Jakarta, (Antara) - Penjaminan Ermawan AB (EAB), terdakwa perkara tuduhan korupsi Flame Tube PLN Belawan, Medan oleh mantan Direktur Utama PT PLN dinilai sah dan sesuai dengan hukum atau peraturan perundang-undangan. Ketua Bidang Studi Hukum Administasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dian Puji N Simatupang dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Kamis, menyebutkan pemberian jaminan dan pengajuan pengalihan status tahanan kota telah sesuai dengan Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan. "Penahanan Peradilan Pidana dinyatakan sah apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu. Secara teoritis, dibedakan antara sahnya penahanan (rechtsvaardigheid) dan perlunya penahanan (noodzakelijkheid). Sahnya penahanan bersifat objektif dan mutlak, artinya dapat dibaca di dalam undang-undang tentang tindak pidana yang tersangkanya dapat ditahan. Mutlak karena pasti, tidak dapat diatur-atur oleh penegak hukum," katanya. Sedangkan perlunya penahanan, kata Dian, bersifat relatif (subyektif) karena yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung penilaian pejabat yang akan melakukan penahanan. Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan pemberian jaminan pengalihan penahanan EAB dari rumah tahanan ke tahanan kota oleh Mantan Direktur Utama PT PLN dan tertuang dalam surat kepada Kepala Kejaksaan Negeri Medan pada 28 Maret 2014. Dian menegaskan tentang Pasal 31 KUHAP yang menjadi pasal yang digunakan oleh kuasa hukum Ermawan yang mengatur bagaimana penahanan ditangguhkan sehingga tersangka atau terdakwa tidak perlu menjalani penahanan. Pasal 31 KUHAP menentukan : (1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (2) Karena jabatannya, penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 31 KUHAP memberikan petunjuk yang jelas bahwa inisiatif diberikannya penangguhan penahanan datang dari tersangka atau terdakwa. Pejabat yang berwenang memberikan penangguhan penahanan bersifat pasif, artinya tidak akan memberikan penangguhan apabila tidak diminta oleh tersangka atau terdakwa. "Permintaan itu, disertai kesediaan memenuhi syarat yang ditentukan dalam perjanjian, termasuk ada atau tidaknya jaminan uang atau jaminan orang. Syarat yang dimaksud menurut penjelasan Pasal 31 KUHAP adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota, terlebih yang menjadi perkara adalah kapasitas Ermawan AB sebagai pejabat PLN, oleh karena itu institusi PLN dan Dirut PLN waktu itu (Nur Pamudji) yang memberikan jaminan, kata Dian. Sebelumnya, kuasa hukum PT PLN, Todung Mulya Lubis menegaskan bahwa pengajuan status ke tahanan kota lantaran keahlian Ermawan sangat diperlukan untuk memulihkan pasokan listrik di Sumatera Utara dan Aceh. Langkah tersebut ditempuh dengan mempertimbangkan Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan. Pernyataan Todung menanggapi sejumlah pertanyaan dari beberapa kalangan yang mempertanyakan uang jaminan Rp23,9 miliar dan penjaminan dari Dirut PLN (waktu itu) Nur Pamudji terhadap EAB untuk menjalani tahanan kota pada saat proses peradilan di tingkat pertama. Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan segelintir orang setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir, dari seharusnya menjalani kurungan pidana. EAB didakwa merugikan negara Rp23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan. (*/sun)