Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) Satywanti Mashudi mengomentari terkait wacana sekolah khusus bagi korban kekerasan seksual, yang menurutnya tidak boleh eksklusif, agar tidak menurunkan rasa percaya diri mereka saat menekuni berbagai kegiatan di sekolah.
“Mungkin cuma catatannya, jangan sampai nanti sekolah khusus ini menjadi sesuatu yang eksklusif gitu saja, karena tujuannya kan inklusi ya, sehingga kemudian nanti kalau jadinya eksklusif malah itu akan lebih memberatkan buat korban,” kata Satywanti Mashudi dalam kegiatan kampanye 16HAKTP secara daring yang dipantau dari Jakarta, Senin.
Jika sekolah khusus tersebut memang dibentuk hanya untuk para korban kekerasan seksual, menurut dia, justru lebih memberatkan para korban yang dikumpulkan menjadi satu ruangan belajar.
Justru yang lebih penting dalam hal ini, kata dia, adalah terus memberikan edukasi kepada masyarakat dan juga lingkungan agar tidak terus menerus memberikan stigma negatif kepada korban kekerasan seksual.
“Kalau jadinya eksklusif malah itu akan lebih memberatkan buat korban, karena dia menjadi terekslusi dari lingkungan dan sebagainya. Sementara yang menjadi fokus itu kan sebenarnya bagaimana kemudian edukasi publik, untuk tidak terus-menerus bersikap menyalahkan korban,” kata dia.
Sementara itu Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan Novitas Sari mengapresiasi langkah pemerintah untuk terus menanggulangi berbagai masalah terkait kekerasan seksual di satuan pendidikan, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
“Sebenarnya ada satu hal yang harus diapresiasi dari pemerintah dalam hal ini terkait Kementerian Pendidikan , bahwa sudah banyak lahir regulasi yang akan memperkuat penanganan kasus kekerasan, baik itu di tingkat sekolah dasar, menengah, bahkan sampai perguruan tinggi gitu,” kata Novitas Sari.
Peraturan tersebut antara lain Permendikbudristek Nomor 55 tahun 2024 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Peraturan itu mengatur bahwa perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.
Selanjutnya terdapat juga Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 yang terkait Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang bertujuan mencegah dan menangani kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi di lingkungan pendidikan.
Terkait wacana hadirnya sekolah khusus bagi korban kekerasan seksual juga sudah didukung oleh Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Ia menyambut baik dan mendukung ide dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti yang ingin membangun sekolah khusus untuk anak-anak yang menjadi korban kekerasan.
Wapres mengaku sudah membahas ide ini dengan Mendikdasmen Abdul Mu'ti dan menilai ide tersebut penting untuk direalisasikan agar anak-anak yang mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual, mendapatkan atensi khusus yang mereka butuhkan tanpa harus dikeluarkan dari sekolah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Komnas: Sekolah khusus korban kekerasan seksual tak boleh eksklusif