Padang (ANTARA) - Sebagai Badan Usaha milik Negara (BUMN), PT PLN dalam kegiatan-kegiatan usahanya tidak selalu berorientasi laba. Namun sebagai pemegang mandat melistriki nusantara, PLN juga memiliki tanggung jawab pekerjaan mulai dari membuat pembangkit, menyalurkan, dan mendistribusikan listrik bagi masyarakat.
Tugas dan kegiatan usaha PLN tersebut dilakukan sebagai upaya untuk turut membantu pembangunan perekonomian nasional, melalui penyediaan infrastruktur kelistrikan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat, termasuk di daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T).
Tak terkecuali di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), yang masuk dalam kategori wilayah 3T, PLN pun meneguhkan komitmennya untuk turut membantu masalah kelistrikan di sana.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Sumbar, Bambang Dwiyanto dalam penjelasan tertulisnya menyatakan bahwa PLN tidak akan pernah berhenti melayani masyarakat dalam penyediaan listrik yang handal. Ini menjadi salah satu peran serta PLN dalam meningkatkan perekonomian masyarakat melalui penggunaan listrik untuk kegiatan produktif.
Di Mentawai, sejak 2018 PLN Sumbar melaksanakan "Jelajah Mentawai Terang" dengan tujuan untuk mengetahui kondisi infrastruktur dan rencana pembangunan kelistrikan yang dilakukan serta melihat potensi-potensi energi yang dapat dikembangkan di desa-desa di wilayah itu.
Data PT PLN Sumbar pada 2017 atau sebelum program "Jelajah Mentawai Terang" dilaksanakan, menyebutkan bahwa Rasio Elektrifikasi (RE) PLN di Mentawai menunjukkan dari 22.268 Rumah Tangga (RT) di daerah itu yang jadi pelanggan PLN sebanyak 6.943 RT atau 31,18 persen. Lalu, rasio desa berlistrik PLN terlihat dari 43 desa yang ada, baru 27 desa berlistrik atau 62,79 persen.
Saat pelaksanaan "Jelajah Mentawai Terang" lokasi pertama yang dikunjungi adalah Kepulauan Sipora dan Kepulauan Siberut lalu ekspedisi terakhir ke Kepulauan Sikakap. Kegiatan itu dibiayai anggaran PMN (Penyertaan Modal Negara) khusus untuk pembangunan listrik pedesaan dengan realisasi biaya 2019-2020 sebesar Rp17.064.645.987.
Sedangkan energi listrik yang didistribusikan bersumber dari pembangkit yang dikelola PLN di Mentawai berupa PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Isolated, dengan jumlah Central PLTD ada 11 Lokasi tersebar di Pulau Sipora, Sikakap dan Siberut.
Selain itu, juga bersumber dari tiga Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) yang dikelola Pemkab Kepulauan Mentawai di Desa Saliguma, Madobag dan Matotonan. 11 PLTD dan 3 PLTBm tersebut mempunyai daya pembangkit mencapai 4.825 KW.
Sementara itu, persoalan transportasi untuk mengangkut material yang digunakan seperti ratusan tiang listrik, ribuan meter kabel, travo, alat ukur/meteran listrik, peralatan dan perlengkapannya menjadi catatan tersendiri yang harus dihadapi.
Pendistribusian peralatan tersebut dilakukan dengan menggunakan kapal laut melalui Selat Mentawai. Kepulauan Mentawai berjarak sekitar 80 mil laut arah barat Kota Padang, ibukota Provinsi Sumbar. Lama perjalanan menggunakan kapal roro sekitar tiga jam, 15 menit dan kapal kayu 10 jam mengarungi lautan/selat yang kadang bergelombang tinggi serta badai laut.
Setelah perjalanan laut, dilanjutkan dengan menggunakan truk yang harus melewati jalanan yang terbatas dan sebagian besar masih berupa jalan tanah.
Bambang Dwiyanto mengatakan, memang dilihat dari geografinya daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai tergolong sulit dan menantang, karena harus melewati jalur laut dan masih terbatasnya akses jalan menuju desa-desa.
Keterbatasan akses jalan di Mentawai, menjadi kendala saat menarik jaringan dan pengangkutan tiang listrik. Namun, dengan mengusung komitmen PLN untuk dapat mengantarkan listrik ke desa-desa dan rumah warga, maka hambatan itu dapat dilewati.
Dalam urusan transportasi menuju desa dan pengiriman material kelistrikan, PLN bersama pihak terkait dengan menerjunkan puluhan petugas PLN yang dibantu warga lokal untuk pekerjaan tertentu. Namun yang pasti, lanjut Bambang, semua pekerjaan itu tetap mengutamakan protokol Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3).
Sedangkan terkait hambatan alam seperti gelombang laut, PT PLN tidak memaksakan jika kondisi benar-benar tidak memungkinkan. "Alhamdulillah selama kegiatan berlangsung tidak ada personel yang cidera atau terluka, dan kegiatan berjalan dengan lancar," kata Bambang.
Di sisi lain, Pemkab Kepulauan Mentawai mengapresiasi program "Jelajah Mentawai Terang" ini dan berharap rutin dilakukan untuk dapat melihat secara langsung kondisi masyarakat di daerah 3T yang memang masih membutuhkan listrik untuk dapat meningkatkan perekonomian, serta mendukung proses belajar-mengajar bagi anak-anak Mentawai.
Membuahkan hasil
Setelah melaksanakan program "Jelajah Mentawai Terang" sejak 2018 hingga 2020, hasilnya pun sudah terlihat dan sudah disampaikan ke masyarakat melalui media massa.
Kondisi pelayanan listrik di Mentawai sampai November 2020, Rasio Elektrifikasi (RE) PLN di daerah itu menunjukkan dari 24.567 Rumah Tangga di Mentawai yang telah jadi pelanggan rumah tangga sebanyak 13.300 rumah tangga atau 54,17 persen. Lalu rasio desa berlistrik PLN menunjukkan dari 43 desa, kini sudah 36 desa yang terlistriki atau 83,72 persen.
"Memang masih ada tujuh desa yang belum terlistriki di Kepulauan Mentawai. Dan dengan dukungan semua pihak tujuh desa tersebut sudah masuk dalam rencana listrik desa untuk tahun 2021," ujar Bambang Dwiyanto.
Tujuh desa itu adalah Betumonga (Pulau Sipora), Sagulubbek (Pulau Siberut), Sirilogui (Pulau Siberut), Sotboyak (Pulau Siberut), Bojakan (Pulau Siberut), Simatalu (Pulau Siberut) dan Desa Sigapokna (Pulau Siberut).
PLN kembali menegaskan komitmennya untuk tidak berhenti melayani masyarakat dalam penyediaan listrik yang handal kepada masyarakat khususnya di wilayah terpencil.
Semangat PLN untuk terus melistriki nusantara tidak akan pernah usai. Target Rasio elektrifikasi 100 persen hanyalah angka yang harus dipenuhi, namun tidak itu tujuan akhirnya. PLN akan senantiasa terus melistriki khususnya Kepulauan Mentawai agar ke depan tidak lagi dikategorikan menjadi daerah tertinggal di Sumbar.
Menurut Bambang, target tujuh desa baru berlistrik di Mentawai pada 2021 menjadi bukti bahwa PLN tidak hanya mengejar laba, namun tetap melakukan misi sosial membangun masyarakat melalui penyediaan listrik handal dan cukup bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan mulai dari kota sampai ke desa-desa.
Menumbuhkan perekonomian
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai menanggapi positif "Jelajah Mentawai Terang" dan menilai telah berdampak baik bagi daerah 3T itu.
Kegiatan itu signifikan untuk pertumbuhan ekonomi, karena memacu berkembangnya usaha rumah tangga, niaga, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pariwisata, dan sektor lain yang membutuhkan energi listrik, jelas Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Kepulauan Mentawai, Desti Seminora.
Setelah dilaksanakannya "Jelajah Mentawai Terang", terjadi peningkatan layanan kelistrikan yang signifikan dari PLN. Kini hingga akhir 2020 jumlah total kepala keluarga yang sudah berlistrik mencapai 16.958 kepala keluarga (KK).
Kondisi saat ini diakuinya meningkat jauh dibanding dengan saat awal-awal Kepulauan Mentawai menjadi kabupaten sendiri hasil pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan UU RI No. 49 Tahun 1999.
Pascapemekaran kondisi kelistrikan di Mentawai secara umum minim penerangan. Dulu di ibu kota kabupaten Tuapejat, listrik menyala belum 24 jam. "Saat itu listrik hidup dari jam 18.00 sampai pukul 07.00 pagi esok harinya," ujar Desti Seminora.
Kondisi itu, karena terbatas mesin pembangkit dimana baru ada satu unit mesin dan belum ada mesin cadangan, tambahnya. Hal yang sama juga terjadi di setiap kecamatan, dimana pascapemekaran Kepulauan Mentawai baru terdiri empat kecamatan.
Seiring berjalannya waktu, pembangunan kelistrikan terus dilakukan di Mentawai dan makin banyak daerah terlayani PLN serta akan semakin banyak dengan kegiatan "Jaringan Mentawai Terang" sejak 2018 dan akan dilanjutkan lagi pada 2021.
Untuk 2021, sudah ada target Mentawai terang dengan sejumlah kegiatan pendukung seperti pemasangan jaringan baru untuk rumah tanggah sederhana dengan sasaran 180 KK dengan anggaran bersumber dari APBD Sumbar.
Kemudian, revitalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Di Desa Matotonan, Kecamatan Siberut Selatan dibiayai Kementerian Energi, sumberdaya Mineral (ESDM) dan revitalisasi PLTS Desa Sigapokna oleh Dinas ESDM Sumbar.
Menurut Desti Seminora, yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut seperti ketersediaan alat transportasi dan jaringan jalan, serta lahan untuk pembangunan.
Untuk itu, pemerintah saat ini sedang membangun jalan Trans Mentawai. Untuk transportasi laut, memang diperlukan strategi membawa barang ke Mentawai, di mana saat musim badai perlu dihindari, dan kapal roro membawa semua perlengkapan pemasangan jaringan PLN.
Terkait ketersediaan lahan, masyarakat daerah itu juga siap menyerahkan lahannya dan pemerintah desa akan membantu jika ada permintaan kebutuhan lahan dari PLN.
Untuk 2021 terkait kelistrikan Mentawai diharapkan rasio elektrifikasi naik dari 64 menjadi 80 persen.
Ini akan didukung dengan kegiatan Kementerian ESDM dan Pemprov Sumbar yang fokus membantu Mentawai mengejar ketertinggalan dalam energi listrik, tambah Desti yang telah mengabdi sebagai ASN di Pemkab Mentawai sejak 1997.
Patut disyukuri
Makin baiknya kondisi Mentawai oleh pelayanan listrik PLN juga dirasakan dan diakui pelaku usaha sektor perikanan tangkap di perairan laut Mentawai. Seperti disebut Agus (53), seorang nahkoda kapal ikan yang telah mencari rezeki di sana sejak 1997.
Dia mengaku telah menakhodai kapal ikan sepanjang 12 meter dengan dua orang kru dan awalnya Mentawai hanya titik pertemuan nelayan setelah berlayar ke hampir semua pulau di pesisir barat Sumatera seperti Sabang, Simeulu, Nias hingga Enggano.
Patut disyukuri karena dulu listrik di Mentawai masih minim. Kegelapan mendominasi daerah-daerah di sana saat malam hari. Hanya daerah pusat pemerintahan ada listrik, itu pun sangat terbatas.
Namun kini, jaringan listrik terus bertambah dan makin baik sampai saat ini. Pelabuhan dan daerah yang dulunya gelap gulita malam hari kini telah terang menderang.
Meski saat mencari ikan, tidak menggunakan listrik, namun Agus dan para nelayan lainnya mengakui bahwa listrik menjadi pendukung saat berada di daratan/pelabuhan Mentawai.
Bahkan, kini juga telah beroperasi pabrik penghasil es balok yang dibutuhkan nelayan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan. "Dulu saya beli es balok di Padang saat berangkat, kini sudah bisa beli di Mentawai," ujar Agus yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.
Ayah dua anak itu kembali bersyukur karena telah mampu menyekolahkan dua anaknya itu sampai bangku kuliah. Bahkan, seorang di antaranya telah diwisuda dan diterima bekerja pada salah satu bank BUMN.
Kini dia dan rekan-rekannya sesama nelayan telah menjadikan laut Mentawai sebagai ladang rezeki dengan potensi ikannya yang melimpah. Mereka pun tidak khawatir lagi dengan persoalan mengawetkan hasil tangkapan ikannya. "Masalah listrik ini adalah karunia-Nya yang patut disyukuri," ujar lelaki bertubuh tegap itu.