Pola Pengembangan Wisata Terpadu Gunung Padang dengan Libatkan Masyarakat

id Gunung Padang

Pola Pengembangan Wisata Terpadu Gunung Padang dengan Libatkan Masyarakat

Pembangungan Kawasan Wisata Gunung Padang.

Padang, (Antara Sumbar) - Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, merencanakan pengembangan kawasan wisata terpadu Gunung Padang dengan melibatkan masyarakat dan investor terutama dalam penyediaan lahan.

Pemerintah lebih mengutamakan investor yang mau melakukan kerja sama investasi dengan masyarakat pemilik lahan dalam artian tidak membeli lahan namun menjadikannya sebagai bagian dari kepemilikan saham, kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Medi Iswandi di Padang, Rabu.

Menurutnya jika tanah masyarakat dibeli oleh investor setelah itu mereka akan terpinggirkan, sebaliknya ketika dijadikan bagian saham maka pemilik tidak kehilangan lahan dan mendapatkan manfaat langsung seiring dengan berkembangnya investasi tersebut.

Ia menyampaikan di kawasan wisata Gunung Padang akan dikembangkan ekowisata flora dan fauna serta pengembangan nilai sejarah dan budaya berupa legenda makam Siti Nurbaya, meriam dan bunker peninggalan tentara Jepang dengan pemandangan alam yang indah.

"Di kawasan ini diharapkan peran masyarakat dalam bentuk kelompok sadar wisata," ujarnya.

Kemudian di Bukit Gado Gado yang merupakan koridor jalan dari Gunung Padang menuju Pantai Air Manis akan dikembangkan kegiatan hiking, sepeda gunung, dan rekreasi alam.

Dalam pengelolaan juga diharapkan peran masyarakat melalui kelompok sadar wisata serta peran investor dalam penyediaan restoran, hotel resort dan wahana dalam skala besar, katanya.

Tidak hanya itu juga dirancang penyediaan wahana kereta gantung yang menghubungkan Pantai Padang - Gunung Padang - Pantai Air Manih, serta pengembangan hotel, cottage dan villa sebagai wahana wisata utama sekaligus sarana transportasi penunjang fungsi kawasan tersebut, lanjut dia.

Sementara di kawasan sekitar Jembatan Siti nurbaya direncanakan sebagai Pelabuhan Marina yang akan menunjang kegiatan wisata di sepanjang sungai Batang Arau dan pada kawasan ini diharapkan peran investor dalam pengembangan wisata air, penyediaan pelabuhan untuk kapal-kapal pesiar dan restoran terapung serta sarana olahraga air.

Sedangkan di Kawasan wisata Pantai Padang akan dikembangkan atraksi wisata pantai dilengkapi lokasi berjalan kaki yang lebar, taman bermain, sarana rekreasi, kuliner, sarana bermain anak, parkir dan sarana penunjang lainnya.

Wilayah ini ditawarkan kepada investor untuk penyediaan wahana wisata, pembangunan hotel, mall dan restoran, dengan mempertimbangkan antisipasi terhadap bencana gempa dan tsunami, katanya.

Lalu Kawasan Padang Kota Lama akan mengusung konsep wisata pelestarian nilai budaya dan sejarah sekaligus sebagai penunjang kawasan wisata utama di tepi pantai dan diharapkan peran investor dalam perubahan fungsi bangunan tua dari pergudangan kepada fungsi pariwisata dengan keharusan tetap memenuhi kaedah pelestarian cagar budaya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit meminta bupati dan wali kota di provinsi itu membersihkan praktik premanisme di kawasan objek wisata seperti parkir liar, penjualan makanan dengan harga mencekik hingga pungutan liar.

"Pariwisata tidak akan pernah maju jika kepala daerah tidak berani menertibkan premanisme, kita harus berhadap-hadapan dan lakukan penertiban," kata dia.

Menurut dia, para pelaku premanisme di objek wisata sudah menjadi momok yang harus dibersihkan dan ditertibkan.

"Saya punya pengalaman ketika jadi Bupati Pesisir Selatan pada awalnya pendapatan asli daerah dari kawasan Carocok hanya Rp40 juta per tahun, kemudian kami tata akhirnya naik menjadi Rp1,6 miliar pada 2013 dan 2014 naik hingga Rp3 miliar," katanya.

Ia menceritakan pernah bertemu seseorang yang mengaku harus lima kali membayar parkir saat berkunjung ke Bukittinggi akibat ulah premanisme, namun sekarang sudah ditertibkan.

"Bahkan saya sendiri ketika sudah menjadi Wakil Gubernur datang ke Pantai Air Manis Padang juga kena peras harus bayar Rp5 ribu," katanya.

Ia menyampaikan jika para kepala daerah mau sebenarnya pencari pendapatan asli daerah dari pariwisata jauh lebih mudah dengan syarat benahi objeknya. (*)