Jakarta (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut akan berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengenai pendidikan karakter bagi siswa bermasalah di barak militer.
“Ya, setelah ini kami akan juga menyampaikan,” kata Dedi usai berdiskusi dengan Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis.
Dedi mengatakan bahwa pendidikan karakter bagi siswa SMP dan SMA sederajat yang bermasalah di barak militer merupakan solusi terbaik. Sebab, menurut dia, orang tua dan pihak sekolah tidak dapat menyelesaikan permasalahan remaja di Jawa Barat.
Permasalahan remaja yang dimaksud Dedi, salah satunya ialah pola hidup yang tidak disiplin. Remaja usia sekolah di Jawa Barat disebut kerap tidur dini hari karena bermain game daring sehingga menyebabkan mereka tidak berangkat ke sekolah.
Konsumsi media sosial yang berlebihan juga disebut Dedi menjadi persoalan di kalangan remaja. Pasalnya, remaja-remaja di Jawa Barat terorganisasi secara sistematik melalui kekuatan media sosial untuk melakukan pertengkaran secara terbuka dan tertutup.
Di samping itu, obat-obatan yang tidak layak dikonsumsi serta minuman keras juga beredar dan bisa diakses dengan mudah oleh kalangan remaja di provinsi tersebut.
“Karena problem ini tidak bisa diselesaikan di sekolah dan di keluarga serta tidak semua problem itu bisa ditangani lewat peradilan anak, harus ada upaya jangka pendek yang bisa dilakukan melalui pola pendidikan disiplin siswa … maka kami menggandeng lembaga TNI,” katanya.
Menurut Dedi, TNI dipilih sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan karakter kepada siswa karena telah berpengalaman dalam melakukan pendidikan, baik untuk kalangan militer maupun sipil.
Lebih lanjut dalam diskusinya dengan Menteri Pigai, Dedi mengaku programnya yang sudah mulai dijalankan itu tidak melanggar hak-hak anak. Justru, kata dia, pendidikan di barak melatih disiplin siswa untuk menerima pelajaran secara baik.
“Kenapa? Karena selama ini mereka bolos. Mereka tidak pernah belajar, bangunnya rata-rata jam 10 siang. Kemudian, di barak itu mereka mendapat lingkungan yang baik. Karena selama ini mereka di rumahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, di lingkungan sekolahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, mereka menjadi anak jalanan,” ujarnya.
Dedi menambahkan, siswa yang dibawa ke barak merupakan atas dasar persetujuan orang tua. Di sana, mereka akan mendapatkan pendidikan selama lebih kurang 28 hari dengan turut didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji.
Dia pun memastikan siswa-siswa tersebut tetap mendapatkan pendidikan formal. “Mereka mengikuti ujian dan pendidikan biasa. Mereka terkoneksi kepada sekolahnya dan tetap menjadi siswa,” ujarnya.