UKP-PPK: 100 Trilyun Belum Optimal Turunkan Kemiskinan

id UKP-PPK: 100 Trilyun Belum Optimal Turunkan Kemiskinan

Jakarta, (Antara) - Utusan Khusus Presiden bidang Porgram Penanggulangan Kemiskinan menilai anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan sebesar 100 trilyun pada 2013 belum optimal menurunkan jumlah penduduk miskin di beberapa daerah. "Anggaran 100 trilyun dari banyaknya lembaga yang terlibat nyatanya belum mampu menurunkan kemiskinan secara signifikan, justru kesenjangan pendapatan meningkat," kata Utusan Khusus Presiden bidang Program Penanggulangan Kemiskinan (UKP-PPK) H.S. Dillon di Jakarta, Jumat. Ia menjelaskan selama tiga tahun terakhir laju penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lamban, namun di sisi lain kesenjangan pendapatan juga meningkat sebesar 0,43 berdasarkan nilai Indeks Gini. Anggaran 100 trilyun tersebut berasal dari berbagai lembaga yang terlibat, antara lain Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang dipimpin Wakil Presiden RI Boediono, program Corporate Soscial Responsibility (CSR) dari perguruan tinggi, LSM, perusahaan swasta serta BUMN, dan alokasi APBN. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 sebesar 28.280 juta orang atau 11,25 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. UKP-PPK telah berupaya menekan angka kemiskinan dengan pendekatan klaster pada program penanggulangan kemiskinan, yakni Klaster I terdiri atas bantuan sosial, seperti beras untuk warga miskin (RASKIN), Program Keluarga Harapan (PKH), Beasiswa Miskin (BSM)), dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Klaster II mencakup program pemberdayaan masyarakat, yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); Klaster III mencakup program penguatan modal usaha, seperti Kredit Untuk Rakyat (KUR), dan Klaster IV, yakni transportasi, listrik, dan air murah. Program-program tersebut, kata Dillon, masih ditemukannya beberapa masalah, yakni peserta program RASKIN hanya menerima sekitar 3,8 kilogram dari yang seharusnya 15 kilogram beras karena dibagi rata ke semua warga, bukan pada yang berhak menerima. Selain itu, hanya 40 persen warga miskin yan menerima beasiswa miskin, sedangkan 60 persen lainnya jatuh pada keluarga kelas menengah dan atas yang menerima. Hanya 30 persen peserta program penanggulangan kemiskinan yang menerima manfaat akibat kurangnya koordinasi antarsatuan pelaksana serta kurangnya monitoring dan evaluasi di lapangan. UKP2K menilai kemiskinan Indonesia tidak hanya pada dalam bentuk fisik, yakni material, lahan, dan aset, tetapi juga dalam bentuk non fisik, yakni pengetahuan dan keterampilan. "Warga miskin harusnya berupaya untuk keluar dari kemiskinan. Pemerintah membantu, namun jika tidak dibarengi dengan usaha agar mereka mau memanfaatkan bantuan tersebut dengan baik, semua yang dikerjakan sia-sia," ungkapnya. (*/sun)