PT-KAI: jangan pelintir fakta hukum terkait eksekusi lahan

id eksekusi lahan KAI,KAI Sumbar,Basko

PT-KAI: jangan pelintir fakta hukum terkait eksekusi lahan

Penasihat hukum PT KAI memberikan keterangan pers, di Padang, Selasa (6/2). (ANTARA Sumbar/Fathul Abdi)

Fakta hukumnya sudah jelas, dimana PT KAI memenangkan sengketa perdata melawan pihak PT Basko Minang Plaza Basko. Mulai dari putusan Pengadilan Negeri Padang, Pengadilan Tinggi Padang, dan Mahkamah Agung, termasuk ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) y

Padang, (Antaranews Sumbar) - PT KAI Divisi Regional (Divre) II Sumatera Barat (Sumbar), meminta agar tidak ada pihak-pihak yang memelintir fakta hukum terkait eksekusi lahan tempat berdirinya bangunan Hotel serta Mal Basko.

"Fakta hukumnya sudah jelas, dimana PT KAI memenangkan sengketa perdata melawan pihak PT Basko Minang Plaza Basko. Mulai dari putusan Pengadilan Negeri Padang, Pengadilan Tinggi Padang, dan Mahkamah Agung, termasuk ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Basko," kata penasihat hukum PT KAI Miko Kamal, dalam keterangan persnya di Padang, Selasa.

Bahkan, lanjutnya, perlawanan (derden verzet) atas permohonan eksekusi yang diajukan Basko juga telah ditolak. Sehingga eksekusi mulai dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri pada Kamis (18/1).

Oleh karena itu ia meminta jangan ada pihak yang memelintir fakta hukum dan memberikan informasi yang tidak benar di tengah masyarakat.

"Jangan seolah-olah PT KAI yang berada di posisi yang salah, padahal eksekusi ini murni atas dasar putusan yang dikeluarkan lembaga peradilan dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), dan sengketa ini dimenangkan klien kami," jelasnya.

Sementara untuk para pekerja yang terkena dampak dari eksekusi, sehingga kehilangan pekerjaan, ia mengatakan secara hukum itu adalah tanggungjawab perusahaan bersangkutan.

"Secara hukum ketika ada dua badan usaha bersengketa, kemudian salah satunya kalah, maka tanggungjawab pekerja ada di badan usaha masing-masing," katanya.

Meskipun demikian, lanjut Miko, pihaknya tidak ingin menutup mata untuk solusi yang kemungkinan bisa dicari untuk para pekerja itu.

"Kalau memang ada solusi yang bisa dicari kami juga tidak akan keberatan, sepanjang tidak melanggar hukum dan bertentangan dengan putusan pengadilan," katanya.

Dalam kesempatan tersebut ia juga menyayangkan Rapat Kerja Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI yang digelar di ruangan Rapat Kantor Wali Kota Padang, pada Senin (5/2).

Pihaknya menilai rapat kerja itu tidak sesuai dengan lingkup tugas BAP DPD RI sendiri, yang ia kutip dari laman http://www.dpd.go.id/alatkelengkapan/badan-akuntabilitas-publik.

Dalam laman itu disebutkan lingkup kerja BAP DPD RI yaitu huruf a: melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berindikasi kerugian negara secara melawan hukum, sementara pada huruf b: menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan maladministrasi dalam pelayanan publik.

"Kami berharap DPD benar-benar mencarikan solusi secara adil tanpa ada keberpihakan, serta tidak melanggar aturan dan hukum," jelasnya.

Sementara Asisten Manajer Aset PT KAI Indra Difa, mengatakan sampai saat ini dari 2.161 meter lahan yang masuk dalam objek perkara, baru dieksekusi sebesar 30 persen.

"Baru 30 persen yang dieksekusi, namun batas tanah sesuai pengukuran petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah dipasang pagar, kami berharap eksekusi bisa mencapai 100 persen sehingga seluruh lahan sudah dalam keadaan kosong," katanya.

Ia mengatakan lahan itu setelah dieksekusi rencananya dibangun shelter, serta lahan parkir untuk kereta api menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM).

Sementara pejabat Humas Pengadilan Padang R Ari Muladi, mengatakan pelaksanaan eksekusi telah selesai dengan ditandatanganinya serah terima objek perkara oleh PT KAI sebagai pemohon eksekusi.

"PT KAI sudah menandatangani serah terima objek eksekusi pada Rabu (24/1), sebagai pernyataan bahwa pihaknya menerima eksekusi yang dilakukan Pengadilan sesuai kondisi pada saat itu, " katanya.

Untuk membersihkan sisa bangunan yang masih tersisa di atas lahan objek perkara itu, katanya, selanjutnya bukan lagi kewenangan pengadilan.

"PT KAI yang yang membersihkan bangunan sisanya. Namun di lahan itu ada pagar sebagai batas tanah milik KAI, yang melanggarnya akan dijerat pidana," jelasnya. (*)