Padang (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menyakini lonjakan permintaan ekspor crude palm oil atau minyak mentah kelapa sawit asal Ranah Minang tidak akan mengganggu kebutuhan dalam negeri.
"Sampai saat ini kita tidak melihat ke sana (gangguan kebutuhan) tapi tentu saja harus terus diamati," kata Kepala BPS Provinsi Sumbar Sugeng Arianto di Padang, Rabu.
Sugeng mengatakan pada periode Agustus 2024 komoditas yang paling banyak diekspor ialah golongan lemak dan minyak hewan/nabati berupa liquid fractions of palm oil, refined palm oil hingga CPO dengan nilai keseluruhan Rp3 triliun lebih.
BPS mewanti-wanti pemerintah daerah agar tidak terlena dengan lonjakan permintaan tersebut karena bisa berdampak pada kebutuhan dalam negeri, terutama di Provinsi Sumbar.
"Ini harus diamati terus (ekspor) supaya tidak lepas kontrol dan tidak boleh terjadi euforia ekspor sehingga kebutuhan dalam negeri terabaikan," kata dia mengingatkan.
Di satu sisi BPS melihat tingginya permintaan minyak mentah kelapa sawit juga menjadi pertanda baik bagi dunia usaha sekaligus percepatan pertumbuhan ekonomi. Sejauh ini volume ekspor dan kebutuhan dalam negeri juga masih bisa seimbang.
Untuk jangka panjang BPS melihat ekspor minyak mentah kelapa sawit tergolong potensial terutama ke negara-negara Asia Selatan. Meskipun selama beberapa tahun terakhir ekonomi global cenderung melemah, namun ekspor CPO masih menjanjikan.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumbar Mohamad Abdul Majid Ikram mengungkap potensi besar ekspor minyak sawit mentah asal Ranah Minang ke India pada awal 2025.
"Khusus CPO ada peluang besar karena pada Februari 2025 India akan merayakan Hari Raya Diwali," kata dia.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, Majid melihat hal tersebut sebagai peluang ekspor minyak sawit mentah asal Indonesia khususnya dari Provinsi Sumbar ke India.
"Ini potensi besar karena orang India mengonsumsi CPO itu sangat besar," kata Majid.