Dirjen Kebudayaan soroti potensi biocultural diversity di Indonesia

id Hilmar Farid,Kebudayaan,Unand,Sumbar,Sumater Barat,Padang,Wisata,Mangrove,Kemenristekdikti,Hilmar

Dirjen Kebudayaan soroti potensi biocultural diversity di Indonesia

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid saat memberikan kuliah umum di Unand. ANTARA/Miko Elfisha.

Padang (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudrustek) Hilmar Farid menyoroti besarnya potensi biocultural diversity yang dimiliki Indonesia untuk mendorong pembangunan berkelanjutan.

"Indonesia merupakan satu dari tiga kawasan di dunia yang memiliki potensi biocultural diversity terbesar selain Amazon dan Afrika. Potensi ini bisa menjadi landasan untuk pembangunan berkelanjutan," katanya di Padang, Rabu.

Ia mengatakan hal itu dalam kuliah umumnya di Universitas Andalas (Unand) Sumatra Barat, sebagai bagian dari rangkaian tur Studium Generale ke universitas pada 11 kota di Indonesia.

Hilmar menyebutkan, biocultural diversity adalah interaksi antara keanekaragaman hayati dan budaya. Ia berpendapat bahwa kebudayaan dan alam memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung.

Sebagai negara dengan biocultural diversity terbesar, Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan.

Hilmar memberikan contoh konkret tentang hutan mangrove yang ada di Mentawai, Sumatra Barat.

Hutan mangrove di Mentawai seluas 32.600 hektare berpotensi memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan jika dikelola dengan baik.

Menurut studi Bank Dunia, potensi hasil pengolahan mangrove bisa mencapai 10.000 dolar AS per hektare.

“Jika kita bisa memanfaatkan potensi alam seperti mangrove dan budaya yang mendukung di sekitarnya, itu bisa berkontribusi pada pariwisata, iklim, dan menghasilkan triliunan rupiah,” katanya.

Ia mengatakan pula bahwa salah satu jenis wisata yang sangat dekat berhubungan dengan alam dan budaya itu adalah wellness tourism industry atau industri pariwisata kebugaran.

Saat ini di Indonesia jenis wisata ini belum mendapatkan perhatian yang layak, padahal potensinya sangat besar. Hal itu menempatkan posisi Indonesia dalam industri ini masih rendah.

Berdasarkan data dari Global Wellness Economy, industri ini menyumbang 5,6 triliun dolar AS. Hilmar menegaskan bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih baik dalam mengelola potensi biocultural diversity untuk mendukung wellness industry.

Guna memaksimalkan potensi ini, Hilmar menekankan pentingnya kombinasi antara pengetahuan lokal (budaya), sains, dan teknologi modern.

Ia berpendapat bahwa tata kelola kebudayaan yang baik adalah kunci untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan.

Karena itu kebijakan yang inovatif diperlukan untuk menjaga keberlanjutan institusi kebudayaan, salah satunya melalui riset dan advokasi kebijakan.

Ia juga mendorong lembaga pendidikan untuk bekerja sama dengan seniman dan komunitas untuk memahami dan mengatasi masalah yang ada.

Lebih lanjut ia menyebutkan, pembangunan kebudayaan tidak hanya bergantung pada anggaran pemerintah, tetapi juga perlu kemitraan dengan sektor swasta sebagai bentuk investasi sosial.

Hadir dalam kuliah umum itu Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Dr Jefrinal Arifin, Wakil Rektor I Unand Prof Dr Syukri Arief, dan ratusan pelaku kebudayaan serta mahasiswa.*

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dirjen Kebudayaan soroti potensi biocultural diversity di Indonesia