Tutupan Hutan Riau Makin Berkurang Drastis

id Tutupan Hutan Riau Makin Berkurang Drastis

Pekanbaru, (Antara) - Tutupan hutan di Provinsi Riau, terus berkurang drastis dari 3,2 juta hektar pada tahun 1982 kini menjadi 0,8 juta hektar hutan di lahan mineral dan 1,4 juta hektar pada hutan gambut. "Hal ini terjadi antara lain lebih akibat selama ini pembangunan di provinsi kaya minyak itu terjadi serampangan," kata Mida Saragih, Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI), dalam surat elektroniknya diterima Antara Riau, Senin. Menurut dia, tutupan hutan Riau makin berkurang juga akibat penataan lingkungan oleh Pemerintah Provinsi Riau yang sangat buruk, mirisnya bahkan hutan alam tersisa di Provinsi Riau kini tinggal 2.254.188 ha (Bappenas, 2011). Hal ini terjadi karena maraknya penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) dan beroperasinya perkebunan sawit di atas hutan gambut. "Selama rentang tahun 1996 sampai dengan 2009 terdapat 61 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di atas hutan gambut di Provinsi Riau (Jikalahari,2013)," katanya. Padahal sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 3 jo. pasal 4 dan Kepmenhut no. SK.101/Menhut-II/2004 jo. Peraturan Menhut no. P.23/Menhut-II/2005 jo Peraturan Menhut no. P.44/Menhut-II/2005 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu Pasal 4 ayat (5), areal hutan alam yang harus dipertahankan adalah hutan alam yang pada areal-areal yang memiliki kriteria kawasan hutan bergambut di hulu sungai dan rawa dengan ketebalan lebih dari 3 meter. "Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di atas hutan gambut, yang merupakan kawasan lindung," katanya dan menambahkan meski sudah ada aturan hukum yang melindungi ekosistem gambut, Kementerian Kehutanan masih saja lalai melaksanakan kewajiban hukum sesuai dengan asas kepatutan yang berlaku. Kelalaian pemenuhan kewajiban tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah. "Padahal Provinsi Riau telah memiliki dokumen Strategi Implementasi tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK), dengan substansi di antaranya Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan kebijakan dan sosialisasi pelarangan pembakaran hutan secara terbuka," katanya. Akan tetapi, Pemerintah Provinsi Riau tidak mengalokasikan pendanaan APBD untuk pelaksanaan Strategi Implementasi RAD GRK tersebut. Sementara saat ini masyarakat Riau memerlukan dukungan nyata pemerintah untuk menanggulangi bencana banjir minimal satu tahun sekali. "Banjir tersebut diakibatkan oleh konversi hutan dan lahan gambut menjadi perkebunan monokultur skala besar seperti perkebunan kelapa sawit dan kebun kayu (Hutan Tanaman Industri) dengan cara penebangan serta pembakaran hutan," katanya. Mirisnya banjir lumpur praktis menghambat masyarakat petani dan pekebun untuk mengelola lahan lebih akibat kebijakan-kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah daerah selama ini telah membuat masyarakat Riau mengalami kerugian dengan hancurnya kawasan hutan lindung yang menopang penghidupan mereka. Bahkan Gubernur Provinsi Riau tidak berupaya menjalankan itikad baik untuk melaksanakan dan mendanai Strategi Implementasi tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK). "Luasan kawasan hutan Riau sebenarnya bisa menjadi modalitas Pemerintah RI untuk memenuhi target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca yang sempat dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni di hadapan para pemimpin G-20 pada 2010," katanya. Ia memandang buruknya pengelolaan lingkungan yang terjadi selama ini justru memupus target penurunan emisi GRK yang selalu Pemerintah andalkan itu. "Oleh karena itu masyarakat Riau bersama Gerakan Dua Derajat telah mendaftarkan gugatan dampak perubahan iklim itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (9/9), 2013. Dasar gugatan diajukan karena praktik pembangunan yang serampangan di Provinsi Riau, serta lalainya pemerintah memenuhi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan lestari," katanya. (*/jno)