Padang, (Antara Sumbar) - Peraturan Gubernur (Pergub) tentang angkutan berbasis daring yang sedang disiapkan di Sumatera Barat fokus pada angkutan roda empat, belum menyentuh angkutan roda dua atau ojek.
"Kita fokus pada taksi daring yang telah punya payung hukum jelas. Sementara ojek daring masih menunggu," kata Kepala Dinas Perhubungan Sumbar, Amran di Padang, Selasa.
Hal itu terkait penolakan ratusan angkutan kota di daerah itu terhadap beroperasinya angkutan daring yang mereka sebut ilegal.
Menurut Amran untuk taksi daring, draft Pergub sudah dibuat sebagai turunan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang Tidak dalam Trayek.
Draft itu sedang proses konsultasi dengan Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sumbar.
Secepatnya setelah ada rekomendasi dari Biro Hukum, Pergub itu segera dijalankan.
Sementara untuk ojek daring, hingga sekarang belum ada payung hukum yang jelas dalam Undang-Undang lalu lintas maupun dalam Permenhub.
"Sampai saat ini kendaraan roda dua tidak diakui sebagai angkutan umum. Karena itu Dinas Perhubungan tidak berwenang terkait hal itu," ujar dia.
Hal itu berpotensi memunculkan persoalan lain nantinya, karena tuntutan sopir angkutan kota di Sumbar tidak hanya menyasar pada taksi daring, tetapi malah lebih menjurus pada ojek daring.
Meski taksi daring sudah dibatasi operasionalnya dengan Pergub, namun ojek daring yang jumlahnya ribuan di Sumbar tetap bisa beroperasi hingga berpotensi konflik dengan angkutan kota.
Pengamat Transportasi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Yossyafra mengatakan pemerintah memang harus bergerak cepat untuk membuat payung hukum ojek daring.
Ojek daring itu menurut dia berkembang pesat karena mampu memberikan kemudahan, kenyamanan dan biaya murah pada konsumen.
Tetapi karena tidak diakui sebagai angkutan umum, maka memiliki kelemahan dari segi hukum operasional serta perlindungan konsumen.
Jika terjadi hal buruk pada konsumen seperti kecelakaan, tidak akan mendapatkan asuransi dari Jasa Raharja. (*)