Kesenian Tradisi Batombe Tampil di Padang

id kesenian, batombe

Padang, (AntaraSumbar) - Batombe, kesenian berbalas pantun diiringi rabab (alat musik gesek) asal Kabupaten Solok Selatan akan tampil dalam Festival Nan Jombang Tanggal 3 (NJT3) di Ladang Tari nan Jombang, Balai Baru, Padang, Kamis malam.

"Ini kesenian yang sudah langka. Jarang sekali ditampilkan di muka umum. Karena itu menarik untuk ditonton," kata Miftahul Usman, mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) Unand yang memediasi agar kesenian tersebut tampil di NJT3.

Dia mengatakan di Padang, Kamis, kesenian tersebut berasal dari kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan. Ada tiga daerah tempat pengembangannya, yaitu Ranah Pantai Cermin, Abai dan Sitapus.

"Batombe biasa dimainkan ketika ada pesta perkawinan atau hari seremonial adat dan agama. Bentuknya berbalas pantun dengan rebab sebagai pengiring. Pantun-pantun akan didendangkan dalam bahasa asli Kecamatan Sangir Batang hari," katanya.

Dia menjelaskan, pada mulanya, kesenian itu tercipta dari sebuah ketidaksengajaan. Dahulu, ketika Nagari Sitapus masih menjadi hutan belantara, masyarakat berkeinginan untuk memiliki tempat berlindung dari makhluk buas.

Pada masa itu kaum laki-laki bergotong-royong mengambil kayu di hutan. Kayu-kayu yang diambil para lelaki digunakan untuk membangun Rumah Gadang (Rumah Adat Minang).

Guna menghilangkan rasa jenuh dengan kegiatan mengambil kayu di hutan, para perempuan berinisiatif bernyanyi untuk menghibur para lelaki yang sedang mengambil kayu. Pada akhirnya, kegiatan itu menjadi kesenian di nagari Sangir Batang Hari.

"Dari cerita yang saya dapat, dahulu Batombe bisa dimainkan banyak orang. Asal berpasang-pasangan. Tetapi karena sekarang seniman Batombe sudah sedikit, maka saat ini Batombe hanya dimainkan oleh dua orang. Biasanya pantun-pantun yang dimainkan berisikan syair-syair percintaan," katanya.

Menurutnya, jika dimainkan dalam Nagari Ranah Pantai Cermin, Abai dan Sitapus, kesenian ini menjadi sangat sakral. Tidak boleh dimainkan pada tempat dan waktu sembarangan.

"Dalam proses kegiatannya, harus ada satu kerbau atau kambing (sesuai kemampuan) yang disembelih setelah mendapat izin dari perangkat adat nagari untuk melaksanakan kesenian ini," katanya.

Dia mengatakan, kesenian Batombe itu sempat hilang dari Solok Selatan karena dijadikan "kambing hitam" yang mengakibatkan tingginya tingkat perceraian di daerah itu.

Kesenian itu mulai bergairah kembali sejak kedatangan mahasiswa KKN Unand.

Para Mahasiswa dari Unand itu kemudian yang menawarkan pada panitia NJT3 untuk menampilkan seni tradisi ini dan diterima baik oleh panitia festival.

Direktur Festival Nan Jombang Tanggal 3 (NJT3), Angga Djamar mengapresiasi mahasiswa KKN yang berperan aktif untuk menghidupkan kembali kesenian tradisional tempat mereka melakukan pengabdian.

"Kami mengucapkan terima kasih pada mahasiswa KKN yang sudah mau ikut menjaga budaya tradisi kita," ujarnya.

Sementara itu, Koreografer Impessa Dance Company Joni Andra dan seniman tradisi Hasanawi mengaku antusias menunggu penampilan kesenian tersebut.

"Kita sudah pernah mendengar kesenian ini, tetapi belum pernah melihat secara langsung. Ini kesempatan langka untuk bisa menikmatinya," kata mereka. (*)