Agam Gelar Seminar Nasional Tokoh Perang Belasting

id Perang Belasting 1908

Lubuk Basung, (AntaraSumbar) - Pemerintah Agam, Sumatera Barat, menggelar seminar nasional Kepahlawanan Tiga Tokoh Perang Belasting 1908 di Hotel Pusako Kota Bukittinggi pada 11 sampai 12 Maret 2016.

Ketua pelaksana, Muhammad Khudri mengatakan, seminar ini diikuti sekitar 100 peserta yang berasal dari anggota DPRD Agam, camat, wali nagari, program studi (prodi) Sejarah Universitas Negeri Padang (UNP), dosen jurusan Sejarah Universitas Andalas (Unand) Padang. Lalu prodi Sejarah STKIP Padang, dosen UNP, organisasi profesi sejarah, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Balimbing Padang, tokoh masyarakat dan lainnya.

"Peserta ini difasilitasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat sebanyak 75 orang dan peserta mandiri," tambahnya.

Narasumber pada seminar nasional ini terdiri dari, Arif Nahari dari Direktur Kepahlawanan Keperintisan dan Kesetiaan Sosial Kementrian Sosial Republik Indonesia, Prof Dr Asviwarman Adam dari Pakar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Selain itu, Prof Dr Mestika Zed dari Ketua Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial UNP, Dr Buchari Nurdin dari dosen Pasca Sarjana UNP, Prof Dr Azmi dari dosen UNP, Dr Siti Faimah dosen pendidikan sejarah FIS UNP dan Iwan Setiawan guru sejarah.

Seminar nasional ini digelar dalam rangka mengenal kembali Tiga Tokoh Perang Belasting yang terjadi pada 1908 di Kamang dan Manggopoh. Ketiga tokoh itu yakni, Abdul Manan, Datuak Rajo Panghulu dan Siti Manggopoh.

"Kegiatan ini terlaksana berkat kerjasama pemerintah kabupaten Agam dan Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial UNP," tambahnya.

Sementara itu, Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah setempat, Mulyadi menambahkan peristiwa perang Kamang dan Manggopoh terjadi pada 15 Juni 1908. Peristiwa itu dikenal dengan Perang Anti Belesting. Perang ini dipicu oleh kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menerapkan sistem perpajakan yang sangat memberatkan masyarakat Minangkabau.

"Masyarakat miskin dituntut untuk membayar pajak secara tidak adil. Padahal pajak tersebut tidak ada manfaatnya bagi masyarakat karena Belanda hanya mencari keuntungan semata sebagai bangsa penjajah," katanya.

Perang Anti Belasting yang terjadi secara bersama di Kamang dan Manggopoh. Dimana pada waktu itu, telah terjadi perlawanan rakyat yang sangat gigih dan sengit dengan senjata utamanya adalah semangat yang membara untuk menentang penjajah.

Perang tersebut sesungguhnya merupakan perlawanan rakyat Sumbar, sebagai bentuk penentangan terhadap penerapan pajak kepada masyarakat oleh pemerintah Belanda. (*)