Padang, (ANTARA) - Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono menilai keberadaan internet menjadi salah satu sarana penyebaran berkembangnya radikalisme di Tanah Air karena bisa diakses siapa pun menggunakan telepon pintar.
"Ada dua orang polwan di Polda Maluku Utara belajar paham radikal itu melalui media sosial yang terenkripsi, mereka tidak saling kenal tapi seorang polwan bisa dibuat siap jadi pengantin yang melakukan aksi teror," kata dia di Padang, Jumat saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Andalas (Unand).
Menurut dia biasanya polwan sebelumnya sudah mendapatkan wawasan kebangsaan namun karena pengaruh internet akhirnya malah bisa didoktrin.
Artinya kalau tidak bijak menggunakan teknologi kemudian belajar sesuatu di media sosial maka bisa jadi permasalahan, kata dia.
Ia juga mengungkapkan dari 61 negara yang diteliti tingkat literasinya ternyata Indonesia berada di urutan ke-60.
"Kemudian mayoritas orang Indonesia membaca berita hanya dari headline atau judul saja kemudian langsung membagikan di media sosial," katanya.
Oleh sebab itu perlu meningkatkan kemampuan literasi dan ini menjadi tantangan bersama semua pihak.
Pada sisi lain ia menilai semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap radikalisme maka akan semakin tinggi keinginannya melakukan perubahan di negara dalam bentuk aksi kekerasan hingga terorisme.
Apalagi bagi yang ingin mengubah ideologi negara menjadi ideologi lain dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki, kata dia.
Wakapolri mengingatkan salah satu tantangan yang dihadapi adalah penggunaan media sosial yang bijak di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi.
Apalagi akan ada pihak yang menggunakan media sosial sebagai sarana propaganda dan menyebar ujaran kebencian untuk menciptakan disintegrasi sehingga perlu kewaspadaan menyikapi, ujarnya.
Ia mengajak semua pihak merajut kembali persatuan yang telah dirintis pendahulu bangsa dan mengenyampingkan semua perbedaan karena Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar dan maju.
Sementara Rektor Unand Yuliandri menyampaikan saat ini pada bidang sosial, budaya dan agama, kita dihadapkan pada berbagai persoalan seperti menguatnya sentimen eknik, sentimen agama dan ras.
Bahasa-bahasa yang bernada rasial akhir-akhir ini sering kita dengar. Sekalipun beberapa masalah separatisme telah ditangani pemerintah, namun tantangan disintegrasi tetap masih bertahan. Salah satunya disponsori isu-isu yang bernuansa SARA, kata dia
Ia menilai Berbagai persoalan dalam berbagai dimensi kehidupan bernegara tersebut tentunya harus dijawab dan diselesaikan dengan baik. Jika tidak, hal yang seharusnya mampu menjadi modal untuk kemajuan negeri ini justru akan merubah menjadi ancaman bagi masa depan bangsa.
Berita Terkait
Hendri Septa Datuk Alam Batuah Resmi Jadi Panghulu Kaum Suku Caniago Sumagek
Sabtu, 4 Mei 2024 21:04 Wib
Jelang Akhir Masa Jabatan, Ekos Albar Berpamitan ke Rekan Sejawat di Raker APEKSI
Sabtu, 4 Mei 2024 11:16 Wib
Imigrasi Kelas I TPI Padang gelar Operasi Jagratara di Solok Selatan
Sabtu, 4 Mei 2024 11:14 Wib
Imigrasi Kelas I TPI Padang gelar Operasi Jagratara di Solok Selatan
Sabtu, 4 Mei 2024 5:02 Wib
Hendri Septa Bergelar Datuak Alam Batuah Suku Caniago Sumagek
Jumat, 3 Mei 2024 21:40 Wib
Peringati Hardiknas,Semen Padang serahkan bantuan perawatan dan perbaikan komputer untuk SMK
Jumat, 3 Mei 2024 13:25 Wib
Selain hukuman pidana, oknum anggota Polres Padang Panjang terlibat narkoba terancam PTDH (Video)
Jumat, 3 Mei 2024 8:59 Wib
Terlibat narkoba, oknum anggota Polres Padang Panjang terancam sanksi tegas (Video)
Jumat, 3 Mei 2024 8:57 Wib