narasumber Kunni Masrohanti, Arbi Tanjung, Hermawan, dan Ubaidillah Al Anshori. Hingga di penghujung acara, kegiatan ditutup dengan pelepasan Lampion yang diiringi musik oleh seniman lokal.
Anisman, pengelola kawasan Talau Pusako, mengaku sangat senang dengan dilaksanakannya perayaan HPI ke-9 tersebut.
“Jangan bosan datang ke Talau Pusako. Buatlah kegiatan di sini. Kami jadi tahu sejarah nenek moyang kami.” Kata Anisman.
Sebelum pulang pada keesokan harinya, Sabtu (4/9), seluruh peserta memberikan masing-masing bukunya kepada pihak pengelola yang nantinya akan dibangun pojok baca. Kegiatan berlanjut kepada susur sejarah dengan perahu mengitari Danau PLTA. Perjalanan berlabuh pada Tepian Mahligai. Mereka disambut Datuk Faisal Ali salah satu tetua adat sekaligus pengelola kawasan. Acara ditutup dengan makan siang bersama dengan menu khas Talau Pusako, Ikan Patin. (*)