KPK Soroti Peran Donatur Dalam Pilkada

id KPK, Donatur, Pilkada

KPK Soroti Peran Donatur Dalam Pilkada

Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA FOTO)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi merilis riset tentang pendanaan kampanye yang terutama menyoroti peran dan motivasi perseorangan atau badan hukum swasta menjadi donatur bagi calon kepala daerah.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, menyebutkan ada beberapa motivasi para donatur memberikan bantuan dana dalam pilkada.

Riset KPK menunjukkan motivasi donatur tersebut antara lain untuk memperoleh kemudahan perizinan bisnis (65 persen), kemudahan terlibat pengadaan barang dan jasa (65 persen, keamanan dalam menjalankan bisnis (61,5 persen), dan kemudahan akses menjabat di pemerintah daerah atau BUMD (60 persen).

Temuan lain yang diperoleh dalam riset KPK yaitu terkait pendekatan yang dilakukan oleh donatur dan calon kepala daerah, di antaranya 42 persen donatur berinisiatif mendatangi calon kepala daerah, 29 persen calon kepala daerah tidak aktif menggalang dana, 19 persen kombinasi donatur aktif dan calon yang menghubungi donatur, dan 8 persen calon dan tim sukses aktif mencari sumbangan.

Riset KPK juga menghasilkan temuan bahwa penggalangan dana untuk calon kepala daerah jalur partai justru lebih banyak dibandingkan jalur perseorangan.

Sebanyak 73 persen penggalangan dana dilakukan kepada calon jalur partai, sedangkan independen hanya 64 persen.

KPK melakukan riset tentang pendanaan saat kampanye dengan mewawancara langsung 286 orang calon pemimpin daerah yang kalah dalam Pilkada 9 Desember 2015.

Tingkat pendidikan para narasumber adalah 50 persen berpendidikan lebih dari 38 persen S1, dan sisanya di bawah S1.

KPK berharap riset tersebut dapat ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan terkait pemilihan kepala daerah dalam merancang peraturan dan menjalankan peran pengawasan.

Terkait peran donatur, KPK ingin agar seluruh 'stakeholders' pilkada bersedia menindaklanjuti risetnya guna menginternalisasi nilai demokrasi tanpa terikat dengan penyumbang karena hal tersebut dikhawatirkan berpotensi memengaruhi pengambilan kebijakan oleh kepala daerah terpilih. (*)