Padang, (Antaranews Sumbar) - Salah seorang terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah Kampus III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat, Hendra Satriawan, mengajukan Justice Collaborator untuk mengungkap nama-nama lain yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Sepengetahuan klien kami Hendra Satriawan, masih ada nama lain yang terlibat tapi belum tersentuh hukum, karena itu kami mengajukan permohonan Justice Collaborator untuk mengungkapnya," kata pengacara terdakwa Fauzi Novaldi, dan Mahyunis Cs, di Padang, Kamis.
Permohonan Justice Collaborator diserahkan pihak terdakwa ke majelis hakim dalam sidang perdana kasus korupsi kampus IAIN di Pengadilan Tipikor Padang, Kamis.
Justice Collaborator adalah istilah untuk seorang saksi yang juga pelaku dan mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu perkara, termasuk aset hasil kejahatan.
Ketentuan Justice Collaborator termuat dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2011.
Fauzi mengatakan ketika Justice Collaborator disetujui majelis hakim, maka terdakwa bisa bekerja sama serta memberikan semua informasi yang berguna bagi penegak hukum nantinya.
"Seluruh informasi yang diketahui akan diberikan kepada penegak hukum untuk membongkar kasus ini, salah satunya pihak yang menekan klien kami selaku PPK untuk menandatangani pencairan dana," klaimnya.
Setidaknya dalam berkas permohonan Justice Collaborator yang diajukan terdakwa Hendra Satriawan, dituliskan enam nama yang sekarang belum terjerat hukum.
Enam nama tersebut diketahui mempunyai peranan dalam proses pengadaan tanah kampus III IAIN yang sekarang menjadi kasus.
"Kami berharap permohonan Justice Collaborator ini bisa dikabulkan oleh majelis hakim, dan klien kami diberi perlindungan hukum setelah memberikan informasi yang diperlukan," katanya.
Hendra Satriawan adalah satu di antara empat terdakwa dalam kasus pengadaan tanah kampus III IAIN, yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Padang.
Dalam proses pengadaan itu Hendra Satriawan bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tiga terdakwa lain adalah masyarakat penerima ganti rugi tanah yaitu Syaflinda, Adrian Asril, dan Yenni Sofyan.
Tiga terdakwa itu diseret karena tetap menerima uang padahal mereka bukan yang berhak sebagai penerima ganti rugi tanah.
Sementara Hendra Satriawan dijerat karena posisinya sebagai PPK yang menandatangani dokumen pencairan ganti rugi.
Menanggapi hal itu ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara yaitu Sri Hartati, mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu permohonan Justice Collaborator.
"Permohonan itu dipelajari dulu dan dimusyawarahkan bersama hakim anggota, baru diputuskan apakah diterima atau ditolak," katanya.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Febru, menilai Justice Collaborator itu adalah hak terdakwa.
"Itu kan hak terdakwa, karena pengajuannya ke majelis hakim maka kami menunggu keputusan hakim nanti," katanya.
Jika nanti disetujui dan ada perintahkan hakim, lanjutnya, ditambah dengan fakta-fakta persidangan maka tidak tertutup kemungkinan ada penyidikan baru.
Pada bagian lain, sidang perdana terhadap empat terdakwa beragendakan pembacaan dakwaan dari jaksa.
Belasan kerabat serta keluarga terdakwa tampak menghadiri langsung sidang tersebut.
Empat orang itu didakwa jaksa dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider melanggar pasal 3 ayat (1), Jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus tiga terdakwa penerima uang ganti rugi tanah juga didakwa dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (30/8), dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.
Kasus itu adalah korupsi pengadaan tanah Kampus III IAIN, yang berlokasi di Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.
Penyidikan pertama telah menjerat dua nama sebagai terpidana yaitu mantan Wakil Rektor Salmadanis, dan notaris Eli Satria Pilo, dan telah divonis bersalah oleh pengadilan.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang yang diketuai Yose Ana Rosalinda memvonis keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun penjara, denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan, pada Kamis (8/12).
Dari putusan perkara pertama diketahui berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus itu merugikan negara sebesar Rp1,9 miliar.
Kerugian timbul karena hilangnya hak penguasaan negara terhadap tanah seluas 65.231 meter persegi. Sumber dana proyek berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp38 miliar. (*)
Berita Terkait
Kejari Padang sita lahan milik terpidana korupsi IAIN Padang
Jumat, 5 November 2021 19:12 Wib
Pemkab Tanah Datar bersama IAIN Batusangkar akan gelar gebyar sepekan vaksin di kampus
Kamis, 4 November 2021 12:46 Wib
Melalui program nasional BP Jamsostek IAIN Bukittinggi dapat bantuan vaksin sebanyak ini
Jumat, 27 Agustus 2021 15:42 Wib
Hebat, pegawai IAIN Bukittinggi ini berhasil membuat pendeteksi prokes berbasis IOT
Selasa, 6 Juli 2021 13:07 Wib
Bupati Padang Pariaman-Rektor IAIN Batusangkar audiensi guna dukung visi-misi "satu rumah satu sarjana"
Selasa, 18 Mei 2021 19:00 Wib
Pemkab Tanah Datar dukung alih status IAIN Batusangkar jadi UIN
Selasa, 23 Maret 2021 8:33 Wib
Pemkab Tanah Datar izinkan perkuliahan tatap muka di IAIN Batusangkar
Minggu, 7 Maret 2021 11:11 Wib
Pemkot Padang Panjang kerja sama dengan IAIN Batusangkar
Rabu, 6 Januari 2021 20:26 Wib