Perantau Balingka Tolak Pembangunan Kampus ISI

id Kampus ISI

Lubuk Basung, (Antara) - Forum Masyarakat Balingka Jakarta Bersatu (FMBJB), menolak pembangunan kampus dua Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, di Bancah, Nagari Balingka, Kecamatan Ampek Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Salah seorang perantau Balingka, Fikri St Bareno di Lubuk Basung, Jumat (24/7), mengatakan penolakan pembangunan ini tidak saja dari perantau yang ada di Jakarta, namun juga dari perantau dari daerah lain di Indonesia. Seperti dari Pakanbaru, Medan, Jambi, Batam, Bandung dan lainnya.

"Kami keberatan pembangunan gedung dua ISI Padang Panjang di atas tanah "erpah" atau bekas lokasi perkebunan Belanda di Bancah Nagari Balingka sekitar 35 hektare," kata Fikri.

Penolakan pembangunan ini didasari karena tanah tersebut telah digarap oleh masyarakat dan saat ini menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat Balingka.

Lalu, pembangunan sekolah kesenian secara historis tidak cocok di Balingka, karena Balingka mempunyai sejarah yang sangat kental dengan keislaman.

Dia menambahkan, sejarah telah mencatat bahwa di Balingka jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia telah banyak lahir para ulama seperti, Djalaludin Tayyib, Idris Dt Maruhun Kayo, Inyiak Abas Kari Soetan, Tuanku Nan Tinggi dan lainnya.

"Di Balingka juga telah ada pendidikan sekolah taman raya yang sudah melahirkan banyak ulama. Balingka juga terkenal sebagai serambi mekah, karena filosofi 'adaik basandi syarak dan syarak basandi Kitabullah', merupakan perwujudan Islam yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Balingka," katanya.

Di sisi lain, kata Wakil Ketua Komisi Ekonomi MUI Pusat itu, Balingka sangat minim tanah untuk lokasi pendidikan, pusat pemerintahan, pertanian dan perkebunan.

"Seringkali ketika pemerintah akan memberikan bantuan pengembangan bangunan sekolah baik TK, SD, SMP, SMA, MTs dan MA, tidak jadi terealisasi karena tidak adanya tanah untuk bangunan, sehingga bantuan itu dialihkan ke daerah lain," katanya.

Bahkan ketika ada swadaya masyarakat membangun sekolah aliyah, terpaksa masyarakat bergotong royong mengumpulkan uang untuk membeli tanah membangun sekolah, meskipun luas tanah hanya beberapa meter saja.

Dengan kondisi ini, pihaknya berharap kepada Bupati Agam agar tanah ini diserahkan kepada masyarakat dan Nagari Balingka untuk dibangun pusat pemerintahan, kesehatan dan pendidikan.

"Kami berharap Bupati Agam mendukung keinginan masyarakat agar peruntukan tanah "erpah", dijadikan pengembangan pemerintah Balingka, pengembangan pendidikan agama, pekebunan, pertanian, kesehatan dan lainnya," katanya.

Sementara itu, perantau Balingka lainnya Edwel, menambahkan, penolakan ini tidak menghambat pembangunan di Kabupaten Agam, tetapi harus sesuai dengan historis di Balingka.

"Agar pembangunan ini tidak terlaksana, kami telah menyurati bupati dan menemui Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Agam," katanya.

Sebelumnya, pihaknya juga melakukan pertemuan dengan Wali Nagari Balingka, Kerapatan Adat Nagari (KAN) Balingka dan tokoh masyarakat lainnya, terkait persetujuan dari wali nagari dan KAN. (*)