Mengubah Format Debat Capres dan Cawapres Harus Berkoordinasi Dulu dengan DPR

id Debat Capres, Cawapres, KPU, tahun politik, Pilpres Oleh Miko Kamal, S.H., LL.M., Ph.D

Mengubah Format Debat Capres dan Cawapres Harus Berkoordinasi Dulu dengan DPR

Miko Kamal, S.H., LL.M., Ph.D (ANTARA/Doc.Pribadi)

Padang (ANTARA) - Publik heboh lagi. Setelah putusan MK yang kontroversial yang diputus tidak beretika, aturan tentang debat Cawapres juga diputar-putar.

Komisi Pemilihan Umum membuat keputusan baru. Calon Presiden (Capres) dan calon Wakil Presiden (Cawapres) hadir bersamaan dalam setiap debat. Berbeda dengan debat Pilpres sebelumnya yang diselenggarakan terpisah.

Di ruang publik berkembang isu, debat antar Cawapres tidak lagi ada. Ketua KPU Hasyim Asy'ari membantahnya. Menurut beliau, debat Cawapres bukan tidak ada. Ada, tapi porsinya saja yang berbeda: pada saat debat Capres, Capres yang banyak bicara dan pada debat Cawapres, giliran Capres pula yang banyak diam (CNBC, 2/12/2023).

Publik tidak percaya itu. Di masyarakat sudah terlanjur berkembang tuduhan bahwa ini bagian dari skenario "sayang anak" Presiden: karena Gibran tidak piawai berdebat, aturannya diubah.

Agar tidak salah tuduh, baiknya kita lihat saja aturannya. Soal debat Capres dan Cawapres diatur di dalam Pasal 277 (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: "Debat Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf h dilaksanakan 5 (lima) kali".

Membaca Pasal 277 (1) UU Pemilu saja, memang tidak kelihatan dari 5 kali debat itu berapa kali bagian Capres dan berapa kali pula jatah Cawapres. Pembagian itu menjadi jelas ketika dibaca dengan seksama Penjelasan Pasal 277 (1) UU Pemilu, yang berbunyi: "Yang dimaksud dengan "debat Pasangan Calon dilaksanakan 5 (lima) kali" adalah dilaksanakan 3 (tiga) kali untuk calon Presiden dan 2 (dua) kali untuk calon Wakil Presiden".

Pasal 227 (1) UU No. 7 Tahun 2017 diturunkan ke Peraturan KPU No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang diubah dengan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2023. Khusus debat Capres dan Cawapres dijelaskan di dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan b. Bunyinya persis sama dengan Penjelasan Pasal 277 (1) UU No. 7 Tahun 2017. Lengkapnya begini: "KPU melaksanakan debat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebanyak 5 (lima) kali, dengan rincian: a. 3 (tiga) kali untuk Calon Presiden; dan b. 2 (dua) kali untuk Calon Wakil Presiden".

Berdasarkan kedua aturan itu sangat jelas bahwa debat Capres dan Cawapres harus diselenggarakan terpisah: 3 kali untuk calon presiden dan 2 kali untuk calon wakil presiden.

Pertanyaannya, bolehkah KPU berimprovisasi mengubah ketentuan debat terpisah antara Capres dan Cawapres (masing-masing 3 kali dan 2 kali) menjadi debat bersama-sama dengan porsi yang berbeda? Jawabannya, boleh bersyarat.

Syaratnya, rencana perubahan itu dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR. Bacalah Pasal 50 (2) Peraturan KPU No. 15 Tahun 2023: "Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus untuk format rincian 5 (lima) kali dapat dilakukan perubahan oleh KPU setelah berkoordinasi dengan DPR".

Kita publik tidak pernah mendengar KPU sudah berkoordinasi dengan DPR. Tiba-tiba Ketua KPU Hasyim Asy'ari sudah mengumumkan saja ke publik perubahan itu. Kabarnya itu hasil dari Forum Group Discussion tim pemenangan masing-masing pasangan calon dengan KPU tanggal 29 November 2023.

Pada saat itu, salah satu paslon mengusulkan penyatuan itu. Secara hukum, masalahnya bukan pada siapa yang mengusulkan perubahan itu, seperti polemik yang terbaca, tertonton dan terdengar di media saat ini.

Pertanyaannya, ketua KPU kok bersemangat benar mengumumkan perubahan yang tidak sesuai dengan tuntunan hukum itu. Agar publik tidak berpikiran macam-macam kepada KPU di tahun politik ini, seharusnya KPU tegak lurus saja dengan segenap hukum yang berlaku. Penulis merupakan Advokat dan Wakil Rektor 3 Universitas Islam Sumatera Barat.