Padang (ANTARA) - Minggu, 3 Agustus 2024, warga dari sekitar nagari Singkarak dan Kabupaten Solok memenuhi areal panggung budaya Galanggang Arang Kab Solok di Dermaga Singkarak. Berbagai pertunjukan ditampilkan, salah satunya penampilan kolaborasi Orkes Taman Bunga (OTB) dan Kelompok Seni Tradisi yaitu musik dan tari piring.
Kolaborasi ini merupakan yang pertama bagi OTB. Meskipun seluruh lagu mereka berakar dari irama-irama tradisi, namun secara kelompok, OTB belum pernah sebelumnya tampil kolaborasi dengan kelompok seni tradisi.
“Pada Galanggang Arang Kabupaten Solok, OTB menyiapkan satu karya kolaborasi sebagai bentuk respon kita terhadap Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto. Lagu ini bercerita tentang kereta batubara (Mak Itam) yang melaju di atas rel gigi menyusuri Danau Singkarak,” ujar Albert Rahman Putra, manajer dari Orkes Taman Bunga (4/8).
Karya ini lahir dari proses lokakarya yang bertajuk “Lokakarya Kolaborasi Seni sebagai Upaya Pewarisan Kebudayaan” di Gedung Tourism Information Center (TIC) Koto Baru, sejak tanggal 27 Juli hingga 1 Agustus 2024. Buya Zuari Abdullah menjadi fasilitator untuk tari tradisi, sedangkan Jumaidil Firdaus mementori kelompok musik tradisi.
“Pertemuan awal, kita coba cek beberapa nada alat musik yang dibawa oleh peserta. Itu jadi patokan nada dasar untuk karya kolaborasi. Nah di hari ke-dua, sudah tergambar untuk bagian pembuka dan untuk bagian bertempo sedang. Setelah itu baru dibuat batang lagunya,” ujar Jumaidil yang juga merupakan personel dari OTB.
Kolaborasi semacam ini tentu melahirkan tantangan tersendiri, hal tersebut disampaikan oleh Leva Khudri Balti a.k.a Lepok, vokalis dari OTB. Menurutnya, penting mencari siasat agar bisa mencocokan material dari OTB dan kesenian tradisi.
“ Ada ruang dialog, semacam batulak ansua. Irama lagunya digarap bersama. Ruang semacam ini jadi jalan tengah untuk menyamakan pandangan soal kekaryaan. OTB melakukan pengembangan musik tradisi secara populer sedangkan kawan-kawan kelompok musik tradisi melakukannya secara kreasi,” ungkap Lepok.
Bagi personel OTB, kolaborasi bukan hal yang baru. Keseluruhan personel memiliki latar belakang musik tradisi sehingga tidak menyulitkan mereka untuk beradaptasi dengan kelompok seni tradisi. Ditambah lagi beberapa personelnya sudah kenal sebelumnya dengan beberapa orang peserta kolaborasi tersebut. Hal baru yang didapat oleh OTB adalah bagaimana mengkoneksikan gagasan kuratorial dengan karakter musik orkes khas Melayu Minang ini.
Kolaborasi ini menjadi riset dan referensi bagi OTB terkait material tradisi yang bisa dikombinasikan. Jika alat musik perkusi yang digunakan OTB berasal dari kesenian Katumbak Pariaman, maka sekarang dikombinasikan dengan talempong, gandang tambua, talempong kayu, dan gandang sarunai yang memainkan pola khas irama tari piring.
“Titik temu yang menjadi roh dari kolaborasi ini adalah seluruh penampil berangkat dari akar budaya tradisi. OTB sendiri punya misi bagaimana bisa mengembangkan kesenian tradisi Minang dengan cara-cara yang populer. Ini yang mempermudah untuk menggarap karya kolaborasi yang diselesaikan dalam waktu 6 hari,” jelas Lepok.
OTB yang lahir tahun 2012 ini merupakan orkes yang berangkat dari tradisi budaya Minang. Setiap lagunya berangkat dari akar tradisi, seperti lagu Kito Badunsanak diadaptasi dari irama kesenian Sampelong, tradisi tutur yang berasal dari Kabupaten 50 kota.
“Harapannya ke depan OTB bisa melakukan kolaborasi dalam orkestrasi yang lebih besar dengan seniman tradisi. Lagu ini mungkin akan disempurnakan lagi, kemudian kita cari waktu untuk perekaman atau pertunjukan di ulang tahun orkes taman bunga,” harap Lepok.
Bobby, pemain musik tradisi yang berkolaborasi dengan OTB berbagi pengalamannya. Anak Nagari Koto Baru dari Kabupaten Solok ini bermain Bansi Solok, Bansi darek, dan Sarunai saat kolaborasi.
“Saya sebelumnya sudah tahu dengan OTB. Tapi baru kali ini berkolaborasi. Awalnya ada kekhawatiran, apakah bisa menyatukan pandangan. Namun semuanya berjalan lancar. Kami juga dilibatkan dalam pembuatan batang lagu untuk kolaborasi sehingga tahu cara menggabungkan musik tradisi dengan pop Melayu. Hasilnya perform musik OTB digabungkan dengan Bansi, Sarunai, Gandang, dan Talempong,” cerita Bobby.
Selain pertunjukan kolaborasi, juga ada penampilan lain seperti tari Tampi, tari Piring dari zaman ke zaman, penampilan Bundo Kanduang di Alek Nagari dan tarian tunggal yang dibawakan anak nagari dengan iringan lagu tentang Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS). Selain itu, ada pemutaran video dokumenter tentang ingatan masyarakat nagari Singkarak tentang kereta api Mak Itam yang dulu sempat melalui rel kereta disepanjang danau Singkarak. Ada juga pameran arsip dari BPK III tentang narasi WTBOS di jalur kereta api Singkarak serta kuliner anak nagari yang dibuat oleh bundo kanduang nagari Singkarak.
Donny Eros, kurator Galanggang Arang yang juga menjadi penanggungjawab untuk Galanggang Arang Kabupaten Solok 2024 pada pidatonya menyampaikan bahwa helatan ini mengangkat seni tradisi anak nagari. Ia juga mengajak anak muda nagari untuk berkarya dalam rangka merawat cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan yang ada di sekitar Nagari Singkarak.
Undri, kepala BPK Wilayah III melalui pidatonya juga menyampaikan pesan untuk merawat warisan yang ada di kawasan WTBOS lewat kerjasama dengan banyak instansi.
Pembukaan panggung budaya Galanggang Arang Kabupaten Solok 2024 dibuka secara resmi oleh Epyardi Asda selaku Bupati Kabupaten Solok dan ditandai dengan penabuhan Gandang khas Minang oleh perwakilan stakeholder yang hadir.*