Permintaan luar negeri lesu, harga minyak nilam Sumbar turun

id Irman

Permintaan luar negeri lesu, harga minyak nilam Sumbar turun

Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumatera Barat, Irman. (ANTARA SUMBAR/Istimewa)

Minyak nilam biasa diekspor ke negara penghasil parfum seperti Perancis, Italia dan Inggris
Padang, (Antaranews Sumbar) - Harga minyak nilam (pogostemon cablin) di Sumatera Barat mengalami penurunan dari Rp500.000 per kilogram pada 2017 menjadi Rp450.000 hingga Rp400.000 pada 2018 karena permintaan dari luar negeri cukup lesu.

"Minyak nilam biasa diekspor ke negara penghasil parfum seperti Perancis, Italia dan Inggris," kata Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumbar, Irman di Padang, Rabu.

Menurut dia turunnya harga minyak nilam yang merupakan salah satu tanaman beraroma harum disebabkan oleh permintaan dunia terhadap komoditas tersebut menurun pada 2018.

Padahal lanjutnya pada 2016 harga minyak nilam mencapai Rp700.000 per kilogram sehingga petani yang membudidayakan tanaman nilam cukup beruntung, namun permintaan dunia memang tidak stabil sehingga sering berubah-ubah.

Ia menyebutkan produksi minyak nilam Sumbar pada 2017 sekitar 198 ton atau rata-rata 16,5 ton per bulan. Perkembangan produksinya sejak 2014 tidak begitu besar hanya sekitar satu ton per tahunnya.

"Total luas tanaman Nilam Sumbar saat ini sekitar 2.700 hektare dengan daerah sentral Kabupaten Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai," ujarnya.

Minyak nilam digunakan oleh industri parfum, sabun dan produk wangi-wangian sebagai pengikat aroma terutama dari Perancis, negara tersebut banyak menggunakan komoditas ini dari Indonesia.

Ia berharap pemerintah mendorong investasi lebih banyak di bidang pengolahan minyak nilam dan turunannya, sehingga permintaan dapat meningkat dan harga juga tinggi.

"Minyak nilam dapat menjadi komoditas unggulan di Sumbar, apalagi dengan harganya yang cukup tinggi dan budidaya tanaman yang tidak tergolong sulit," tambahnya.

Sementara Bank Indonesia perwakilan Sumbar menilai butuh sinergi seluruh pihak untuk meningkatkan ekspor Sumatera Barat apalagi saat ini pertumbuhan ekonomi dunia meningkat serta harga sejumlah komoditas strategis juga membaik.

"Ini satu momentum yang bagus bersinergi menggarap ekspor, pada 2017 masih rendah hanya 1,9 dolar Amerika Serikat dan itu sebagian besar masih didominasi oleh minyak sawit dan karet, kata Kepala Bank Indonesia perwakilan Sumbar Endy Dwi Tjahjono.

Menurutnya ekspor Sumbar masih rentan karena hanya bergantung pada dua komoditas yaitu minyak sawit dan karet dan ke depan perlu dilakukan diversifikasi agar lebih luas. (*)