Mantan Kapolsek ternyata jadi kurir sabu milik mantan Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa

id Jakarta Barat ,Teddy Minahasa ,Kasranto ,sabu,PN Jakarta Barat

Mantan Kapolsek ternyata jadi kurir sabu milik mantan Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa

Persidangan kasus narkoba dengan terdakwa Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (20/2/2023). ANTARA/Walda

Jakarta, (ANTARA) - Mantan Kapolsek Kali Baru, Jakarta Utara, Kompol Kasranto yang menjadi terdakwa kasus penjual narkoba bertindak sebagai kurir penjualan sabu milik terdakwa Teddy Minahasa.

Hal tersebut terungkap pada persidangan kasus peredaran narkoba yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin.

"Sabu sempat diantarkan pyak Kasranto ke depan pemadam kebakaran pelabuhan," kata Janto selaku saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di ruangan sidang.

Semua berawal ketika Janto yang kala itu masih bertugas sebagai petugas Kepolisian dan Kasranto yang masih menjabat sebagai Kapolsek Kalibaru pada Agustus 2022.

Saat itu, Kasranto mendapatkan sabu seberat satu kilogram yang siap untuk dijual. Kasranto meminta tolong Janto untuk mencari orang yang mau beli sabu tersebut.

"Jadi dia (Kasranto) waktu itu di bulan 8 dia tawarkan sabu ke saya. 'Tapi tolong cari lawan dong to', dia bilang seperti itu ke saya," kata Janto.

Janto mengiyakan permintaan tersebut. Tepat satu bulan kemudian nomor asing menghubungi Janto via WhatsApp untuk menanyakan sabu tersebut.

Belakangan nomor tersebut diketahui milik calon pembeli sabu tersebut.

"Dia (Alex) bilang 'ada barang dari Kapolsek? harganya berapa ?'. Saya bilang 'Rp 500 juta'. 'Ya sudah bentuk pembayaran gimana?' 'Harus cash' kata saya," kata dia Janto di persidangan.

Akhirnya, pada 24 September 2022, Kasranto menyuruh Janto mengambil sabu seberat satu kilogram ke ruang Kapolsek.

Sabu tersebut diambil Janto dan langsung diserahkan ke Alex di Lampung Bahari, Jakarta Utara. Alex langsung memberikan uang sebesar Rp500 juta.

Uang tersebut lalu diambil Janto dan langsung diserahkan ke Kasranto. Janto diberikdiberi upah sebesar Rp20 juta dari Kasranto.

Penjualan kedua, Kasranto kembali meminta Janto untuk menjual sabu seberat satu ons. Namun kali ini sabu tersebut diantar Kasranto ke depan kantor pemadam kebakaran pelabuhan.

Di sana, Kasranto menyerahkan barang haram tersebut kepada Janto. Janto mengambil barang itu dan kembali menjualnya ke Alex dengan harga Rp50 juta.

Karena hal tersebut, Janto mendapatkan upah sebesar Rp2.000.000. Penjualan ke tiga kembali terjadi beberapa hari kemudian.

Janto diminta kembali menjual sabu seberat satu ons oleh Kasranto. Kali ini sabu tersebut tidak dibeli oleh Alex melainkan seorang nelayan bernama Nasir dengan harga Rp50 juta.

Proses penyerahan sabu dari Kasranto ke Janto juga terjadi di depan kantor pelabuhan. Nasir mengirimkan uang pembayaran sabu kepada Kasranto melalui rekening atas nama Lutfi.

"Kasranto meminta 'sudah transfer Rp48 juta saja," kata.

Transaksi terakhir terjadi pada 10 Oktober 2022. Saat itu Kasranto mengantar sabu tersebut ke depan pos pelabuhan.

Sabu lalu diambil Janto dan diserahkan kepada pembeli lain dengan harga Rp50 juta. Setelah transaksi itu, Janto dan Kasranto ditangkap oleh Jajaran Polda Metro Jaya atas kasus penjualan narkoba.

Penyidik Polda Metro Jaya menyatakan Irjen Pol Teddy Minahasa telah memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan.

Polres Bukit Tinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, namun Irjen Pol Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.

Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.

Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.

Adapun pasal yang disangkakan kepada Teddy yakni Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (*)