Pengamat nilai butuh persiapan pembukaan data kartu kredit nasabah untuk kepentingan perpajakan

id Yustinus Prastowo

Pengamat nilai butuh persiapan pembukaan data kartu kredit nasabah untuk kepentingan perpajakan

Direktur CITA, Yustinus Prastowo. (cc)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai rencana pembukaan data kartu kredit nasabah untuk kepentingan perpajakan membutuhkan persiapan matang serta mempertimbangkan kondisi perekonomian terkini.

"Pelaksanaan yang terburu-buru dan tanpa persiapan akan mengundang kekhawatiran yang tidak perlu," kata Yustinus, di Jakarta, Senin.

Yustinus mengatakan pemberlakuan pemanfaatan data kartu kredit tersebut sebaiknya didahului dengan pembuatan sistem maupun prosedur operasi atau tata cara yang jelas, mudah, dan akuntabel.

Menurut dia, persepsi dan kekhawatiran yang muncul harus diantisipasi karena dapat memicu penurunan penggunaan kartu kredit serta merugikan perekonomian nasional.

"Perlu penetapan skala prioritas dan pengelolaan komunikasi serta momentum yang tepat, karena isu pemanfaatan data kartu kredit lebih menyangkut persoalan 'privacy' bukan 'secrecy'," ujar Yustinus.

Ia menambahkan, institusi, sistem maupun aparatur yang profesional dan terpercaya dapat membantu peningkatan kepercayaan dan kepatuhan pajak dalam jangka panjang.

Terkait batas nominal tagihan kartu kredit yang wajib disampaikan Rp1 miliar dalam setahun, Yustinus menilai jika lebih tepat ambang batas tidak didasarkan pada jumlah tagihan dalam setahun yang fluktuatif, namun didasarkan pada limit tertentu pada kartu kredit.

"Kami mengusulkan seluruh kartu kredit limit Rp100 juta ke atas wajib dilaporkan kepada DJP. Batas yang terlalu tinggi justru dikhawatirkan tidak optimal bagi tujuan intensifikasi maupun ekstensifikasi," katanya lagi.

Yustinus memastikan usulan batas nominal yang wajib disampaikan tersebut cukup moderat dan bisa fokus menyasar kepada kelompok berpenghasilan menengah atas.

Secara keseluruhan, ia menambahkan, kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit ini dapat menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan basis pajak dan kepatuhan pajak melalui analisis yang memadai.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK 228/PMK.03/2017 mengenai tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang meminta perbankan untuk menyerahkan data transaksi kartu kredit kepada DJP.

Kebijakan penyampaian data kartu kredit ini mulai berlaku untuk tagihan selama Januari-Desember 2018 dengan total tagihan paling sedikit Rp1 milliar, dan disampaikan kepada otoritas pajak paling lambat April 2019.

Kebijakan serupa pernah diwacanakan DJP pada awal 2017 pada masa Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, namun ditunda pelaksanaannya karena adanya kekhawatiran dari masyarakat. (*)