Pawai Prosesi Adat Awali Festival Seribu Rumah Gadang

id Festival SRG

Pawai Prosesi Adat Awali Festival Seribu Rumah Gadang

Bupati Solok Selata Muzni Zakaria (dua kanan) didampingi Ibu Suriati Muzni Zakaria (kanan) berpakaian adat Minangkabau saat pembukaan Festival Seribu Rumah Gadang, Minggu (19/11). (ANTARA SUMBAR / Joko Nugroho)

Padang Aro, (Antara Sumbar) - Pawai prosei adat yang diikuti oleh sebelas nagari di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, mengawali rangkaian acara Festival Seribu Rumah Gadang yang digelar 19-21 November 2017.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solok Bujang Basri di Padang Aro, Minggu, menyebutkan setiap nagari menampilan prosesi adat yang selama ini masih dilestarikan masyarakat setempat.

Prosesi adat itu semisal prosesi peresmian pernikahan maantaan bali, mantaan siriah, pai manjalang serta prosesi adat lainnya seperti mambaok ka aei anak.

Bujang menyebutkan sesuai dengan tema festival "manjapuik nan tatingga, maumpuan nan taserak, mangambang pusako lamo".

"Pada intinya, festival ini upaya kita melestarikan kebudaya dan kesenian tradisional serta untuk memperkenalkan ke wisatawan dengan kemasan wisata," ujarnya.

Pawai dimulai dari Simpang Pasar Baru menuju ke kawasan kampung adat Seribu Rumah Gadang.

Peserta pawai merupakan ibu-ibu dan bundo kanduang dengan berpakaian adat lengkap sesuai dengan prosesi adat masing-masing.

Sejumlah rangkaian pagelaran kesenian dan kebudayaan tradisional digelar sejak 19 hingga 21 November di kawasan Seribu Rumah Gadang dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Selain kesenian dan prosesi adat juga ditampilkan silat tradisi, makan bajamba, serta pameran kuliner asli Solok Selatan.

Sebelumnya, Bupati Solok Selatan, H. Muzni Zakaria menyebutkan Festival Seribu Rumah Gadang digelar sebelum hari Tour de Singkarak (TdS) masuk ke Solok Selatan sehingga momentumnya akan saling mendukung satu sama lain.

Konsep dasar Festival Seribu Rumah Gadang adalah menyiapkan dan membangun keterlibatan masyarakat dan wisatawan dalam rentetan peristiwa selama tiga hari tersebut.

Persiapan bukan sekedar kesadaran akan banyak pengunjung, tapi lebih ke sikap masyarakat dan budaya tradisi di kawasan harus mulai gali lagi dan mencoba mendekati seperti aslinya dulu.

"Walaupun mungkin sulit untuk persis sama," ujarnya.

Tradisi adat masyarakat yang dulu terkenal sangat kuat, sebutnta yang paling mendasar adalah selalu bekerja sama dan bergotong royong dalam mewujudkan sebuah peristiwa adat.

"Semua peristiwa adat/tradisi terjadi atas partisipasi masyarakat. Bukan instruksi dari atas," sebutnya.

Festival ini tidak melakukan hal yg luar biasa atau di luar kebiasaan masa lalu. Justru festival ini mencoba mengingatkan kembali apa yg sebetulnya yang dilakukan di masa lalu.

"Untuk itulah kita pilih temanya 'manjapuik nan tatingga, mangupuakan nan taserak' (menjemput yg ketinggalan/tercecer, mengumpulkan yang tersebar tak terkoordinir), " ujrnya.

Karena begitulah hendaknya Kawasan Seribu Rumah Gadang sebagai sebuah tujuan wisata yang sebenarnya agar menjadi daya tarik nasional maupun Internasional nantinya. (*)