Kemenkumham Sumbar Nilai Kasus SMKN2 Lubuk Basung Termasuk Pelanggaran HAM

id ujian di lapangan

Kemenkumham Sumbar Nilai Kasus SMKN2 Lubuk Basung Termasuk Pelanggaran HAM

Kemenkumham. (cc)

Padang, (Antara Sumbar) - Pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat menilai kasus yang dialami 48 siswa SMKN 2 Lubukbasung, Kabupaten Agam mengikuti ujian semester di lapangan karena belum membayar sumbangan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

"Mendapatkan pendidikan yang layak termasuk dalam 10 hak dasar manusia, jadi yang dialami 48 siswa SMKN 2 Lubukbasung termasuk pelanggaran HAM, dan tidak seharusnya terjadi," kata Kepala Sub Bidang Pelayanan Pengkajian dan Informasi HAM Kanwil Kemenkumham Sumbar, Dewi Nofriyenti di Padang, Jumat.

Ia menerangkan permasalahan sumbangan, seharusnya tidak boleh jadi alasan untuk pembatasan hak pendidikan anak.

Karena sumbangan bersifat sukarela. Akan lebih bijak jika pihak sekolah membahas pembayarannya setelah ujian selesai.

Pihak sekolah, lanjutnya, bisa membuat komitmen dengan orang tua siswa kapan akan dibayar. Namun terpenting hal tersebut jangan mengganggu pelaksanaan ujian peserta didik.

Terhadap persoalan ini pihaknya memang tidak mempunyai kewenangan penindakan, namun dapat menyurati instansi terkait.

Ia juga mengimbau agar kepala daerah memperhatikan kebijakan dari sekolah ataupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sehingga tidak ada hak masyarakat yang dilanggar.

Sebelumnya sebanyak 48 dari 301 siswa SMKN 2 Lubukbasung, Agam, dikenakan sanksi mengikuti ujian semester di lapangan sekolah itu karena belum membayar sumbangan administrasi dan terlambat datang untuk mengikuti ujian.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMKN 2 Lubukbasung, Ollya Darman di Lubukbasung, Rabu (6/12) mengatakan meskipun ujian di lapangan terbuka, namun pelaksanaan ujian ke 48 siswa ini tetap diawasi oleh satu orang guru.

Ia mengatakan ujian di lapangan basket akibat belum membayar sumbangan administrasi bulanan, dan terlambat datang saat mengikuti ujian.

Sumbangan yang dipungut itu ia klaim berdasarkan hasil kesepakatan antara wali murid dengan komite sekolah saat pertemuan beberapa bulan lalu.

Untuk pembayaran gaji guru honorer, dan kegiatan lainnya dalam menindaklanjuti sosialisasi yang dilakukan tim Saber Pungli terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 7 tahun 2017 tentang komite.

Besaran sumbangan yang dipungut tidak ditentukan nominalnya, dan tergantung kesanggupan orang tua murid.

"Masing-masing siswa ada yang menyumbang Rp10 ribu sampai Rp100 ribu, namun ke 48 siswa ini belum membayar sumbangannya hingga ujian dilaksanakan," katanya.

Sedangkan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) Adel Wahidi mengatakan telah mengingatkan sekolah untuk tidak mengaitkan pembayaran sumbangan dengan kepentingan akademis siswa.

Karena hal tersebut jelas dilarang dan termuat dalam pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. (*)