Padang (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat (Sumbar) Brigjen Polisi Riki Yanuarfi memastikan kebijakan efisiensi anggaran tidak akan mempengaruhi target atau upaya pemberantasan narkotika di Ranah Minang.
"Kita memang terdampak efisiensi anggaran namun upaya pemberantasan narkotika harus tetap kita maksimalkan termasuk bersinergi dengan pihak lain," kata Kepala BNNP Sumbar Brigjen Polisi Riki Yanuarfi di Padang, Jumat.
Menurut Brigjen Riki, terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 harus disikapi dengan bijak tanpa harus mengurangi upaya pemberantasan narkotika.
Apalagi, kata dia, merujuk data BNN, Provinsi Sumbar berada pada urutan keenam dari 38 provinsi di Indonesia sebagai wilayah atau kawasan rawan penyalahgunaan narkotika. Oleh sebab itu, dibutuhkan kolaborasi atau kerja bersama untuk memerangi penyalahgunaan narkotika.
"Kita harus berkolaborasi apalagi sumber daya manusia maupun anggaran sangat terbatas dan yang pasti ego sektoral harus kita kesampingkan," ujar jenderal bintang satu tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian BNN terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Ranah Minang berada pada posisi enam kawasan rawan penyalahgunaan narkotika. Selain masuk jalur peredaran, prevalensi jumlah penduduk turut mempengaruhi tingginya penggunaan narkotika.
"Jadi ada data yang menunjukkan jumlah penduduk dengan pemakai di Sumbar yang cukup tinggi dari daerah lainnya," ujar dia.
Terakhir, dari sejumlah pengungkapan kasus penyelundupan narkotika di Ranah Minang diketahui barang haram tersebut tidak hanya datang dari provinsi tetangga namun juga berasal dari negara lain. Umumnya narkotika itu diselundupkan dari Aceh, Kota Medan dan Riau.
"Sementara Sumbar ini termasuk jalur pendistribusian narkotika ke Palembang, Jambi, Bengkulu dan Lampung," kata dia.