Painan (ANTARA) - Odjoeng Batoe, begitu masyarakat sekitar menyebutnya. Agaknya lokasi yang tepat ketika Presiden Joko Widodo melihat dan menyebut Mandeh sebagai 'kepingan surga yang jatuh ke bumi.'
Kawasan Mandeh berada di sebuah teluk di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dengan keindahan alamiah yang memukau. Cantik memesona tiada tara. Anggun bak seorang puteri.
Oedjoeng Batoe merupakan akses melihat Mandeh secara utuh. Ia sangat gamblang dan tanpa ada keraguan bercerita tentang pesona bahari yang menakjubkan itu pada siapa saja yang menyinggahinya.
Pahatan maha sempurna. Anugerah Sang pemilik semesta di pantai Barat Sumatera. Wajar, jika pada ajang Anugerah Pariwisata Indonesia (API) Mandeh didaulat sebagai 'Surga Tersembunyi.'
Ada semacam terapi ketika berada di Odjoeng Batoe. Semburat energi positif terasa memancar dari damainya Mandeh. Menguar, membaluri segenap jiwa. Ya, ia memang paham betul soal Mandeh.
Bukan tanpa alasan. Keduanya sudah berkelindan sejak lama. Sedari dulu kala. Banyak cerita diantara mereka. Kisah tentang kerukunan para pribumi hingga saksi ganasanya perang dunia ke-II.
Penamaan Ujung Batu berasal dari nelayan setempat. Sesuai namya, di situ terdapat sebuah batu yang menjorok ke laut. Berdiri kokoh melindungi nelayan Mandeh dari terjangan badai.
Laut di sekitarnya sangat tenang. Ramah menyapa para nelayan yang memasuki halamannya. Tak pernah ia bosan, walau hanya barang Sekali. Layak dijadikan sebagai dermaga.
Jaraknya pun dengan daratan sangat dekat, hanya terpaut beberapa puluh Meter saja dan menjadikannya sangat mudah diakses. Ia relatif aman bagi para nelayan untuk menambatkan perahunya.
Odjoeng Batoe tidak hanya menjamu para nelayan saat badai tiba, tapi juga bagi pengendara. Sadar atau tidak, tapi yang pasti ada semacam cemistri dengan siapa saja melintasinya.
Daratannya kerap dijadikan pengendara sebagai pasangrahan. Decak kagum para tamunya memandang hamparan laut biru bak permadani di Teluk Mandeh itu cukup membuatnya puas.
Satu per satu ia ceritakan setiap jengkal gugusan pulau-pulau kecil yang bagaikan mahkota bertahta tiga itu. Kadang seperti serdadu yang bertugas menjaga damai di kawasan itu.
Posisi Oedjoeng Batoe sangat strategis. Ia hanya berjarak sekitar 0,5 mil laut dengan Pulau Setan, salah satu desnitasi utama di kawasan Mandeh.
Bahkan juga tak berjarak jauh dari Pulau Cubadak, sebuah pulau yang terdapat di kawasan Mandeh yang dikelola penanam modal asing sebagai destinasi wisata ekslusif berskala internasional.
Sedangkan dari Carocok Kecamatan Koto XI Tarusan Odjoeng Batoe dapat ditempuh dengan waktu hanya sekitar 10 menit saja, persis diantara Kilometer 55 dan 54 atau menjelang Nagari Mandeh.
Saksi Perang Dunia II
Odjoeng Batoe pun pernah menjadi saksi ganasnya perang dunia ke-II. Perang yang disulut Jepang melalui kegagalan pasukan Kamikaze menjalankan ambisi negara Matahari Terbit itu menguasai dunia.
Tentara Kaisar Hirohito gagal menguasai pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai. Sebuah kawasan yang merupakan batas antara Samudera Pasifik dan Atlantik.
Tak berapa jauh dari situ, di bawah lautnya yang biru tersimpan monumen perang ke-II. Sebuah kapal dagang Belanda yang karam dihantam meriam Jepang. Odjoeng Batoe, saksi bisu peristiwa itu.
Ia gagal ke tujuan akhirnya, Teluk Bayur. Pelabuhan yang dulu bernama Emma Haven. Satu-satunya pelabuhan buatan Belanda yang memakai nama Sang Ratu Negeri Kincir Angin itu.
NV. Boeloengan terseok sebelum kandas di perairan Mandeh. Tak ada yang mampu menyelamatkannya. Seluruh muatannya tumpah, hanyut terseret derasnya arus bawah laut.
Bangkai kapal itu kini menjadi salah satu daya tarik sendiri. Memacu adrenalin bagi pecinta olahraga selam. Puing-puing besi itu seperti mengajak mereka ke peristiwa masa lalu ketika perang berlangsung.
Perburuan tak hanya sampai di situ. Teluk Mandeh memiliki panorama alam bawah laut yang begitu memukau, dengan biota laut yang kaya. Terumbu karang di dasarnya seperti menari menghibur para peselam.
Sore menjelang, mentari bersiap memasuki peraduan. Arus kenderaan ramai menanjaki ruas jalan itu. Satu per satu merapati tepian aspal. Memarkir kenderaannya menikmati senja Odjoeng Batoe.
Cahaya sang surya perlahan melabuhi Teluk Mandeh. Pantulan cahayanya membiaskan warna keemasan. Ia biarkan semua mata mengantarnya ke ufuk Barat. Benda bulat itu terlihat sangat dekat. Seperti sejangkau tangan.
Ia hilang bersama muculnya malam. Jajaran Bukit Barisan di Timur Mandeh terus sigap mengawasi setiap peristiwa. Ia persilakan penghuni malam memulai kehidupan. Riuh rendah suara kelelawar mulai terdengar.
Gelap mulai menyungkup, menjalani kodrat Illahi. Rembulan dan bintang-bintang masih malu-malu menampakan diri. Cahaya lampu perahu nelayan tampak menghiasi. Teluk Mandeh seketika menjelma menjadi kota.
Haluannya begitu tenang, dengan alat tangkap seadanya. Di setiap rengkuhan dayungnya teruntai doa demi masa depan keluarga tercinta yang lebih baik. Demi mewujudkan cita-cita si buah hati.
Prioritas Mandeh
Yap, sejak diresmikan Presiden Joko Widodo akhir 2015 Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh terus bersolek. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan sangat gencar membangun infrastruktur penunjang.
Selain Presiden Joko Widodo, peresmian Mandeh turut dihadiri Irman Gusman yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPD-RI, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Pariwisata Sapta Nirwandar dan Gubernur Sumatera Barat.
Bahkan Mendeh telah dilengkapi dengan Touris Information Center (TIC), sehingga memudahkan wisatawan mencari titik destinasi yang bakal dikunjungi, termasuk soal akomodasi.
"Ya, karena Mandeh merupakan salah satu kawasan strategis wisata nasional," ungkap Bupati Kabupaten Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar.