Akademisi: Jangan katakan harga mahal pada karya perajin kriya

id Produk Kriya, kedung kebudayaan, nilai harga kriya

Akademisi: Jangan katakan harga mahal pada karya perajin kriya

Akademisi Widdiyanti (kedua kanan) memberikan pelatihan kepada peserta Workshop Kriya di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat di Padang, Kamis (4/5/2023). (ANTARA/Iggoy El Fitra/23)

Padang (ANTARA) - Akademisi Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang Widdiyanti mengatakan jangan hanya menilai harga yang mahal pada karya perajin kriya karena proses pembuatannya yang sulit.

"Jangan katakan mahal pada karya-karya anak nagari, karena prosesnya dibuat menggunakan tangan, bukan printing," kata Widdiyanti di Padang, Kamis.

Hal tersebut disampaikan Widdiyanti saat memberikan pelatihan kriya bagi para perajin digelar UPTD Taman Budaya Sumatera Barat bertajuk Inovasi Suvenir.

Widdiyanti yang juga pengusaha suvenir itu mengatakan kurangnya edukasi kepada konsumen sehingga menganggap produk atau karya yang dijual harganya mahal.

Padahal ketika ditunjukkan proses pembuatannya, konsumen baru paham kenapa harga jualnya segitu sebab semuanya dibuat menggunakan tangan dan perlu skill yang cukup

Widdiyanti yang juga perajin batik Canting Buana itu menjelaskan, inovasi dan kolaborasi sangat diperlukan untuk pengembangan ekonomi kreatif di Sumatera Barat terutama di bidang kriya dan suvenir.

Seperti yang ia lakukan, berinovasi menciptakan produk kriya dengan menggabungkan teknik yang ada, serta berkolaborasi dengan produsen lain yang diperlukan.

"Misalnya perajin kan biasa mau ambil bahan murah dari Pulau Jawa. Tapi yang saya lakukan, saya beli bahan yang dijual di sini, di Sumatera Barat, kita saling membantu, saya dapat, mereka juga dapat," katanya.

Selain itu, Widdiyanti juga mengingatkan kepada perajin untuk menjaga sikap perilaku di depan konsumen, terutama sikap yang diperlihatkan saat menawarkan produk kerajinannya.

Menurutnya, ada beberapa konsumen yang tidak nyaman dengan sikap perajin atau penjual saat mereka berkunjung, yang berdampak kepada penjualan produk itu sendiri.

Salah satu cara agar produk kriya di provinsi itu tetap eksis, Widdiyanti mengimbau agar pemerintah daerah ikut mendukung dengan membeli produk anak-anak nagari untuk keperluan suvenir tamu-tamu yang datang.

Ia berharap, dengan digelarnya pelatihan kriya bagi perajin di Gedung Kebudayaan tersebut ikut mendukung bangkitnya produk kriya di Sumatera Barat.

(*}