Surga Kelelawar di Geopark Ranah Minang Silokek

id Kelelawar,sijunjung,silokek

Surga Kelelawar di Geopark Ranah Minang Silokek

Ratusan ribu Kelelawar Silopang keluar dari mulut goa ketika senja. (Dr. Wilson Novarino)

Padang (ANTARA) - Silokek adalah sebuah nagari di Kabupaten Sijunjung, yang juga diangkat menjadi nama dan ikon salah satu geopark unik di Sumatera Barat.

Geopark tersebut bernama lengkap Geopark Ranah Minang Silokek yang mencakup seluruh kabupaten Sijunjung.

Dalam perkembangannya, Geopark tersebut telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional pada tanggal 29 November 2018.

Sebagai geopark, Ranah Minang Silokek harus memiliki tiga keanekaragaman: keanekaragaman geologis (geodiversity), kekayaan biologis (biodiversity), dan kekayaan budaya (cultural diversity).

Berdasarkan informasi dari Badan Pengelola Geopark Ranah Minang Silokek, saat ini memiliki 14 situs geologi, 4 situs biologi, dan 7 situs budaya. Salah satu situs geologinya adalah Komplek Karst Silokek berupa perbukitan batu yang diperkirakan umurnya bahkan sampai 359 juta tahun lalu, dengan nilai kekhasan geologinya ditetapkan sebagai bertaraf nasional.

Namun, keanekaragaman hayati di kawasan ini masih belum sepenuhnya tereksplorasi. Dalam dokumen Rencana Induk Pengembangan Geopark Ranah Minang Silokek tahun 2020, baru tercatat sebanyak 131 jenis tumbuhan liar, 21 jenis mamalia, 22 jenis burung, 6 reptil dan 4 jenis amfibi.

Ternyata, dari data tersebut hanya satu jenis kelelawar kalong saja yang disebutkan. Padahal dengan ekosistem Silokek berupa kawasan dengan tipe batuan karst, Silokek memiliki banyak gua yang menjadi habitat berbagai jenis kelelawar.

Berdasarkan hasil kajian dengan metoda rekaman suara ultrasonik kerja sama peneliti Universitas Andalas (Dr. Wilson Novarino dan Dr. Aadrean) dengan pakar kelelawar dari The University of Hong Kong (Dr. Alice C. Hughes dan Dr. Ada Chornelia) pada tahun 2024, Silokek diperkirakan memiliki lebih dari 20 jenis kelelawar pemakan serangga.

Salah satu yang paling fenomenal adalah kelelawar kecil yang disebut "Silopang" oleh masyarakat lokal.

Silopang ini memiliki kebiasaan harian terbang keluar dari mulut gua serentak di setiap senja hari. Berdasarkan pengamatan, ratusan ribu bahkan mungkin lebih dari sejuta ekor kelelawar ini, keluar dari mulut Gua Ngalau Seribu setiap sekitaran waktu magrib.

Mereka terbang serentak, membentuk untaian seperti asap gelap yang berliuk-liuk dan berbunyi berdengung karena saking banyaknya dalam durasi selama sekitar 10 menit.

Selain kelelawar kecil pemakan serangga, kita juga akan bisa melihat ribuan kelelawar besar kalaluang (kalong) terbang dimulai dari ketika sore menjelang maghrib. Mereka akan terbang dari pohon tidurnya yang berada di hutan sepanjang pinggiran sungai Batang Kuantan, menuju kawasan yang banyak pohon buah untuk mencari makan. Si kalaluang ini juga terbang ke arah timur seakan menghiliri sungai.

Misteri Ilmiah yang Belum Terjawab

Ada beberapa misteri ilmiah tentang kelelawar di Silokek yang perlu dikaji lebih lanjut.

Pertama, identifikasi jenis Silopang. Berdasarkan suara, kelelawar ini diduga merupakan jenis Emballonura monticola. Namun, kajian morfologi lebih mendalam diperlukan untuk memastikannya.

Lebih jauhnya, ada kemungkinan Silopang merupakan subspesies atau bahkan spesies baru, sehingga penelitian genetik juga diperlukan.

Kelelawar merupakan ordo dari Mamalia yang paling banyak memiliki jenis dan keanekagaramannya di dunia. Sekitar 1400 jenis atau 20 persen dari jumlah jenis mamalia adalah kelelawar, dan penemuan jenis barunya pun masih terus bertambah setiap tahunnya.

Dengan aktivitasnya di malam hari seringkali tidak teramati, dan dengan beranekaragamnya tipe habitat yang ada di Sumatera, sangat besar potensi ditemukan jenis baru yang endemik di daerah Silokek ini.

Pertanyaan kedua yang juga menjadi penasaran bagi warga lokal adalah: ke mana perginya Silopang ini setelah keluar dari gua? Berdasarkan pengamatan, kelelawar ini terbang ke arah timur, mengikuti aliran sungai ke arah Teluk Kuantan.

Sebagai pemakan serangga, Silopang memiliki peran penting dalam pengendalian populasi serangga dengan makanan utamanya berupa serangga yang beterbangan di malam hari. Oleh karena itu, Silopang diduga menjadi pengontrol hama serangga terutama di daerah hilir sungai mungkin sampai ke daerah Teluk Kuantan.

Secara ilmiah, memang belum diketahui berapa daerah jelajah dari spesies silopang ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui sebarannya secara pasti.

Masih banyak hal-hal lain yang perlu digali terkait kelelawar ini. Seberapa besar peran kelaluang yang bersarang di Silokek sebagai penyerbuk buah-buahan juga menarik untuk dikaji.

Sebagaimana ada nagari bernama Durian Gadang bertetanggaan dengan nagari Silokek, maka sangat mungkin diduga bahwa “gadang”nya durian di Durian Gadang itu ada andil dari kalaluang Silokek ini.

Begitu juga potensi ekologis dan ekonomis kelelawar gua sebagai penghasil guano yang banyak dipanen warga dari gua-gua di Silokek. Serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menarik dan perlu dijawab dengan riset ilmiah.

Menyelamatkan Surga yang Terancam

Sayangnya, ekosistem kelelawar di Silokek menghadapi berbagai ancaman akibat aktivitas manusia.

Pengembangan wisata gua yang tidak terkendali berpotensi merusak gua, menimbulkan vandalisme, dan mengganggu fauna gua.

Pengambilan guano yang tidak terkendali dapat merusak lantai gua dan mengganggu kelelawar. Jika terus berlanjut, kelelawar mungkin akan pergi dan tidak lagi menghasilkan guano.

Selain itu, penambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan mesin dompeng di sungai Silokek telah merusak dasar dan pinggiran sungai. Di sisi lain, pembukaan lahan dan penebangan pohon, baik di kawasan Silokek maupun di daerah hulu, dapat meningkatkan risiko bencana seperti banjir besar, galodo, dan longsor.

Ancaman-ancaman ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat untuk segera dilakukan langkah-langkah mitigasi.

UNESCO sudah memberikan panduan bahwa geopark adalah suatu kesatuan area geografis yang dimana situs dan bentang alam memiliki signifikansi secara geologis dan dikelola dengan konsep yang menyeluruh dalam hal perlindungan, edukasi dan pembangunan berkelanjutan.

Kita menyadari bahwa sebuah kawasan dijadikan geopark agar dikenal dunia serta memberikan manfaat ekonomi berkelanjutan bagi daerah. Sehingga secara geopark ini akan diarahkan menjadi sumber daya tarik orang untuk berkunjung ke Silokek dan Sumatera Barat secara umum.

Namun, kaidahnya ketika semakin banyak pengunjung, maka semakin besar risiko kerusakan terjadi.

Dari sudut pandang konservasi keanekargaman hayati, pemerintah harus bisa mem-branding wisata gua sebagai wisata minat khusus dengan fokus pada daya tarik kelelawar.

Berbeda dengan wisata massal, wisata minat khusus ini dapat menarik wisatawan kelas premium yang khusus mencari pengalaman dan sesuatu yang unik. Hal ini dengan potensi pendapatan ekonomi yang malah bisa lebih besar daripada wisata massal.

Sebagai contoh, gua Bracken Cave yang ada di Texas Amerika serikat, menjadi wisata minat khusus bagi pengunjung yang ingin melihat sekitar 20 juta kelelawar keluar dari gua tersebut. Hal yang sama juga bisa diterapkan untuk kelelawar Silopang yang ada di Silokek ini.

Dalam pengelolaan wisata gua, sejumlah langkah strategis perlu diterapkan untuk menjaga kelestarian ekosistem di dalamnya. Penggunaan lampu di dalam gua harus dibatasi dan diatur sedemikian rupa agar ramah bagi kelelawar.

Lampu hanya diarahkan ke bawah untuk menerangi jalan setapak, serta menyala otomatis saat ada pengunjung. Selain itu, area tertentu dalam gua harus dijaga sebagai ruang privasi bagi kelelawar agar mereka tetap merasa aman.

Pengunjung juga perlu mematuhi standar operasional prosedur (SOP), seperti menjaga ketenangan, tidak melakukan vandalisme, dan wajib didampingi oleh pemandu selama berada di dalam gua.

Selain itu, dalam segi pengelolaan perlunya pemahaman dan visi yang sama antar lintas instansi di pemerintahan kabupaten Sijunjung dan Provinsi Sumatera Barat pada umumnya.

Jangan sampai ada konflik kepentingan dan perbedaan konsep dalam mengelola kawasan ini. Misalnya, lokasi-lokasi wisata yang selama ini dikelola oleh pokdarwis dan pihak lainnya dibawah koordinasi Dinas Pariwisata harus bisa memahami dan menyesuaikan dengan prinsip-prinsip pengelolaan geopark berkelanjutan yang diarahkan oleh Badan Pengelola Geopark.

Selain itu, pola kolaborasi semua pihak dalam model pentahelix (pemerintah, akademisi, pebisnis, komunitas dan media) harus terlaksana dengan baik di Silokek.

Dengan langkah-langkah ini, kita mengharapkan agar Silokek dapat terus menjadi surga bagi kelelawar sekaligus destinasi wisata yang lestari. Karena, kita tidak ingin Silokek menjadi kuburan masal atau neraka bagi kelelawar, si pejuang malam hari.*

*Aadrean merupakan Dosen Departemen Biologi FMIPA Universitas Andalas.