Padang (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar) menerapkan keadilan restoratif bagi enam terdakwa dugaan penganiayaan ringan di kota setempat pada Kamis (26/1). Hal ini disambut baik oleh Ketua Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar Fauzi Bahar Datuak Nan Sati.
"Hari ini kami menerapkan keadilan restoratif bagi enam terdakwa kasus dugaan penganiayaan, dengan demikian maka para terdakwa tidak perlu di hadapkan ke pengadilan," kata Kepala Kejari Padang M Fatria di Padang, Kamis.
Penyerahan Surat Keputusan (SK) tentang pemberian Keadilan Restoratif dilakukan di "Rumah Restorative Justice" Kejari Padang yang berlokasi di Gedung Pasar Raya Blok III.
Ia menjelaskan lewat keadilan restoratif maka proses hukum bagi enam terdakwa yang diproses dalam tiga berkas terpisah langsung dihentikan tanpa di bawa ke persidangan.
Untuk diketahui enam terdakwa tersebut adalah Boni Suhendra (34), Yuda Ivani (32), Rio Pratama Nazir (33), Riko (47), Novita (48), dan Ari Susanda (32).
Mereka diketahui adalah dua kelompok yang terlibat cekcok pada 25 Juli di kawasan Alai Parak Kopi, kemudian saling lapor hingga masing-masing ditetapkan sebagai tersangka.
Namun saat di tingkat penuntutan, pihak terdakwa memohonkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Padang untuk melakukan perdamaian.
Permohonan itu ditindaklanjuti oleh Kepala Seksi Pidana Umum Budi Sastera dengan menggelar pertemuan langsung, dan saat itu para terdakwa sepakat berdamai tanpa syarat dan saling memaafkan.
"Proses perdamaian saat itu dihadiri langsung oleh para pihak, keluarga, penyidik, serta jaksa fasilitator," jelas Fatria.
Dengan hal itu, lanjutnya, maka perkara diajukan oleh Kejari Padang untuk diselesaikan dengan pendekatan restoratif karena sudah memenuhi syarat sebagaimana ketentuan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
Beberapa syarat itu adalah para terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, memiliki kesepakatan damai antara pihak tersangka dengan korban.
Kemudian adanya penyesalan dari tersangka sembari berjanji tidak akan mengulangi perbuatan, dan pemberian keadilan restoratif itu disambut positif oleh lingkungan masyarakat.
"Pertimbangan lain karena mengingat kedua belah pihak masih ada hubungan keluarga dan hubungan mereka menjadi renggang, sehingga dengan keadilan restoratif diharapkan hubungan mereka menjadi baik kembali," jelasnya.
Ia juga menegaskan dalam pemberian keadilan restoratif itu kejaksaan bersifat profesional dan tanpa ada kepentingan transaksional, sebab keputusan diterima atau tidaknya keadilan restoratif dikeluarkan oleh Kejagung.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar Fauzi Bahar Datuak Nan Sati yang hadir langsung dalam acara pemberian keadilan restoratif menyambut baik mekanisme penyelesaian perkara hukum tersebut.
"Kami menyambut baik penerapan keadilan restoratif karena jika perdamaian diutamakan, maka keharmonisan di tengah masyarakat bisa terus terjaga," katanya yang hadir sebagai perwakilan tokoh masyarakat.