Tanah Datar (ANTARA) - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon meresmikan Museum Sastra Indonesia dan Rumah Puisi Taufiq Ismail di Aia Angek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu.
Peresmian ini turut dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, Plt Gubernur Sumbar Audy Joinaldi dan beberapa tokoh sastra nasional.
Dalam sambutannya,Taufiq Ismail menyampaikan bahwa sebuah museum membutuhkan kerja berkelanjutan dan terus-menerus.
"Butuh keahlian khusus agar pengetahuan tentang sastra Indonesia dapat memancar dari benda-benda koleksi dan menjadi pengetahuan bagi banyak orang," katanya.
Peresmian Museum Sastra Indonesia sebagai bagian dari Rumah Puisi Taufiq Ismail ini adalah langkah awal mewujudkan impian Taufiq Ismail.
"Saya ingin memberitahu publik bahwa benda-benda milik sastrawan itu merupakan semesta yang menyimpan berbagai cerita unik. Semesta itu tentu berkaitan erat dengan kehidupan dan karya-karya sastra Indonesia yang kita baca selama ini," kata Taufiq.
Museum Sastra Indonesia menyimpan berbagai koleksi seperti mesin tik, mesin cetak tua, kacamata, dan benda-benda lain milik para sastrawan dan para tokoh-tokoh bangsa.
Di museum yang berlokasi di kaki Gunung Singgalang itu juga mengoleksi puluhan lukisan-lukisan wajah para sastrawan Indonesia lintas generasi.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengaku merasa terhormat bisa hadir di tengah para sastrawan, budayawan Sumatera Barat untuk meresmikan Rumah Puisi Taufiq Ismail & Museum Sastra Indonesia.
"Taufiq Ismail adalah sebuah nama besar dalam sastra Indonesia. Karya- karyanya melintasi tiga zaman dan menjadi kesaksian atas banyak peristiwa. Ia adalah penyair yang terlibat dengan setiap pergeseran sosial, budaya dan politik yang terjadi di Indonesia. Tak hanya itu, Taufiq Ismail adalah tonggak besar dalam perjalanan kebudayaan Nusantara," kata Fadli Zon.
Menurutnya Rumah Puisi Taufiq Ismail dan Museum Sastra Indonesia dirancang sebagai ruang untuk mendistribusikan pengetahuan tentang sastra.
Sebagai seorang penyair yang melintasi banyak zaman, Taufiq Ismail benar-benar telah mendedikasikan hidupnya bagi kemajuan sastra Indonesia. Waktu, tenaga dan pikirannya tak pernah lepas dari sastra.
"Warisan kerja dan karyanya terbentang nyata. Ia bukan penyair individualis yang berdiri di atas menara gading atau berwacana sekedar kata. Taufiq Ismail adalah penyair yang terlibat, organik, dan selalu setia pada pergeseran waktu dan budaya," kata Fadli.
"Taufiq Ismail menjadikan mimpinya kenyataan. Ia selalu hadir di tengah perubahan zaman. Ia pun ikut menghela perubahan itu dengan puisi, dengan sastra. Kalau HB Jassin pernah dijuluki Paus Sastra Indonesia, menurut saya Taufiq Ismail adalah Bapak Sastra Indonesia," katanya menambahkan.