Menanti Kembalinya Patung "Arca Bhairawa" ke Dharmasraya

id #arcabhaiwara

Menanti Kembalinya Patung "Arca Bhairawa" ke Dharmasraya

Patung Archa Bhairawa di Museum Nasional Jakarta

Padang, (Antara Sumbar) - Pemerintah terus menggerakan sektor pariwisata sebagai salah satu pendongkrak perekonomian sehingga daerah berpeluang untuk mengemas potensi unggulan di wilayah masing-masing. Secara nasional pemerintah sampai 2019 menargetkan sebanyak 20 juta pengunjung mancanegara.

Sebagian daerah memanfaatkan peluang program pengembangan pariwisata alam, sejarah, budaya dan religi untuk dikemas lebih baik.

Dharmasraya yang merupakan salah satu daerah otonom dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, mulai memfokuskan pengembangan wisata sejarah peninggalan masa kerajaan Adityawarna yang berkuasa ratusan tahun lalu.

Daerah yang berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Riau itu, kini fokus memoles kawasan obyek wisata Komplek Padang Raco dan Padang Sawah. Di sana terdapat kawasan percandian peninggalan pusat pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumatera Barat saat Raja Adityawarman.

Salah satu peninggalan kerajaan itu, adalah patung Arca Bhairawa yang saat ini justru terletak di Museum Nasional di Jakarta, bukan di daerah asalnya Dharmasraya.

Dalam catatan sejarah Arca Bhairawa adalah patung batu raksasa dan kini menjadi salah satu koleksi pameran utama di Museum Nasional Indonesia. Jelas tidak mungkin untuk dibawa kembali ke kabupaten pemekaran itu.


Deskripsi arca patung batu raksasa itu berukuran berat sekitar 4 ton dan tinggi 4,41 meter yang terbuat dari batu andesit. Karenanya duplikat Arca Bhairawa menjadi keinginan pemerintah Kabupaten Dharmasraya, karena dengan harapan dapat menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan nusantara dan mancanegara ke daerah itu.

Jika nanti dapat diwujudkan, tentu kawasan percandian itu selain menjadi obyek wisata dan juga akan menjadi studi kultur bagi para pencinta arkeologi dan generasi mendatang semakin tahu.

Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan pembenahan komplek percandian Padang Roco sebagai program dinas pariwisata setempat. Untuk itu, berbagai pembenahan seperti pemulusan jalan masuk, perbaikan infrastruktur seperti toilet, jalan setapak dan taman.

"Selain pendidikan, pariwisata juga menjadi program kita. Candi Padang Roco menjadi salah satunya. Karena memang Dharmasraya dengan Candi Padang Roco sudah menjadi sorotan dunia," sebutnya.

Desainnya membentuk komplek seperti dulu kala, maka salah satunya dengan mengembalikan patung Arca Bhairawa yang saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Namun, karena hal itu dinilai tidak mungkin, maka wakil gubernur Sumatera Barat menyarankan untuk membuat duplikatnya.

Yang di museum nasional tentu tidak bisa dikembalikan, namun untuk menempatkan Arca Bhairawa kembali ke sini membuat duplikasinya. Apalagi pematung yang terkenal di Jogyakarta adalah Putra Minang. Jadi tidak ada masalah, ungkapnya.

"Dari dulu memang kita mau duplikat Arca Bhairawa. Untuk itu Pemkab, Pemprov Sumbar dan Kementerian akan bekerjasama. Mudah-mudahan dengan ini Candi Padang Roco akan makin dikenal dan menjadi destinasi
wisata sejarah yang baik di Sumbar," katanya.

Keseriusan Pemprov Sumbar dan Pemkab Dharmasraya maka dilakukan kunjungan baru-baru ini oleh Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit dengan sejumlah pejabat terkait didampingi Bupati Sutan Riska.

Pemugaran demi pemugaran untuk mendapatkan bentuk dan jumlah peninggalan candi yang lengkap terus diupayakan. Di titik candi yang terletak di Pulau Sawah yakni sebelah Barat Padang Roco, kini tengah di pugar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar.

Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan tim sudah bekerja, fokusnya sudah ada dan mudah-mudahan ditemukan situs yang baru.

Situs ataupun cagar budaya yang ada di Dharmasraya memang perlu dibuka dan diperkenalkan pada publik. Pasalnya, dia tidak ingin wisata situs ataupun peninggalan kuno hanya terlelak di Tanah Datar saja. Apalagi, situs di Dharmasraya jauh lebih tua.

"Kita tidak mau kiblat wisata budaya hanya di Tanah Datar saja. Sementara di Dharmasraya juga sangat banyak. Pemerintahan provinsi akan bantu, bagaimana mempromosikan sehingga Komplek Percandian Padang Roco dapat dikenal sehingga menjadi destinasi di Sumbar," ujarnya.

Wagub dalam kesempatan itu juga, memerintahkan kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Sumatera Barat agar memasukkan candi Padang Roco dalam kalender wisata Sumatera Barat.

"Kadis Pariwisata, tolong ini Padang Roco dimasukkan dalam kalender wisata Sumbar dan tolong juga ini dipromosikan," tegas mantan bupati Pesisir Selatan dua periode itu.

Dia melihat apa yang telah dilakukan pimpinan daerah telah baik, hal itu dilihat dari pembenahan jalan masuk yang sudah sangat baik.

Untuk wisata sudah layak, jalannya bagus dan tinggal lagi bagaimana proses pemugaran dan penjagaan kalau bisa tak boleh diinjak, takutnya bisa rusak, katanya.

Komplek Percandian Padang Roco yang terletak di Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, sekarang jika ingin berkunjung ke sana dapat menempuh jalur darat yang berada di pusat ibukota kabupaten.

Sedangkan pengunjung yang ingin menikmati aliran sungai Batanghari lebih dekat bisa menaiki ponton sebagai tempat menyeberang. Kendaraan roda empat bisa naik ponton penyeberangan dengan jumlah terbatas, tapi roda dua bisa dalam jumlah yang ditentukan pengelolahnya.


Pengunjung di saat menyeberang sungai Batanghari juga akan disuguhkan dengan warga di pinggir Batanghari menggunakan sampan tradisional, dan ada pula pendulang emas tradisional.


Proses Duplikat

Pengembangan sektor pariwisata sejarah mesti termasuk menjadi fokus oleh pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dan kabupaten/kota karena cukup banyak dan khas yang cukup luar biasa, kata Seniman Pematung Nasional Yusman.


Adanya upaya untuk duplikasi patung Arca Bhairawa merupakan langkah positif sehingga ke depan menjadi khas bagi Dharmasraya. Bahkan, kata dia, kalau perlu selain adanya duplikasi patung raksasa tersebut, dibuat pula relief tentang sejarah kerajaan melayu di Dharmasraya.

Sebab, pengunjung kalau mengunjungi daerah yang punya relief sejarah suatu daerah, ada nilai edukasi yang diperoleh dan menemukan khas wilayah yang dikunjungi.

"Potensi sejarah dan budaya yang luar biasa banyak di Sumbar," ungkap pembuat patung enam presiden Indonesia yang dipajang di Museum TNI AD Dharma Wiratama itu.

Namun, hingga kini belum dioptimalkan untuk dijadikan icon wisata, padahal patung dapat bicara banyak. Sejarah bukan hanya hadir dalam wujud teks tetapi dapat diukir dalam sebuah patung baik itu tokoh, maupun peristiwa.


"Lewat patung, pengunjung dan generasi muda daerah sendiri jadi tahu secara fisik bagaimana tokoh dan peristiwa saat itu," kata seniman kelahiran Panti, Pasaman pada 12 November 1964 itu.

Lihat saja Bali, punya khas tersendiri dan ketika pengunjung tiba di daerah itu dapat membedakan langsung dengan daerah lainnya. Berbeda ketika pengunjung melintasi wilayah Sumatra hampir sama semua provinsi karena tidak menonjolkan sejarah yang ada dalam bentuk patung maupun reliefnya.

Menyinggung soal biaya pembuatan duplikasi maupun relief di kawasan Padang Roco, kata Ketua Alumni Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Sumbar itu, tidak sampai miliaran dan tergantung bahan yang
diinginkan.

Sebagai putra Minang, ia punya keinginan mendorong pariwisata sejarah Sumatera Barat, maka pada Desember 2017 akan ada pameran tentang sejarah Sumbar di Yogyakarta, yang saat ini pantung seperti "itik pulang patang" dalam persiapan.

Ia menjelaskan, selama ada cerita sejarah dalam bentuk teks seniman bisa merekonstruksi dan diwujudkan dalam patung atau relief.

Penemuan Arca raksasa dalam catatan banyak referensi, aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai Batanghari.


Dulu, dilihat pada posisi Arca Bhairawa cukup strategis karena Padang Roco merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumbar.


Patung yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi. Lalu pada tahun 1937 arca ini diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan menghuni Museum Nasional hingga kini.