Padang (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menyayangkan banyak guru besar dan akademisi yang mumpuni namun berbagai kebutuhan dalam negeri masih impor atau didatangkan dari negara lain.
"Banyak orang pintar dan doktor yang luar biasa di Indonesia, tapi hari ini pakan budi daya ikan 99 persennya masih impor," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Padang, Senin.
Tidak hanya pakan ikan, Sakti Wahyu Trenggono yang juga Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Andalas tersebut menyebutkan bahwa 99 persen daging di Indonesia juga masih impor.
"Daging kita masih impor. Daging lokal itu kerasnya minta ampun. Ini saya sedikit menyindir Fakultas Pertanian," ujarnya.
Bahkan, Indonesia yang mempunyai kawasan hutan yang begitu luas masih kalah dari Selandia Baru dan Australia dalam hal produksi madu.
Australia yang hanya memiliki satu jenis hutan justru bisa menghasilkan madu yang sama sekali tidak dimiliki Indonesia.
Kemudian di sektor kemaritiman, Indonesia mempunyai potensi perikanan sekitar 12,5 juta ton atau setara Rp500 triliun, namun pada umumnya nelayan yang bermukim di sepanjang pantai justru masih hidup di garis kemiskinan dan cenderung kumuh.
"Itu tantangan kita. Padahal kita sudah punya doktor-doktor yang hebat," ujar Sakti Wahyu.
Menurut dia, untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut, maka setiap akademisi termasuk rektor di perguruan tinggi harus bisa membangun infrastruktur kompetensi.
Sementara itu, Rektor Unand Dr Efa Yonnedi mengatakan, melihat perkembangan dan situasi global terkini, maka tantangan baru akan terus muncul.
Dampak pandemi COVID-19, perubahan iklim hingga peperangan serta perkembangan teknologi yang begitu cepat menuntut semua pihak cepat, luwes dan lincah menyesuaikan diri.
Setelah dilantik, eks konsultan Bank Dunia itu berjanji akan terus meningkatkan semangat Unand sebagai rumah inspirasi, rumah inovasi dan rumah transformasi.
"Di posisi baru ini saya berkomitmen memajukan semangat itu lebih jauh lagi lewat kebersamaan," ujarnya.