Kisah penjual air yang naik haji

id Kadariah,Jamaah Haji Riau,Musim Haji,penjual air galon rebus

Kisah penjual air  yang naik haji

Ilustrasi. Jamaah haji kloter 9 asal Provinsi Riau menunggu pemberangkatan di Bandara Hang Nadim Batam, Sabtu. (ANTARA/HO/Humas PPIH Hang Nadim Batam)

Kota Pekanbaru (ANTARA) - Kadariah binti Kanta Daud (58) bisa menunaikan ibadah haji berkat kerja kerasnya dengan menyisihkan penghasilannya dari menjual air galon yang sudah dimasak untuk ditabung.

"Saya betul-betul ingin dan yakin bisa berangkat haji," kata Kadariah pemilik No Paspor haji C3084149 dengan no porsi 400074507 dan no visa 606259487 itu dijumpai saat istriharat di asrama Embarkasi Haji Antara Riau, baru-baru ini.

Kadariah yang sudah ditinggal suaminya delapan tahun lalu itu kehidupannya sangat sederhana, termasuk rumahnya yang tidak begitu besar di Jalan Lubuk Bandung Hilir RT01/RW 01 Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.

Kadariah, janda dua anak itu, mengaku sadar bahwa keinginannya tidak akan mungkin terwujud tanpa tekad kuat dan usaha keras. Sejak saat itu ia mulai berpikir untuk menyisihkan sebagian penghasilannya menjual air galon yang sudah dimasak untuk ditabung.

Didampingi Pranata humas ahli, Kanwil Kemenag Riau Vethria Rahmi, ia menyatakan tekadnya tersebut akhirnya terwujud saat Kadariah telah melunasi biaya haji hingga akhirnya masuk dalam rombongan calon jamaah haji 2019 sejak mendaftar tahun 2011.

Perjuangannya cukup panjang dalam menghidupi diri sendiri dan keluarganya, telah dilewatinya, pernah berjualan ikan basah di pasar, kadang juga menjual ikan yang diasap dikenal dengan ikan salai itu, dan juga membuka warung kecil di rumahnya.

Dirinya bahkan telah menjual ladang karet yang tidak seberapa tetapi itu sudah digunakan untuk membiayai pengobatan suami yang mengidap penyakit tumor.

"Sudah kemana-mana kami bawa berobat, sampai ke Padang, Rengat, Pekanbaru tapi tak sembuh juga, dan pada akhirnya taqdir Allah itu datang, suami saya duluan dijemput Yang Maha Kuasa," katanya lirih.

Bermodal dari sisa biaya pengobatan dan melunasi hutang suami yang tidak seberapa itu, akhirnya ia memberanikan diri mendaftar haji di Kantor Kemenag setempat.

Sejak mulai mendaftar itu, perempuan yang dikaruniai dua anak tersebut mulai menyisihkan sebagian uang jatah belanja ataupun uang lain dari hasil dagangannya. Setiap hari, Kadariah menyimpan uangnya dibalik tikar kasur di kamarnya dengan nominal yang tak pasti.

"Kadang Rp10 ribu, kadang ya.. ada Rp20 ribu, kadang juga Rp50 ribu... kan biaya haji itu banyak bukan cuman mendaftar saja. Tidak pasti berapapun jumlah yang disimpan, tergantung berapa yang bisa disisihkan. Tapi setiap hari harus ada yang disimpan untuk ditabungkan," katanya.

Ia menyebutkan, untuk jualan air galon yang dimasak, rata-rata habis 12 galon per hari, dan jika lagi banyak pesanan orang, bisa dapat Rp100 ribu per hari.

Mengumpulkan dan menyimpan uang di balik tikar, atau dibawah kasur untuk menggenapkan biaya pergi haji dilakukan Kadariah itupun tanpa sepengetahuan suaminya hingga suaminya tiada. Apalagi, upaya menabung tersebut tidak mengurangi biaya pendidikan untuk kedua anaknya. Ternyata dua anaknya semuanya bisa sekolah dan tidak terganggu dengan usaha Kadariah menabung.

"Sekarang yang masih kuliah tinggal satu, di UPP Rohul di belakang Kapolres Rohul, dan satu lagi yang besar udah menikah itu pun hanya kerja buruh kasar, ada orang buat batako, ngecat rumah orang atau membuat jalan setapak dikerjakannya juga," kata Kadariah yang bangga pada anaknya itu.

Kadariah masuk dalam daftar calon haji kloter 18 BTH dari Kabupaten Rohul. Menurut Kadariah sebagai janda yang masih menghidupi anak bungsunya yang masih kuliah bukan perkara mudah bagi dirinya saat mendaftar ibadah haji.

Kadariah mengatakan, jauh sebelum berjualan air galon yang dimasak di rumahnya tiga tahun belakangan, ia berjualan ikan basah di desanya. "Kalau dapat untung alhamdulillah, kalau tak terjual ikan itu saya salah," katanya pilu saat mengenangnya.

Ibu dua anak ini membawa do'a istimewa di Tanah Suci nanti. Saya ingin berdoa biar dipermudah rezeki bagi anakanak saya hingga kehidupan mereka bisa lebih baik.

"Kalau bisa saya hanya ingin ibadah di sisa usia, semoga harapan ini terwujud. Waktu dhuha ya dhuha, tahajjud juga bisa, tapi kalau kita letih tidak mungkin sanggup beribadah maksimal," katanya.

Menuju Mekkah

Sebanyak 448 calon haji tergabung kloter 8 embarkasi Batam (BTH) asal Kabupaten Kampar dan Rokan Hilir --termasuk jamaah Kadariah, sudah meninggalkan Mekkah pada pukul 01.30 WAS Minggu (21/7).

"Sebelumnya bus jamaah harus dipastikan berhenti di Zulhulaifa atau yang lebih dikenal dengan Bir ali, untuk miqat makani atau mengambil niat umroh wajib," kata Pranata humas ahli, Kanwil Kemenag Riau Vethria Rahmi.

Menurut Vethria Rahmi seperti dilaporkan Ketua Kloter 8 BTH Sugeng Syafriadi, di Bir Ali jamaah disarankan berwudhu kembali jika sudah batal, shalat tahuyattul masjid dua rakaat, membaca istighfar.

Selanjutnya, katanya, jamaah menghadiahi ibu bapak dengan surat Alfatihah, berdoa dengan khusyuk dan melaksanakan shalat sunnah ihram dua rakaat.

"JCH yang sudah bergeser dari Madinah ke Makkah hari ini berjumlah 443 jamaah dan 5 petugas haji, jadi keseluruhan jumlah JCH kloter 8 adalah 448 orang," katanya.

Sementara itu, jumlah jamaah haji yang telah tiba di Mekkah sudah 6 kloter, dan jamaah tetap diimbau untuk beristirahat terlebih dahulu setiba di Mekkah nanti, untuk memulihkan stamina baru kemudian melakukan rangkaian ibadah umrah.

Dalam kloter 8 tercatat 1 jamaah yang masih dirawat di RSAS King Fahd Madinah yakni Sumarto Karyadi Karya asal kota Bangun Tapung Kampar, karena sakit.

Sebagai umat Islam, wajib baginya untuk menunaikan rukun Islam yang lima itu, yakni membaca syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan Haji ke Baitullah al Haram.