Apindo : Sejumlah tantangan masih membayangi investasi di Sumbar

id Apindo, CSR, Aqua

Apindo : Sejumlah tantangan masih membayangi investasi di Sumbar

Diskusi Media bertajuk “Tantangan Investasi dan Pembangunan Ekonomi di Sumbar” di Padang.  (ANTARA/ist)

Padang (ANTARA) - Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Barat, Ahmad Hafizd menilai sejumlah tantangan masih membayangi iklim investasi di ranah Minang sehingga banyak investor yang masih menahan diri untuk menanamkan modal.

"Ada beberapa tantangan yang membuat investor terkesan masih menahan diri untuk berinvestasi di Sumbar. Selain suku bunga, pertimbangan tujuan keuangan, pengetahuan riset suatu daerah, toleransi resiko di daerah tersebut dan masa investasinya juga menjadi pertimbangan," katanya di Padang, Selasa.

Ia mengatakan itu saat kegiatan Diskusi Media bertajuk “Tantangan Investasi dan Pembangunan Ekonomi di Sumbar” di Padang.

Dari pertimbangan tersebut, ia menyebut selama ini tidak banyak industri besar yang masuk ke Sumbar. Namun, investasi yang banyak masuk ke Sumbar itu justru di sektor pariwisata.

“Pengusaha yang berinvestasi di Sumbar tidak mau ambil resiko. Makanya investasi yang masuk ke Sumbar bukan investasi besar. Industri di Sumbar sangat kecil. Ini dikarenakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar masih rendah. Selain faktor kondisi APBD Sumbar, juga dipengaruhi konsumsi masyarakat per kapita dan kualitas hidup masyarakat Sumbar,” katanya.

Sementara, investasi di sektor pariwisata, bukan berarti tanpa tantangan. Selain pengaruh kunjungan wisatawan yang datang ke Sumbar. Juga ada faktor lainnya yang menjadi tantangan, seperti harga tiket pesawat dan penginapan di Sumbar yang sangat mahal.

Hafizd juga mengungkapkan, saat ini ada tiga alasan orang datang ke Sumbar. Karena budaya, makanan dan alamnya. Namun, dari tiga hal tersebut banyak yang belum dieksplore. Tantangan lainnya, industri kreatif di daerah ini juga belum berkembang. Perda tentang Industri Kreatif juga belum berjalan. Kepedulian industri kreatif juga kurang.

“Yang paling fatal kita belum punya narasi yang kuat untuk di bawa ke mana. Kita ingat Kota Padang, tapi ingat apa kita tidak tahu. Perlu penguatan budaya dan SDM serta pengembangan industri kreatif di daerah ini,” terangnya.

Hafizd juga menyebut, dari semua aspek tersebut yang mempengaruhi investasi di suatu daerah adalah infrastruktur ekonomi. “Contohnya saja jalan tol yang tidak kunjung tuntas. Padahal infrastruktur ekonomi itu sangat mempengaruhi investasi datang,” terangnya.

Hafizd juga menambahkan, secara umum ada enam faktor daya tarik investasi saat ini. Yakni, stabilitas politik, pertumbuhan kelas menengah baru, energi baru terbarukan, sumber daya manusia (SDM) dan potensi cadangan karbon. “Faktor ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah,” tegasnya.

Perwakilan Bidang Perencanaan Investasi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sumbar, Egi Juniardi mengatakan, investasi di Sumbar sejak tahun 2018 hingga 2023 mengalami fluktuasi. Penyebabnya tidak bisa dilihat secara pasti, karena butuh riset. Namun, tidak dipungkirinya investasi yang ada di tengah masyarakat, ada yang tercatat dan ada yang tidak tercatat.

Hal ini disebabkan karena jumlah pelaku usaha investasi triwulan pertama, ternyata baru dilaporkan pada triwulan kedua. Sehingga terjadi masalah. Ada juga pengusaha berinvestasi namun tidak tercatat dan juga tidak terlaporkan dan tidak terpublikasi.

Egi mengungkapkan, realisasi penanaman modal asing (PMA) sejak tahun 2021 sampai 2023 di Sumbar, yang paling tinggi terdapat di Kabupaten Pasaman dengan karakteristik investasi di sektor perkebunan. Diikuti Kabupaten Dharmasraya dan Pesisir Selatan (Pessel) yang juga rata-rata memiliki potensi perkebunan sawit. Sementara, investasi PMA juga banyak terdapat di Kota Padang.

Sementara, Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) yang tertinggi ada di Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini dikarenakan banyak investasi pengembangan dan pembangunan jalan tol. “Berdasarkan data PMA dan PMDN tersebut, khusus PMA banyak meningkat di sektor industri. Sedangkan PMDN banyak ada di sektor jasa,” terangnya.

Sementara, realisasi PMA berdasarkan asal negara, yang tertinggi berasal dari Singapura dan Malaysia. Bahkan, pada triwulan ketiga Investor asal Singapura masih mendominasi investasi di Sumbar. “Secara perusahaan saat ini jumlah investasi di Sumbar ada 174 perusahaan PMA. Investasi yang ditanamkan di Sumbar tercatat ada empat, yakni tanah, bangunan mesin dan lainnya,” terangnya.

Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Padang (UNP), Asnil Mardin mengungkapkan, kondisi saat ini bisnis berinvestasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi saat ini belum tentu memberikan dampak langsung di sektor rill terhadap masyarakat.

Asnil mencontohkan di Kabupaten Padang Pariaman. Begitu banyak investasi di daerah tersebut. Namun, kenyataannya, ada 60 persen lahan yang tidak produktif. Hal ini terjadi karena tidak ada kepastian yang diberikan kepada generasi muda dari dampak industrialisasi yang terjadi. “Investasi yang ada di Padang Pariaman tidak memberikan dampak kepastian di sektor rill,” terangnya.

Menghadirkan investasi, agar ada kelangsungan perputaran uang di daerah. Hasil investasi di Sumbar sampai saat ini belum menghasilkan karya cipta masyarakat. Padahal SDA daerah ini sangat kaya. Kenyataan yang ditemui, SDA yang dikelola investor selama ini belum memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat di sektor riil.

“Pessel termasuk daerah dengan investasi cukup tinggi. Tapi dari segi pendidikan masyarakatnya masih rendah. Banyak investasi yang ada di daerah potensi perkebunan sawit, tapi justru tidak memberikan dampak bagi pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya. Seperti di Pasaman dan Dharmasraya. Investasi bagus tapi pertumbuhannya semu,” terangnya.

Padahal, dari investasi yang ada selama ini, ada dana CSR dari perusahaan investasi tersebut sebesar Rp65 miliar yang masuk ke Sumbar. Sayangnya dana CSR yang ada digunakan hanya lebih banyak untuk pencitraan. Efektifvitasnya tidak ada.

“Padahal ada peluang dana CSR dari perusahaan itu untuk pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di daerahnya. Hadirnya investor melalui program CSR-nya dapat dikelola melalui BUMDes. Seperti yang telah dilakukan perusahaan air minum Aqua di Solok yang telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap masyarakatnya melalui CSR yang dikelola melalui unit usaha BUMDes-nya,” terangnya. *