"Apa lagi yang ditunggu perusahaan. Surat keputusan bupati telah keluar dan memerintahkan perusahaan menyerahkan 20 persen dari luas kebun yang ada. Itupun sesuai dengan UU RI Nomor 39 tahun 2004 tentang perkebunan," kata Ketua Koperasi Plasma Adat Kinali Ali Bakri saat melakukan aksi unjuk rasa di PT LIN Kinali, Selasa.
Menurutnya sejak 2005 lahan ulayat masyarakat Kinali dikuasi oleh PT LIN dengan luas 7.000 hektare sesuai Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang dikeluarkan oleh Pemkab Pasaman Barat.
Dari aturan yang ada maka perusahaan wajib mengeluarkan 20 persen dari luas lahan 7.000 hektare atau sekitar 1.400 hektare. Namun, perusahaan tidak merealisasikan hingga saat ini.
Kewajiban perusahaan itu juga telah diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Pasaman Barat agar perusahaan menyerahkan 20 persen dari luas 7.000 hektare itu.
"Untuk itulah kami datang ke PT LIN hari ini. Mendesak perusahaan agar mematuhi surat keputusan bupati menyerahkan lahan yang 20 persen itu. Negara kita negara hukum, sudah cukup masyarakat menderita selama ini," tegasnya.
Ia menegaskan masyarakat akan tetap bertahan di dalam lokasi perkantoran perusahaan sampai tuntutan mereka dikabulkan.
Usai menyampaikan aspirasi, perwakilan masyarakat bersama perusahaan mengadakan pertemuan sebagai upaya penyelesaian yang di fasilitasi oleh Kepala Polsek Kinali AKP Alfian.
Namun dalam mediasi itu tidak memperoleh kesepakatan karena masing-masing pihak mempertahankan pendapat masing-masing.
"Untuk itu dengan tanpa anarkis proses pengangkutan tanda buah segar kelapa sawit perusahaan kami stop sementara, sampai ada keadilan," sebutnya.
Salah seorang ninik mamak Kinali Sarnadi mengatakan sudah tidak ada lagi alasan perusahaan menahan 20 persen lahan lagi karena telah ditegaskan melalui surat keputusan bupati.
"Sampai tuntutan kami dikabulkan kami akan tetap bertahan di lokasi ini. Aktifitas perusahaan membawa buan kelapa sawit harus dihentikan," tegasnya.
Sementara itu Manager Coporate development PT LIN Yudi Rusdianto menegaskan pihaknya telah menunaikan kewajiban terhadap lahan yang 20 persen di Mandiangin.
Terkait surat keputusan bupati itu pihaknya telah bersurat ke Pemkab Pasaman Barat mempertanyakan surat itu pada 10 Juni 2024. SK itu keluar pada 16 Mei 2024 dan diterima perusahaan tersebut pada 23 Mei 2024.
"Terhadap surat kami ke Pemkab sampai saat ini tidak ada balasan. Kami saat ini akan berkoordinasi untuk mempertanyakan surat keputusan bupati melalui PTUN," katanya.
Ia menegaskan telah membangun kebun yang 20 persen untuk masyarakat meskipun lokasinya di Mandiangin bukan dilahan kebun yang 7.000 hektare.
Dalam mediasi itu tidak dapat kata sepakat sehingga pertemuan bubar begitu saja tanpa hasil.
Kemudian mediasi kedua yang dipimpin langsung oleh Kepala Polres Pasaman Barat AKBP Agung Tribawanto dihadiri Kepala Bagian Hukum Setda Pasaman Barat Rosidi dan Pelaksana Tugas Dinas Perkebunan Peternakan juga tidak memperoleh kata sepakat. Masyarakat hingga Selasa (2/7) sore masih bertahan di lokasi PT LIN Kinali. ***1***