Senyum merekah para ibu rumah tangga di Kampung Jahit Pasar Ambacang

id berita padang, berita sumbar, JNE,jne30tahun,connectinghappiness ,30tahunbahagiabersama

Senyum merekah para ibu rumah tangga di Kampung Jahit Pasar Ambacang

Para ibu mitra jahit Maharrani tengah menyelesaikan pesanan. (Antara/Ikhwan Wahyudi)

Padang (ANTARA) - Hampir seharian menunggu Surya nyaris putus asa karena dari pagi belum ada satu pun orderan dari pelanggan yang masuk sementara tiga jam lagi waktu berbuka puasa akan menjelang.

Warga Pisang, Kecamatan Pauh, Kota Padang itu sudah setahun menjalani profesi sebagai pengendara ojek daring untuk menghidupi istri dan empat anaknya.

Hari itu benar-benar anyep, istilah sepi orderan di kalangan pengemudi ojek daring akibat puncak pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) tengah berlangsung pada Ramadhan 2020.

Guna mencegah penularan COVID-19 Pemerintah Kota Padang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama tiga tahap sejak 22 April hingga 7 Juni 2020.

Praktis penerapan PSBB membuat Surya dan rekan lainnya tak bisa mengangkut penumpang dan hanya dapat melayani pembelian makanan secara daring atau pengantaran barang.

Hari itu ia masih beruntung karena satu jam menjelang Maghrib ia masih mendapatkan satu orderan pembelian makanan. Itu lebih baik ketimbang tak membawa uang pulang sama sekali.

Wabah COVID-19 tak hanya memporak-porandakan kesehatan tubuh, namun juga kesehatan perekonomian rumah tangga Surya dan pengendara ojek daring lainnya.

Namun Surya beruntung karena istri tercinta Fahmera Erdawati (34) punya pekerjaan sampingan menjadi mitra jahit Maharrani merek dan produsen busana muslimah, yang berpusat di Padang memproduksi jilbab, gamis, mukenah hingga masker.

Usai mengantarkan pesanan jahitan sore itu, sosok yang disapa Era pulang dengan senyum mengembang. Di tangannya ada sedikit upah hasil jahitan hari itu pembeli makanan untuk dimasak, sebagai hidangan berbuka keluarga kecilnya di hari itu.

Dalam sepekan Era mampu menyelesaikan minimal 15 helai gamis dengan upah per potong Rp25 ribu yang artinya dalam satu minggu ia bisa menghasilkan paling kurang Rp375 ribu hingga Rp500 ribu.

Untuk menyelesaikan pesanan ia pun tak perlu keluar rumah, cukup mengerjakan di rumah saja bermodalkan mesin jahit dan keterampilan dasar yang dulu diperoleh saat sekolah di SMK 6 Padang.

Semua bahan mulai dari kain, benang sudah disiapkan dan dipotong. Era tinggal menyatukan dan menjahit sesuai dengan pola yang telah dibuat, pagi dijemput sore sudah selesai diantar dan terima uang.

Sebelumnya Era di rumah hanya menerima reparasi pakaian dan celana di rumah namun pelanggan tak menentu kadang ada kadang tiada.

Namun sejak menjadi mitra jahit Maharrani, Era bisa melakoni aktivitas jahit di rumah dengan target yang jelas dan penghasilan terukur, sembari tetap bisa mengurus rumah, mengasuh anak hingga memasak untuk keluarga.

Era memutuskan menjadi mitra jahit Maharrani setelah mendapatkan info dari tetangga bahwa Elsa Maharani pemilik usaha Maharrani tengah mencari mitra jahit.

Ia melamar pada April 2020 dan setelah dites kemampuan menjahit dinilai cukup baik dan langsung diberikan orderan.

"Iyo tatalong bana pas bulan puaso patang, apolai uda indak ado orderan, (benar-benar tertolong saat bulan puasa kemarin, apalagi suami tidak ada orderan)," kata Era.

Era bersyukur di tengah pandemi yang sulit dengan keterampilan jahit yang dimiliki dan menjadi mitra Maharrani membuat dapurnya tetap mengepul.

Lain lagi kisah Asra Rasyid janda tiga anak yang sejak dua bulan terakhir juga bergabung menjadi mitra jahit Maharrani.

Warga Simpang Malintang, Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Padang itu sebelumnya berprofesi sebagai penjahit obras di Pasar Raya Padang.

Sebagai tulang punggung keluarga yang menghidupi tiga anak selepas suaminya tiada, Asra mendapat informasi dari ketua RT kalau Maharrani tengah mencari mitra jahit.

Ia pun melamar dan dari hasil tes jahitannya dinilai rapi langsung diberikan orderan. Dalam sepekan ia mampu menyelesaikan setidaknya 20 helai pakaian atau paling kurang 80 helai per bulan.

Tak mau ketinggalan, anak kedua Asra, Miftahul Riska Zahra pelajar SMAN 9 Padang juga ikut menjadi mitra dengan mengerjakan pembuatan masker Maharrani.

Saat pandemi permintaan masker kain meningkat. Peluang itu ditangkap oleh Maharrani. Dalam sehari Miftahul mampu mengerjakan hingga 50 potong masker dengan upar Rp2.000 per masker atau Rp100 ribu per hari.

Miftahul termotivasi bekerja membantu ibunya karena ingin memiliki sepeda motor yang akan dikendarai ke sekolah.

Hampir semua teman menunggang motor ke sekolah. Kini tabungannya sudah mulai terkumpul dan motor impiannya segera terwujud dari hasil jerih payah keringat sendiri.

Miftahul bekerja usai belajar daring hingga pukul 17.00 WIB. Pada akhir pekan pun ia tetap memilih memotong, menggunting hingga menjahit masker yang dipelajari sendiri.

Demikian juga dengan Susi Mainiati, warga setempat yang sebelumnya berprofesi sebagai penjahit di Pasar Raya Padang.

Kini ia punya waktu lebih banyak di rumah sembari tetap dapat pemasukan karena cukup menjahit dari rumah dengan mengerjakan pesanan dari Maharrani.

Ibu dua anak itu dapat mengerjakan pesanan hingga 30 helai pakaian per pekan dengan penghasilan dapat mencapai dia atas Rp2 juta per bulan.

Penghasilan tambahan itu cukup menunjang ekonomi rumah tangga Susi karena suaminya hanya seorang kuli bangunan.

"Alhamdulillah bagaji paling kurang Rp500 ribu saminggu lah lumayan (alhamdulilah bergaji Rp500 ribu per pekan sudah lumayan)," ujar Susi.

Fahmera, Asra dan Susi adalah potret ibu rumah tangga yang ekonominya menjadi terberdayakan sejak kehadiran Maharrani.

Setidaknya saat ini terdapat 31 ibu di Kelurahan Pasar Ambacang dan sekitarnya yang menjadi mitra jahit Maharrani.

Kelurahan Pasar Ambacang berada di Kecamatan Kuranji yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Pasar Raya Padang. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani, pemecah batu kali, kuli hingga pengendara ojek daring.

Berkat kehadiran Maharrani deru mesin jahit terdengar di rumah-rumah, para ibu setempat lebih bergairah karena punya tambahan penghasilan penambah belanja dapur dan mengangkat status sosial ekonomi.

Mulai berdiri sejak Desember 2018 Elsa Maharani selaku pendiri Maharrani memilih memasarkan produknya secara daring.

Untuk meningkatkan penjualan ia memberdayakan distributor, agen hingga reseler berjualan di marketplace.

Ia pun membekali para agen bagaimana cara berjualan di marketplace mulai dari membuat email, mengunggah foto hingga promosi di media sosial

Usahanya pun tak sia-sia kendati pandemi COVID-19 melanda Maharrani ketiban berkah karena penjualan busana muslimah, jilbab hingga masker tetap stabil.

"Segmen kami menengah ke atas dan kelompok profesi yang tidak terdampak, saat pandemi orang tidak boleh belanja langsung, solusinya beli pakaian secara daring," kata Elsa.

Kebijakan PSBB membuat orang yang hendak membeli pakaian memilih berbelanja secara daring.

Untuk pengiriman barang Elsa memilih ekspedisi JNE salah satunya sebagai salah satu partner mengirimkan barang ke seluruh Sumatera Barat.

Dengan produksi pakaian hingga 2.000 helai per bulan ia merasa amat terbantu dengan keberadaan JNE karena selain ada harga khusus juga tak perlu repot harus mengantar.

Setiap pukul 10.00 WIB setiap harinya mobil ekspedisi JNE telah tiba di rumahnya untuk menjemput pengiriman barang hari itu.

Tak kurang dari lima kilogram barang yang ia kirim setiap harinya. Karena sudah familiar dan dekat para kurir yang menjemput barang pun ia berikan baju lebaran.

Saat Ramadhan 2020 yang merupakan puncak pandemi merupakan penjualan tertinggi untuk busana Lebaran.

Pengiriman barang terbanyak ada di Sumbar, Riau, hingga ke Jabodetabek.

Elsa punya cita-cita merekrut 1.000 mitra jahit dan ia bersyukur punya suami yang selalu mendukung setiap langkahnya.

Melihat ekonomi ibu rumah tangga setempat bangkit menjadi pelecut semangat baginya, agar produk Maharrani bisa lebih maju dan menghidupi banyak penjahit sehingga bermanfaat bagi orang sekitar.

Bertahan di Tengah Pandemi

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang terdampak cukup besar akibat pandemi COVID-19.

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 96 persen pelaku UMKM mengalami dampak negatif COVID-19 terhadap proses bisnisnya. Sebanyak 75 persen diantaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan.

Menanggapi hal itu VP Marketing JNE Eri Palgunadi melalui siaran pers menyampaikan pada kondisi seperti ini pengusaha lokal dihadapkan pada kemampuan untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru.

Di tengah pandemi ini para pengusaha harus berani keluar dari zona nyaman. Para pelaku usaha lokal harus cerdik, harus jeli melihat posisinya saat ini,” ujar Eri dalam acara yang digelar secara online hasil kolaborasi antara JNE dan Young On Top.

Eri menjelaskan sejak dulu JNE telah melakukan langkah untuk mendukung UMKM.

“Ada program JLC (JNE Loyalty Card) yang telah memberi banyak benefit kepada UMKM. Lalu ada juga Pesona (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara) untuk mendukung produsen makanan khas. Begitu juga Friendly Logistic untuk memudahkan bisnis UMKM”.

Eri menambahkan brand harus berproses artinya harus belajar agar dapat bertahan melewati pandemi ini. Kuncinya ada 3, yaitu kita harus update, berpikir positif dan optimis terhadap perubahan.

Sebagai bentuk kepedulian dan dukungan program pemerintah dalam menanggulangi penyebaran COVID-19, JNE memberikan diskon 50 persen khusus kiriman masker.

Program ini dijalankan karena masker menjadi salah satu alat kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di tengah pandemi COVID-19 sehingga mempermudah masyarakat mengirimkan masker ke berbagai tujuan d dalam negeri.

Program diskon ongkir 50 persen khusus kiriman masker dilaksanakan selama sebulan pada 1 – 30 April 2020.

VP Marketing JNE Eri Palgunadi menyampaikan demi ‘Bersama-sama Kita Buat Indonesia Sehat’, maka wujud kepedulian terhadap mewabahnya COVID-19 , kami memberikan potongan harga khusus pengiriman masker.

Langkah ini sejalan dengan tagline “Connecting Happiness” dan komitmen JNE untuk selalu dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat”, katanya

Menjawab kekhawatiran masyarakat soal pengiriman barang yang rentan terpapar COVID-19 JNE melakukan berbagai persiapan mencegah penyebaran virus corona sekaligus mempertahankan kualitas pelayanan.

Langkah pencegahan dilakukan dengan peningkatan peralatan kesehatan dan kebersihan, khususnya para karyawan frontliner yang bertemu langsung dengan pelanggan mau pun tim yang menangani paket selama dalam proses pengiriman. Termasuk para karyawan seperti kurir, petugas Sales Counter, receptionist, tim keamanan, dan yang lainnya dalam bidang operasional.