Jakarta (ANTARA) - Mandiri Tunas Finance (MTF) optimistis dapat menahan angka non performing noan (NPL) atau kredit macet agar tidak lebih dari satu persen, kendati dalam situasi pandemik virus corona baru penyebab penyakit COVID-19.
"Kita masih optimistis NPL di angka 1 persen," ungkap Corporate Secretary and Legal Compliance Division Head MTF, Arif Reza Fahlepi pada saat melakukan video jarak jauh, Selasa malam (7/4).
Meski NPL baru terlihat tiga bulan ke depan, MTF dikatakan oleh Arif, perusahaan pembiayaan itu berharap kenaikan kredit macet tidak tinggi.
"Kita baru akan kelihatan tiga bulan ke depan. Tapi kita prediksi tidak terlalu signifikan naiknya. Yang awalnya kalau normal MTF selalu terjaga di angka di bawah satu persen, adanya COVID-19 mungkin 1 persen," kata dia.
MTF menyatakan tidak bisa menerima debitur baru secara sembarangan, melainkan mereka ketat menerapkan pengajuan uang muka 40 persen.
"Kalaupun kita buka, syaratnya jadi lebih berat. Kalau biasa kita bisa kasih dengan DP 20 persen, sekarang sepertinya naik. Sejauh ini MTF memberlakukan kebijakan DP 40 persen, belum sampai angka 50 persen untuk new customers," jelas dia.
Kenaikan DP adalah salah satu antisipasi MTF guna mencegah kredit macet, sekaligus menjaga NPL tidak naik terlalu tinggi.
"Kita ambil kebijakan untuk menaikkan DP, karena secara risiko kita harus pertimbangkan mitigasi. Kita juga tak mau jualan banyak tapi penyakit semua. OJK menyarankan untuk ke arah sana, karena konsen juga dengan angka NPL. Jangan sampai persentse NPL tinggi nantinya merusak kinerja di multifinance," papar dia.
Mendekati hari raya Idul Fitri, kebiasaan orang adalah membeli kendaraan baru untuk mudik. Namun adanya imbauan tidak mudik, MTF tetap memberikan program kredit secara online untuk memenuhi keinginan konsumen.
"Kita antisipasi dengan program kredit secara online. Tapi rasanya tak jadi volume besar," tutur dia.
Relaksasi
Pemerintah mengimbau perusahaan pembiayaan agar memberikan relaksasi kepada konsumen yang terdampak virus corona.
Menurut Arif, banyak masyarakat yang menyalah artikan dari imbauan tersebut. Relaksasi diberikan dan dijalankan oleh OJK diprioritaskan kepada konsumen terdampak, seperti UMKM dan sektor pariwisata.
"Restrukturisasi pinjaman masih banyak disalahartikan oleh masyarakat, prakteknya tidak seperti itu. Relaksasi diberikan dan dijalankan oleh OJK diprioritaskan kepada konsumen yang terdampak, seperti UMKM, sektor pariwisata. Mereka boleh ajukan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh OJK," jelas dia,
"MTF sudah buatkan form-nya (permintaan restrukturisasi pinjaman) dan bisa di-download di website MTF. Bahwa yang terdampak yang bisa mengajukan restu. Ada proses assessment, kita lihat usahanya benar terdampak atau tidak, unitnya masih ada atau tidak. Jadi harus sesuai pemohon kredit, history pembayaran juga dilihat. Kalau sebelum COVID amburadul, jadi tidak masuk," kata dia.
MTF mengklaim menerima data hampir 2.000 pemohon untuk mendapatkan restrukturisasi dengan sekitar 80 persen diisi oleh pemohon individu.
"Sekarang sudah ada sekitar 2.000 pengajuan, 80 persen individu dan sisanya perusahaan," ucap dia.
MTF akan memberikan pilihan seperti jeda bayar angsuran selama tiga bulan, enam bulan dan tidak menutup kemungkinan hingga satu tahun lamanya.