Padang (ANTARA) - Pameran seni rupa bertajuk Sintak yang digelar UPTD Taman Budaya Sumatera Barat mencoba membangunkan kembali sebaran corak naturalis pada lukisan-lukisan karya perupa di provinsi itu.
"Pameran karya 33 perupa memeriahkan Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) 2024 ini mencoba membangunkan kembali sebaran corak naturalis yang pernah sekian lama berjaya dan menjadi salah satu identitas seni lukis Sumatera Barat," kata kurator pameran, Iswandi Bagindo Parpatiah saat pembukaan pameran, Rabu.
Iswandi menjelaskan, corak naturalistik di Sumatera Barat diperkenalkan pertama kali oleh pelukis Wakidi, yang tidak saja disebar dalam bentuk pendidikan formal ketika mengajar di almamaternya Kweek School, tetapi juga saat Wakidi mengajar di Bengkulu pada tahun 1943,dan di INS Kayutanam pada tahun 1944.
Selain mengajar menggambar atau melukis pada institusi pendidikan formal, kata Iswandi, Wakidi juga mengajar melukis di rumahnya, lewat metoda naturalistik yang mesti terjun langsung melihat alam baik secara lahiriah, maupun mendalami unsur spiritualitas dalam objek tersebut.
Menurutnya, tebaran naturalis tersebut dipandang sebagai bentuk modernitas seni rupa atau seni lukis dalam perjalanan seni rupa Sumatera Barat.
"Dalam sejarah seni rupa Sumatera Barat corak naturalistik dengan cepat berkembang dan hanya satu-satunya corak dalam seni lukis modern awal di ranah Minang yang melahirkan stereotip di kalangan masyarakat awam bahwa pelukis adalah orang yang mampu membuat lukisan pemandangan alam," katanya.
Sejak akhir tahun 1990-an gerakan seni rupa kontemporer yang gejalanya mulai dirasakan oleh para seniman telah merubah arah perkembangan seni rupa di daerah itu.
Iswandi mengatakan, gerakan yang kemudian menjadi sebuah arus besar ditandai dengan munculnya pola pemikiran baru, baik dari sisi pewacanaan maupun karya-karya yang dihadirkan.
Situasi yang pada tahap selanjutnya seakan meminggirkan karya-karya naturalis ataupun lukisan pemandangan dalam pergulatan arus besar tersebut.
Para pelukis naturalis atau lebih dikenal dengan istilah Wakidian mulai kehilangan kesempatan pada ajang-ajang pameran, khususnya pameran bersama.
"Pada tahap selanjutnya karya – karya kontemporer dengan bahasa visual baru mendominasi perkembangan seni rupa Sumatera Barat hingga sekarang," katanya.
Akhir 1990-an hingga awal 2000-an menjadi momen penting dalam perjalanan seni rupa Sumatera Barat, masa yang boleh dikatakan sebagai kemunduran corak naturalistik di daerah itu.
Munculnya karya-karya dengan gaya visual yang dianggap ganjil, hasil dari perubahan pola pikir para pelaku seni rupa menjadi faktor penyebabnya.
"Terbukanya arus informasi dan semakin luas nya jejaring kesenian, membuka pikiran baru para pelaku seni rupa, terutama perupa-perupa muda di kalangan akademis," katanya.
Walau demikian, di tengah dominasi karya-karya kekinian tersebut para pelukis naturalis tetap dengan setia bertahan dan patuh kepada pakem-pakem naturalistik warisan Wakidi. (*)