Kemhut: Flora-Fauna Harusnya Terlindungi Amdal Pratambang

id Kemhut: Flora-Fauna Harusnya Terlindungi Amdal Pratambang

Jakarta, (ANTARA) - Analisis mengenai dampak lingkungan lamdal) pratambang yang baik yang dilakukan perusahaan pertambangan seharusnya cukup mampu melindungi habitat flora dan fauna di kawasan hutan. "Monitoring pratambang yang dilakukan sebelum kegiatan pertambangan di mulai sangat berpengaruh. Kalau amdal nya ok seharusnya (kegiatan penambangan di hutan) tidak masalah," kata Direktur Perlindungan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan (Kemhut), Novianto Bambang W di Jakarta, Selasa. Monitoring awal pratambang bertujuan mengetahui kerapatan biodiversitas juga menjadi tanggung jawab perusahaan tambang yang akan melakukan kegiatan penambangan di suatu kawasan hutan. Monitoring tersebut juga dilakukan setelah aktivitas eksplorasi dilakukan, kata Novianto Bambang. Aktivitas pertambangan di hutan biasanya akan membuat fauna bergeser dari habitatnya, tetapi tidak untuk flora. "Mereka (satwa) akan mencari tempat yang aman, mungkin saja karena bau gas mereka bergeser, atau terlalu bising oleh suara mesin karena itu mereka bergeser, mencari tempat aman," katanya. Meski demikian, Novianto mengatakan spesies baru flora dan fauna biasanya muncul ketika rehabilitasi kawasan hutan bekas tambang dilakukan. "Seperti di Kamojang dan Papandayan, waktu eksplorasi mereka (satwa) lari. Tapi mereka kembali, dan species (flora) baru bermunculan". Terancam punah Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan habitat flora dan fauna yang masuk kategori nyaris punah terancam kegiatan penambangan. "Penghancuran habitat kini bahkan banyak dilakukan secara legal dengan alih fungsi kawasan hutan dan penambangan di kawasan hutan lindung," kata pengkampanye tambang dan energi Walhi Pius Ginting. Dia mencontohkan seperti di wilayah tambang Weda Bay Nickel milik perusahaan Eramet Prancis. Dalam kawasan tambang di hutan lindung tersebut terdapat 22 spesies tumbuhan (flora) yang diatur dan masuk daftar Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) dan IUCN Red List. Selain itu, juga terdapat jenis satwa (fauna) yang masuk dalam kategori IUCN Red List diantaranya Asian Box Turtle (Cuora amboinensis) dan Sailfin Lizard (Hydrosaurus amboinensis). Sementara itu, di hutan Batang Toru, Sumatera Utara, hendak ditambang oleh perusahaan emas PT Agincourt Resources, terdapat 15 jenis fauna yang hampir punah dan masuk ke dalam daftar IUCN Red List atau CITES. Diantaranya, orang utan sumatera, harimau sumater, dan tapir asia. "Pengawasan dan larangan ketat perdagangan satwa yang hampir musnah perlu didukung. Tapi yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih saat ini adalah kerusakan habitat satwa dan flora rentang yang hampir punah," kata Pius. Banyaknya penambangan di kawasan hutan, termasuk di kawasan hutan lindung, juga di cagar alam, serta alih fungsi taman nasional membuat larangan ketat perdagangan satwa liar hanya jadi kosmetik pemanis saja dalam perlindungan satwa, tambah dia. "Lemahnya perhatian terhadap habitat flora dan fauna yang rentan punah secara tak langsung mencerminkan lemahnya perhatian terhadap daya dukung alam terhadap masyarakat sekitar yang sangat tergantung kepada alam," ujar dia. (*/sun)