Padang (ANTARA) - Kepala Program Studi Sosiologi Universitas PGRI Sumatera Barat, Firdaus, menegaskan pentingnya penguatan Community-Based Tourism (CBT) di Kepulauan Mentawai yang melibatkan kolaborasi pentahelix secara nyata dan berkesinambungan.
Kepulauan Mentawai dikenal memiliki potensi wisata luar biasa, mulai dari keindahan alam seperti pantai dan hutan tropis, hingga budaya lokal yang unik. Namun, keberlanjutan pengelolaan menjadi tantangan tersendiri, terutama untuk menjaga keseimbangan antara kunjungan wisatawan dan pelestarian lingkungan.
Firdaus menekankan, optimalisasi promosi wisata berbasis lokal harus melibatkan masyarakat adat, pemerintah kabupaten, akademisi, media, dan investor sebagai aktor utama agar pengembangan wisata tidak hanya menjadi seremonial belaka.
“Kepulauan Mentawai memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata berkelas dunia, maka pengembangan CBT harus dilakukan dengan pendekatan strategis dan kolaboratif. Pentahelix menjadi solusi untuk memastikan setiap pihak memiliki peran yang jelas dalam pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan,” ujar Firdaus dalam wawancara di Padang, Senin (9/12).
Firdaus mencontohkan keberhasilan wilayah percontohan di Kabupaten Agam, yang mana masyarakat lokal diberdayakan sebagai pengelola utama, pemerintah kabupaten memberikan dukungan kebijakan, akademisi melakukan kajian strategis, media mempromosikan potensi wisata, dan investor menghadirkan infrastruktur yang ramah lingkungan.
“Mentawai perlu belajar dari Agam. Keberhasilan Agam membangun pariwisata berbasis komunitas tidak hanya berasal dari kerja sama formal, tetapi juga dari implementasi yang berkelanjutan. Semua pihak harus benar-benar berkomitmen, bukan sekadar seremonial atau hanya fokus pada aspek ekonomi jangka pendek,” jelas Firdaus.
Ia juga menyoroti peran krusial masyarakat adat dalam pengembangan CBT di Mentawai. Menurutnya, masyarakat adat bukan hanya penjaga budaya, tetapi juga pelaku utama yang harus mendapatkan manfaat langsung. Pendampingan dan pelatihan perlu diberikan, termasuk dalam pengelolaan homestay, pemanduan wisata, dan pelestarian budaya lokal.
Selain itu, Firdaus mengingatkan pentingnya keterlibatan akademisi untuk memastikan kebijakan pengembangan pariwisata berbasis data dan kajian ilmiah.
"Akademisi berperan memberikan perspektif berkelanjutan, termasuk mengkaji dampak lingkungan dan sosial dari setiap langkah pengembangan wisata,” tambahnya.
Firdaus juga mengapresiasi peran media yang membantu menciptakan narasi positif tentang potensi Mentawai di mata publik, serta investor yang memberikan dukungan finansial untuk membangun infrastruktur pariwisata. Namun, ia menegaskan bahwa investasi yang masuk harus memenuhi prinsip keberlanjutan dan melibatkan masyarakat lokal.
Firdaus berharap, melalui kolaborasi pentahelix yang solid, Kepulauan Mentawai tidak hanya mampu menarik wisatawan domestik dan mancanegara, tetapi juga menciptakan manfaat ekonomi, sosial, dan budaya yang berkelanjutan.
“Kita tidak ingin pengembangan pariwisata ini hanya menjadi tren sesaat. Pendekatan pentahelix harus dilakukan dengan komitmen nyata untuk jangka panjang,” tutupnya.