Padang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menduga penyebab kematian massal ikan di hulu Sungai Batang Maek, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota dipicu limbah tambang.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Uslaini di Padang, Sabtu kematian ikan disebabkan oleh pencemaran air limbah tambang yang jaraknya berdekatan dengan sungai tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait peristiwa itu.
"Sungai tersebut mengalami degradasi karena tidak dikelola dengan baik," katanya pada saat diskusi ilmiah tentang kematian massal ikan hulu Batang Maek, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat yang digelar oleh UNP.
Kegiatan tersebut dihadiri beberapa narasumber yakni Wakil Bupati Limapuluh Kota, Wali Nagari Tanjuang Balik Kabupaten Limapuluh Kota, Dinas ESDM Provinsi Sumbar, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, DLH Limapuluh Kota, akademisi dan beberapa narasumber lainnya.
Menurutnya mestinya waduk tersebut dijaga kelestariannya, tetapi pertambangan di sana malah diberikan izin.
Ia juga mengatakan waduk tersebut bukan terbentuk secara alami, namun sebuah waduk yang dibangun sejak 1990 bertujuan untuk pembangkit listrik.
"Sekitar 10 desa di tenggelamkan untuk pembuatan waduk tersebut, dua desa dipindahkan ke Limapuluh Kota dan delapan desa lainnya ke Kampar, Riau," kata dia.
Ia juga mengungkapkan penyebab kematian massal ikan tersebut karena kolam penampungan limbah jebol pada saat kejadian banjir.
"Maka saya sarankan dilakukan penelitian lebih mendalam jika narasumber mengatakan Kematian ikan tidak ada kaitannya dengan limbah tambang," katanya.
Ia juga menambahkan jika hanya mengambil air permukaan sebagai sampel penelitian, memang tidak terdeteksi karena pencemaran terdapat di kedalaman sungai.
Ia berharap supaya dilakukan evaluasi terhadap aktivitas tambang yang ada izin atau pun tidak ada izin yang berhubungan dengan waduk Koto Panjang di Limapuluh Kota.
Selain itu, jika ditemukan aktivitas ilegal maka ditegakkan hukum, karena tidak hanya berdampak pada dua nagari di Limapuluh Kota tapi juga berpengaruh pada masyarakat di hilir yang ada di Kampar, Riau.
"Saya sudah mencoba melakukan peninjauan pada masyarakat terdampak dan mereka mengatakan sampai hari ini belum mendapatkan respon positif untuk mengganti mata pencaharian mereka," katanya menerangkan.
Ia juga mengatakan peristiwa tersebut tentunya mengganggu masyarakat setempat karena merupakan salah satu mata pencaharian utama yakni sebagai penangkap ikan di sungai.
"Kita khawatir nantinya ikan yang dikonsumsi berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat di sana jika tidak ada penelitian lebih lanjut," ujar dia.
Berita Terkait
Dinkes Solok kampanyekan pentingnya keberadaan kawasan tanpa rokok
Rabu, 4 Desember 2024 4:37 Wib
Kemenag Sumbar perkuat daya saing siswa dengan program madrasah plus
Selasa, 3 Desember 2024 18:45 Wib
Lomba minat dan bakat siswa meriahkan HJK Padang Panjang
Selasa, 3 Desember 2024 18:37 Wib
Kejari Padang eksekusi uang Rp455 juta dari kasus korupsi VOID
Selasa, 3 Desember 2024 18:34 Wib
Perayaan HDI ke 32, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Padang Panjang terima bantuan
Selasa, 3 Desember 2024 18:13 Wib
KPU Padang gelar PSU di satu TPS usai seorang pemilih coblos dua kali
Selasa, 3 Desember 2024 17:33 Wib
Kuota haji Sumbar 2025 sebanyak 4.613 orang
Selasa, 3 Desember 2024 17:33 Wib
Pemkot Padang Panjang resmikan Mall Pelayanan Publik
Selasa, 3 Desember 2024 16:24 Wib